Perkenalan tentang CRISiaran Bahasa Indonesia
China Radio International
Berita Tentang TK
Berita Internasional
Fokus Ekonomi TK
Kehidupan Sosial
Olahraga
Serba-serbi

KTT ASEAN

Kunjungan Hu Jintao Ke Lima Negara Asia dan Afrika

Kunjungan Jurnalis CRI ke Guangdong

Hu Jintao Hadiri KTT G-20 dan APEC serta Lawat ke 4 Negara

Olimpiade Beijing Tahun 2008
Indeks>>
(GMT+08:00) 2008-01-31 15:55:26    
Linda Ma, Jendela Pertukaran Karya Seniman Indonesia dan Tiongkok.

cri

Sidik W. Martowidjojo, Agus Suwage, Titarubi, Handiwirman, S Teddy D, Aramaiani, Astari, Awiki, dan SP Hidayat. Apakah Anda familiar mendengar nama-nama itu?. Mereka adalah para seniman Indonesia yang pernah mempertunjukkan karya seni lukis dan seni rupa mereka di hadapan para pengamat dan pecinta seni di Tiongkok. Karya seni Tiongkok pun juga sering dipamerkan di ruang-ruang galeri seni di Indonesia. Sebut saja sederetan nama maestro seni lukis dan seni rupa asal Tiongkok seperti Su Xinping, Xue Jiye, Zhou Chunya, Guo Jin, Li Shuang, Su Xin Ping, Yang Fan, Zhong Biao, dan Yan Bo.

Dapat dikenalnya karya-karya para seniman ini di luar negeri tidak terlepas dari jasa promotor sekaligus pemilik galeri seni. Salah satu pemilik galeri seni asal Indonesia yang berani mengembangkan sayapnya di Tiongkok adalah Linda Ma Gallery. Di sebuah studio minimalis yang terletak di Kawasan Seni 798, Beijing, perempuan kelahiran 22 Juni 1965 ini membagikan pengalamannya melanglang buana dalam bisnis seni yang sudah digelutinya selama 17 tahun.

Pada tahun 1992, Linda memulai usahanya di daerah Duta Merlin, Jakarta Pusat. Seiring dengan semakin berkembangnya usaha yang tadinya cuma dilakukan untuk ibunya agar bisa menghabiskan waktu luang, lima tahun kemudian yaitu tahun 1997 saat krisis ekonomi terjadi besar-besaran di Indonesia, siapa sangka Linda malah memindahkan galerinya di tempat yang lebih luas di Jakarta Design Center, Jakarta Pusat.

Selain peka di bidang seni, lulusan jurusan bisnis di Perkim-Goon Business Academy di Penang, Malaysia ini juga memiliki intuisi bisnis yang tajam. Krisis ekonomi yang membuat orang buntung, malah membawa untung bagi Linda. Pada tahun 1999, saat Indonesia belum pulih dari krisis ekonomi, Linda kembali membuka cabangnya di Singapura.

" Waktu itu saya di Jakarta Design Center Gallery. Justru waktu krismon itu tempatnya banyak yang kosong. Jadi waktu itu saya pikir, ini adalah kesempatan. Banyak orang yang mundur, saya maju. Saya dapatkan kesempatan itu, soalnya saya dapat harga sewa yang rendah. Dan sesudah kerusuhan terjadi di Indonesia, waktu itu saya juga ada kekhawatiran, apakah saya bisa berbisnis di tempat begini. Jadi saya pikir saya harus buka cabang di tempat paling dekat, yaitu di Singapura," ujar Linda dengan antusias. Satu tahun kemudian, Linda membuka cabangnya di daerah Kemang, Jakarta Selatan.

Menyinggung soal bagaimana ia mampu menemukan seniman-seniman berpotensi, Linda mengatakan bahwa dirinya rajin mengikuti berbagai pameran. Dan bila ia bertemu dengan seniman yang menurutnya memiliki potensi, ia akan mengajak kerja sama. Namun, ada juga yang dikenalkan dari teman. Menurutnya, hal itu juga tergantung jodoh. "Bisa ketemu itu adalah jodoh," ujarnya sambil tertawa.

Sejak belasan tahun lalu, ibu dari Charles Fuad (9) dan Andrew Fuad (4) ini sudah rajin bolak balik terbang dari Indonesia ke Tiongkok untuk membeli karya para seniman Tiongkok. Dari dulu Linda sudah menyadari potensi para seniman Tiongkok. Menurutnya, hasil karya seniman Tiongkok sangat unik dan memiliki konsep yang luar biasa. Prediksi Linda bahwa seni kontemporer Tiongkok akan booming menjadi kenyataan. Dengan banyak kenalan seniman-seniman Tiongkok, pada tahun 2006 Linda melebarkan kepak sayapnya merambah Beijing. Baginya, Beijing adalah pusat kesenian terpenting di kawasan Asia.

