Perkenalan tentang CRISiaran Bahasa Indonesia
China Radio International
Berita Tentang TK
Berita Internasional
Fokus Ekonomi TK
Kehidupan Sosial
Olahraga
Serba-serbi

KTT ASEAN

Kunjungan Hu Jintao Ke Lima Negara Asia dan Afrika

Kunjungan Jurnalis CRI ke Guangdong

Hu Jintao Hadiri KTT G-20 dan APEC serta Lawat ke 4 Negara

Olimpiade Beijing Tahun 2008
Indeks>>
(GMT+08:00) 2008-02-07 14:19:10    
Keppres No 19 Tahun 2002 Bangunkan Sang Barongsai dan Liong Dari Tidur Panjang.

cri

Selain ramai dengan berbagai hiasan berwarna merah, pernak pernik bergambar atau berbentuk tikus, lampion-lampion cantik, kembang api, lilin, dan guntingan kertas bertuliskan "Fu" yang ditempelkan di depan pintu-pintu utama yang dipercayai bisa mengundang rejeki, ada satu hal lagi yang identik dalam menyambut tahun baru Imlek di Beijing, yaitu mudik.

Di jalan-jalan, tempat perhentian bis, dan kereta bawah tanah Anda pasti melihat orang-orang menggotong koper. Arus mudik ini tidak hanya dilakukan masyarakat Tionghoa asli, tapi juga orang-orang Indonesia keturunan Tionghoa. Arus mudik ke Indonesia ini sudah berjalan sejak awal bulan Januari. Bagi mereka, liburan tahun baru Imlek ini adalah kesempatan untuk menghabiskan waktu bersama keluarga tercinta di Indonesia.

Di Indonesia sendiri, terutama di kota-kota besar seperti Jakarta, Medan, dan Surabaya, daerah komunitas orang Tionghoa terlihat semarak dengan berbagai dagangan khas hari raya imlek. Dari pernak pernik hiasan berwarna merah hingga makanan seperti kue keranjang dan manisan laris di mana-mana. Dekor-dekor di berbagai pusat perbelanjaanpun mengambil tema "Selamat Tahun Baru Imlek." Selain itu, orang-orang juga sudah tidak sabar ingin menyaksikan atraksi pertunjukkan barongsai di tengah jalan yang biasanya menyedot perhatian masyarakat.

Pemandangan seperti ini tidak Anda temukan semasa zaman orde baru. Sedikit mengilas balik kronologi tahun baru imlek dijadikan liburan nasional ikut mengulas perjalanan hubungan bilateral Tiongkok dan Indonesia. Mari kita kenang kembali saat-saat si macan barongsai dan liong itu mulai menggeliat terusik dari tidur panjang yang dipaksakan.

Salah satu situs komunitas Tionghoa di Indonesia bernama Pakin dalam sebuah forumnya mengatakan bahwa sebenarnya tahun baru Imlek di Indonesia sudah dirayakan dengan meriah sejak zaman kolonial dan masa pemerintahan Bung Karno. Bahkan pada tahun 1946, Presiden pertama RI itu sempat mengeluarkan Penetapan Pemerintah tentang hari-hari raya umat beragama No.2/OEM-1946 yang salah satu pasalnya menetapkan empat hari raya orang Tionghoa yaitu tahun baru Imlek, hari wafat dan hari kelahiran Khonghucu, serta Ceng Beng.

Namun pada tanggal 6 Desember 1967,melalui Instruksi Presiden No.14 tahun 1967, Presiden Soeharto menetapkan bahwa upacara agama, kepercayaan, dan adat istiadat Tionghoa hanya boleh dirayakan di dalam lingkungan keluarga dan secara tertutup. Dengan Inpres tersebut, semua perayaan tradisi dan keagamaan Tionghoa dilarang dirayakan secara terbuka, yang artinya adalah sang barongsai dan liong harus melepaskan kesemarakannya. Dan selama 33 tahun, kedua simbol perayaan imlek itu harus berdekam bak dipenjara dalam ruangan penyimpanan barang yang gelap. Dan selama masa itu pula semangat dan makna imlek meluntur di tengah generasi muda masyarakat Tionghoa Indonesia.

Dua tahun setelah Soeharto lengser dari kekuasannya, tepatnya pada tahun 2000, tarian barongsai dan liong itu diijinkan mempertunjukkan aksinya kembali. Puncaknya adalah pada tahun 2002, melalui Keppres RI no 19, Presiden Megawati mengumumkan perayaan Imlek sebagai hari libur nasional.

Titien Wijaya Huray yang merupakan satu-satunya warga Indonesia keturunan Tionghoa yang bekerja di KBRI Beijing mengatakan, "Sampai pada tahun 2000 pas pada pemerintahan Presiden Abdurrahman Wahid mengeluarkan Keppres no 6 tahun 2000 yang mencabut Inpres no 14 tahun 1967 tentang agama, kepercayaan, dan adat istiadat Tionghoa. Sampai tahun 2001, menteri agama akhirnya memutuskan bahwa Imlek itu merupakan hari libur fakultatif. Dan terus berkembang sampai akhirnya pada tahun 2002, pada masa pemerintahan Presiden Megawati, itu memutuskan bahwa Imlek menjadi hari nasional, mulai tahun 2003."

