Perkenalan tentang CRISiaran Bahasa Indonesia
China Radio International
Berita Tentang TK
Berita Internasional
Fokus Ekonomi TK
Kehidupan Sosial
Olahraga
Serba-serbi

KTT ASEAN

Kunjungan Hu Jintao Ke Lima Negara Asia dan Afrika

Kunjungan Jurnalis CRI ke Guangdong

Hu Jintao Hadiri KTT G-20 dan APEC serta Lawat ke 4 Negara

Olimpiade Beijing Tahun 2008
Indeks>>
(GMT+08:00) 2008-02-11 14:11:15    
Melihat Chongqing Dari Kacamata Konsul Jepang dan Inggris

cri

Chongqing adalah kota setingkat propinsi termuda di Tiongkok. Kini, Kota Chongqing berangsur-angsur menjadi pusat ekonomi hulu sungai Yangtze dan memiliki daya pengaruh di kalangan internasional yang terus meningkat. Kanada, Jepang, Inggris, Kamboja dan Denmark adalah negara-negara yang membuka kantor konsulat jenderalnya di Chongqing. Di Ruangan Kehidupan Sosial pekan ini, dua pejabat konsul Jepang dan Inggris akan membagikan kesan mereka terhadap kota Chongqing.

Konsulat Jenderal (konjen) Jepang untuk Chongqing terletak di lantai tertinggi Gedung Pembebasan di pusat perbelanjaan Chongqing. Dari kaca jendela di lantai ke-37 itu, gedung-gedung dan papan-papan iklan terlihat makmur dan modern. Namun, ruangan kantor Konsulat Jenderal justru tampak sederhana. Wakil konsul jenderal Shigeru Toyama sering dianggap seperti warga Tionghoa. Sama dengan banyak orang Jepang yang tinggal di Chongqing, Shigeru semakin hari semakin menyukai kehidupan di Chongqing. Dikatakannya:

"Orang Jepang yang menetap di Chongqing berjumlah sekitar 200 orang. Biasanya, pertama kali menginjakkan kaki di Chongqing orang Jepang tidak bisa beradaptasi dengan cuaca dan makanan Chongqing. Namun seiring dengan berjalannya waktu, kebanyakan orang Jepang mulai menyukai kota ini, terutama pada tiga hal, yaitu pemandangan indah, makanan lezat, dan gadis cantik dan begitu juga dengan saya. "

Pada tahun 1972, setelah Tiongkok dan Jepang memulihkan hubungan diplomatik, pemerintah Jepang membuka kedutaan besarnya di Beijing dan kemudian membuka kantor konjennya di Shanghai. Lalu, pada akhir tahun 1990an, pemerintah Jepang membuka kantor resminya di Chongqing yang kemudian ditingkatkan menjadi kantor konjen pada tahun 2005. Sejak tahun 1980-an, perusahaan Jepang mulai menanam modal di Chongqing. Kini di Chongqing terdapat 100 lebih buah perusahaan Jepang di bidang otomotif, IT, dan kimia. Konsulat Jenderal Jepang sering membagikan informasi tentang ekonomi, lingkungan investasi, dan peraturan terkait kepada masyarakat Chongqing.

Shigeru berpendapat, kalau dibandingkan dengan Beijing dan Shanghai, tentunya konjen di Chongqing kalah jauh, tapi tak dapat dibantah bahwa konjen Chongqing memiliki keunggulan tersendiri.

Dikatakannya:

"Chongqing mempunyai dasar industri yang cukup sempurna, pasar konsumsi yang cukup besar, dan tenaga kerja terampil yang banyak. Menurut saya, Chongqing memiliki potensi di bidang otomotif, teknologi informasi, eletronik, pelestarian lingkungan, dan kimia."

Selain melalui kehidupan sehari-harinya di Chongqing dengan bekerja, Shigeru juga melewatkan waktu senggangnya dengan menjalin pergaulan dengan teman-teman dari Chongqing. Ia suka bermain sepak bola dan sering mengikuti pertandingan yang diorganisir konsulat jenderal dan Chongqing. Karena itulah, ia memiliki banyak teman Chongqing. Shigeru mengatakan:

"Orang Chongqing itu cukup toleransi, terus terang, dan sangat ramah."

Terhadap kebudayaan Tiongkok, Shigeru memiliki rasa tertarik yang cukup besar. Di waktu senggangnya ia suka membaca novel terkenal karya orang Tiongkok untuk mengenal kebudayaan tradisional Tiongkok. Ia juga suka menonton sinetron modern Tiongkok untuk mengenal kehidupan sehari-hari orang Tiongkok sekarang.

Tidak seperti Jepang, Inggris adalah negara Eropa yang paling awal membuka kantor konsulat jenderalnya di Chongqing, yaitu pada tahun 2000. Dengan dibukanya Konjen Inggris di Chongqing, Nick Whittinghm pun berkesempatan untuk merasakan seperti apa kehidupan di kota ini. Tugas Nick adalah berusaha membuat para usahawan dan wisatawan Inggris mengarahkan pandangannya ke kota tersebut. Dikatakannya:

"Sekarang ada banyak perusahaan Inggris yang membuka usahanya di Tiongkok. Namun kebanyakan terpusat di bagian timur Tiongkok dibandingkan di bagian barat dan menjadi tugas saya untuk memperkenalkan kepada mereka peluang dan lingkungan investasi di Chongqing."

Sebelum ke Chongqing, Nick pernah bekerja di Guangzhou dan Beijing. Ia mengatakan bahwa pedesaan di Chongqing lebih banyak dan luas. Pemerintah Tiongkok kini sedang berupaya memperkecil kesenjangan antara kota dan desa supaya muncul banyak peluang bagi pedagang Inggris. Untuk misi tersebut, konsulat Inggris bekerjasama dengan pemerintah berbagai tingkat Chongqing untuk mengadakan berbagai temu wicara, agar perusahaan Inggris lebih mengenal kebijakan Tiongkok. Nick berharap konjen Inggris dapat meningkatkan kerjasama di bidang perkembangan seimbang kota dan desa dan di bidang perubahan iklim selama masa jabatannya di Chongqing.

Pada November tahun lalu, Konjen Inggris melancarkan aksi pengurangan emisi. Di blognya, Nick menuliskan komitmennya untuk pergi ke kantor dengan berjalan kaki dan mendorong orang lain mengubah gaya hidup dan kebiasaan konsumsi agar laju pemanasan global dapat diperlamban dan memburuknya lingkungan dapat dikurangi.

Nick mengatakan, dengan berjalan kaki, selain bisa menikmati pemandangan Chongqing, ia juga bisa mengamati langsung kehidupan penduduk Chongqing.