Di Beijing sendiri, Linda memiliki dua cabang. Yang pertama berada di Guan Ying Tang Art Avenue dan yang kedua ada di Kawasan Kesenian 798. Dan pada bulan Agustus tahun lalu, Linda juga menancapkan jejak galerinya di kawasan Red Town, Huahai Lu, Shanghai.

Keberadaan galeri Linda Ma di Tiongkok disambut baik para seniman Indonesia. Karena dengan begitu, Linda bisa membuka jendela bagi para seniman Indonesia untuk memamerkan karya-karya mereka di Tiongkok. Bagi Linda, dengan membuka cabangnya di Tiongkok, secara langsung ia bisa menjadi jembatan pertukaran kebudayaan kedua negara.

Menurut Linda, saat ini dunia lebih trend ke seni kontemporer, di mana seniman menghasilkan karya seninya tidak hanya berdasarkan sebuah imej, tapi juga berdasarkan konsep. Seorang seniman yang baik bagi Linda adalah bila ia memiliki konsep yang unik, memiliki tehnik gores yang bagus, dan tentunya karyanya harus berbeda dibandingkan pada umumnya.

Lalu menyinggung soal seniman Indonesia dan seniman Tiongkok, istri dari Ali Kusno Husin ini mengatakan bahwa karya seniman Indonesia tidak kalah bersaing dengan karya seniman Tiongkok. "Satu hal yang baik adalah, seni lukis Indonesia kalau dibandingkan dengan seni lukis Tiongkok, harganya masih relatif murah. Jadi tentunya dengan seni yang bagus plus harga yang tidak terlalu mahal, seniman Indonesia masih memiliki kesempatan bersaing."

Baru- baru ini, tepatnya pada paruh pertama tahun 2007, harga jual karya seni Indonesia telah meningkat. Linda mengatakan, hasil lelang karya seni Nyoman Masriadi, salah satu maestro seni Indonesia, mampu menembus harga di atas 2 Milyar Rupiah di Pusat Pelelangan Seni Asia Tenggara Sothersby di Singapura.

Linda mengatakan bahwa nasib seniman-seniman Tiongkok lebih beruntung dibandingkan seniman Indonesia. Ia menekankan dengan adanya kawasan seni seperti Distrik Kesenian 798 di Beijing, di mana banyak galeri dari luar negeri yang membuka cabangnya di sini untuk mendapatkan karya-karya seni Tiongkok, secara otomatis ikut memberikan kesempatan emas kepada para seniman Tiongkok yang ingin memamerkan karyanya kepada dunia.

Boomingnya karya seni Tiongkok di pasaran tidak berarti menutup kesempatan bagi para seniman Indonesia. Linda mengatakan, dengan didukung promotor yang handal, sering mengikuti lelang seni, dan menggelar pameran seni tunggal maupun gabungan, para seniman Indonesia juga memiliki kesempatan untuk berkibar di kancah kesenian internasional. Salah satu prinsip yang dipercayai Linda adalah "A good artist is always a good artist," yang artinya adalah "seorang seniman yang baik tetaplah seniman yang baik." Dan menurutnya, seniman yang baik tetap memiliki pasar tersendiri tidak peduli bagaiman kondisi ekonomi di sekitarnya.

Karena itu jugalah, Linda memilih berinvestasi di bidang seni. Seperti yang sering digembar gemborkan pemerintah Shanghai yang menghimbau warga Shanghai untuk tidak hanya berinvestasi di bidang properti, tapi juga di bidang seni Linda merasa investasi di bidang seni jauh lebih menguntungkan. Ia memberi contoh. Dalam waktu 1 tahun, harga karya dari seniman yang bagus dapat meningkat dua hingga tiga kali lipat. Dari nilai berkali-kali lipat itu, keuntungan investasi di bidang seni jauh lebih menggiurkan dibandingkan investasi di bidang properti, mata uang, dan emas.

Hal yang paling menyenangkan bagi Linda bermain di bisnis seni seperti ini bukan pada berapa keuntungan materi yang dapat diraihnya. Justru pengalaman yang tidak dapat dilupakannya adalah bila harga dari hasil karya seniman yang ia promosikan dapat terus meningkat dan bila kolektornya mampu menjual karya seni yang dibeli dari galerinya dengan harga yang melambung tinggi. Mengapa demikian? Karena kesuksesan seniman itu dan keuntungan kolektornya menunjukkan strategi Linda dalam menjalan promosi mencapai sukses. Prinsip Linda dalam menjalankan bisnis galeri seninya adalah "Lakukan yang terbaik untuk seniman dan kolektor Anda." Sedangkan filsafat hidup yang dianutnya adalah "selalu optimis, percaya diri, dan melihat sisi positif dalam hidup."

Rasanya, keberhasilan Linda tidak hanya karena sebuah nasib baik. Namun kerja keras yang didukung oleh prinsip dan filsafat hidupnya membawanya terus menapaki tingkat yang lebih tinggi. Impian yang masih berada di benak Linda saat ini adalah menggelar pameran tunggal karya senimannya di kawasan Amerika dan Eropa. Ya, dengan keoptmisiannya itu, kita tunggu saja tanggal mainnya.