Saat hari Imlek dinyatakan boleh dirayakan bebas oleh Presiden Abdurrahman Wahid melalui Keppres no 6 tahun 2000, masyarakat Tionghoa belum sepenuhnya dapat menikmati liburan imlek, karena terbentur dengan hari kerja atau sekolah. Begitu juga saat dijadikan sebagai liburan fakultatif. Makna dan semangat imlek baru terasa berbeda saat Imlek dijadikan hari nasional.

"Kalau dulu sebelum dijadikan libur nasional, kita akan terbentur dengan kegiatan sehari-hari, apakah mungkin harus bekerja.atau sekolah. Namun, dengan dijadikannya sebagai libur nasional, kita bisa merayakannya seharian penuh karena disaat merayakan imlek kita bisa berkumpul dengan keluarga bahkan kita harus mengunjungi keluarga yang lain dan teman-teman yang dekat. Nah selain itu dengan satu hari, kita bisa melihat pertunjukkan barongsai dan lainnya. Dan inipun tidak hanya dinikmati orang-orang Tionghoa yang merayakan imlek namun orang-orang non tionghoapun juga bisa ikut merayakan dan merasakan kebudayaan Imlek," ujar Titien sambil mengenang masa kecilnya merayakan Imlek.

Pada Imlek Tahun 2000 Majelis Tinggi Agama Khonghucu Indonesia (Matakin) merayakan Imlek secara nasional dengan mengundang Presiden Abdurachman Wahid. Dan di tahun-tahun selanjutnya, turut mengundang Presiden Megawati dan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono.

Dijadikannya Imlek sebagai hari nasional membuka jalan semakin lebar bagi hubungan bilateral Indonesia dan Tiongkok. Pada tanggal 28 Febuari 2007, untuk pertama kalinya Indonesia merayakan imlek secara nasional di Pekan Raya Jakarta dengan mengusung tema " Imlek Nasional Indonesia Bersatu," yang juga dihadiri oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. Dubes RI untuk Beijing, Sudrajat mengatakan bahwa perayaan imlek merupakan bagian dari komitmen dalam perjanjian kerjasama strategis di bidang sosial dan budaya yang ditandatangani Presiden SBY dengan Presiden Hu Jintao.

Dan dalam menyambut imlek 2559 yang merupakan tahun tikus, pada bulan Januari 2008 pemerintah Indonesia meluncurkan perangko seri tikus. Perangko tersebut memiliki nilai nominal 2.000 Rupiah dan dicetak sebanyak 300 ribu set, sampul hari pertama sebanyak 100 ribu set, dan kemasan yang memuat seluruh produk sebanyak 5.000 set.

Dijadikannya Imlek sebagai hari nasional merupakan titik balik hubungan bilateral Indonesia dan Tiongkok, atau justru sebaliknya? Apapun jawabannya, yang pasti adalah sejak Imlek boleh dirayakan dengan bebas, surat kabar berbahasa Tionghoa mulai bermunculan, bahkan stasiun televisi berita Metro TV juga memiliki program khusus berbahasa Tionghoa. Dan lembaga khusus belajar bahasa Tionghoapun menjamur di mana-mana.

Titien, warga Indonesia keturunan Tionghoa yang bekerja sebagai staf fungsi ekonomi KBRI Beijing juga mengungkapkan betapa majunya hubungan Indonesia dan Tiongkok sekarang ditinjau dari bidang ekonomi, di mana pada bulan April 2005 Presiden SBY dan Presiden Hu Jintao menandatangani deklarasi kemiteraan strategis.

Di bidang investasi, pada tahun 2007 nilai investasi Indonesia di Tiongkok mencapai 134 juta dolar AS, meningkat 25 persen dibandingkan tahun 2006. Dan nilai investasi Tiongkok di Indonesia pada tahun 2007 mencapai 272 juta dolar AS, lebih tinggi dibandingkan 2006 yang hanya sebesar 130 juta dolar AS.

Belum lama ini, Indonesia dan Tiongkok juga bekerja sama di bidang energi yang ditandai dengan diadakannya forum energi Indonesia dan Tiongkok. Titien mengatakan, "Selain itu di sektor energi, sekarang ini kita mengadakan Indonesia ? China Energy Forum yang sudah dilaksanakan sebanyak dua kali. Yang pertama di Shanghai, kedua di Bali, dan rencananya yang ketiga akan diadakan di Palembang. Hal konkret yang sudah berjalan sekarang antara lain adalah pemasokan LNG dari Indonesia ke Propinsi Fujian. Nah nanti pemasokan ini akan dimulai tahun 2009. Jadi kalau kita bisa lihat, kerjasama yang sangat berpotensi antara Indonesia dan China adalah di bidang energi dan pertambangan."

Hubungan yang semakin erat antara Indonesia dan Tiongkok pastinya menambah semarak perayaan Imlek di Indonesia, karena adanya hawa kebebasan tersebut. Dan sekarang, si barongsai dan liong itu pun bisa menari bebas di tengah-tengah masyarakat Tionghoa dan masyarakat non Tionghoa di Indonesia.

Oleh Jenlien Pangestoe