Perkenalan tentang CRISiaran Bahasa Indonesia
China Radio International
Berita Tentang TK
Berita Internasional
Fokus Ekonomi TK
Kehidupan Sosial
Olahraga
Serba-serbi

KTT ASEAN

Kunjungan Hu Jintao Ke Lima Negara Asia dan Afrika

Kunjungan Jurnalis CRI ke Guangdong

Hu Jintao Hadiri KTT G-20 dan APEC serta Lawat ke 4 Negara

Olimpiade Beijing Tahun 2008
Indeks>>
(GMT+08:00) 2008-03-18 13:06:26    
Sidang MPPR dan KRN Tiongkok ke 11 Di Mata Saya

cri

Sidang Majelis Permusyawaratan Politik Rakyat ( MPPR ) Tiongkok yang berlangsung selama dua minggu, kemarin ditutup dengan terpilihnya Jia Qinglin sebagai Ketua Komite Nasional MPPR ke-11, sementara itu Wang Gang dan 24 anggota lainnya terpilih sebagai wakil ketua, dan Qian Yunlu terpilih sebagai sekretaris jenderal.

Tahun 2008 adalah tahun penuh momen bagi Tiongkok. Bukan saja karena akan menjadi tuan rumah Olimpiade, tapi tahun ini adalah genap 30 tahun diterapkannya kebijakan reformasi ekonomi dan keterbukaan Tiongkok terhadap dunia luar. Dan dikatakan, bahwa sidang MPPR Tiongkok ke 11 dan Kongres Rakyat Nasional ( KRN ) Tiongkok ke 11 diadakan secara lebih terbuka kepada publik dengan memberikan akses peliputan yang lebih mudah kepada wartawan dalam dan luar negeri.

Seperti dalam laporan saya yang lalu, ada 900 wartawan asing yang meliput jalannya dua sidang terpenting di Tiongkok tersebut. Angka ini lebih banyak dibandingkan tahun lalu. Dengan demikian, mata duniapun ikut menyorot tajam memperhatikan agenda-agenda sidang itu melalui media-media asing yang diterjunkan ke Balai Agung Rakyat di Tian'anmen, Beijing.

Direktur Harian Chicago Tribute Cabang Beijing, Evan Osnos mengatakan bahwa surat kabarnya memfokuskan pemberitaannya pada upaya Tiongkok menangani masalah-masalah membumbungnya harga barang, pelestarian lingkungan hidup, dan transparansi urusan pemerintahan. Menyinggung soal transparansi pemerintah, banyak pihak yang mempertanyakan, sebenarnya seberapa terbukanya keterbukaan yang dimaksud pemerintah Tiongkok? Pertanyaan tidak berhenti sampai disitu saja, tapi berlanjut ke pertanyaan berikutnya, yaitu bila reformasi ekonomi sudah dilaksanakan, lalu bagaimana dengan reformasi politik?

Dalam sebuah artikel di Voice of America pada tanggal 18 Febuari lalu, ditulis bahwa ada seorang profesor di Institut Ekonomi Universitas Beijing menulis surat kepada para pimpinan Tiongkok dan menyerukan diadakannya sebuah reformasi sistem politik negara

Surat yang ditujukan kepada Hu Jintao, Wen Jiabao, Xi Jinping, dan Li Keqiang itu mengatakan bahwa adalah vital untuk mempertahankan dan menopang kemajuan pembangunan Tiongkok yang luar biasa ini. Sang profesor juga mengatakan bahwa mantan pimpinan Tiongkok, Deng Xiaoping dulu pernah berkata bahwa perekonomian negara tidak akan stabil tanpa adanya rekonstruksi politik.

Sekedar mengingatkan, pada Kongres Nasional Partai Komunis Tiongkok ke 17 pada musim gugur lalu, Presiden Hu Jintao dalam pidatonya sempat menyinggung soal demokrasi sosialis. Sebanyak 60 kali, kata demokrasi itu disebutkan. Demokrasi sosialis itu ditunjukkan pemerintah Tiongkok dengan memasukkan beberapa orang non partai komunis ke jajaran pemerintah. Seperti Wan Gang, dari Partai Zhi Gong Dang atau Partai Kepentingan Umum telah ditunjuk sebagai Menteri Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (Iptek) pada bulan April tahun lalu, dan Chen Zhu, seorang ilmuwan yang menuntut ilmu di Paris, dan yang tidak berafiliasi dengan partai mana pun ditunjuk menjadi Menteri Kesehatan.

Wu Jianmin, juru bicara sidang MPPR ke 11 mengatakan bahwa saat ini di Tiongkok ada 31.000 lebih orang non partai komunis yang bekerja sebagai pejabat di atas atau pada tingkat kabupaten. Sementara itu, kata Wu Jianmin, di 31 propinsi, kotamadya, dan wilayah otonomi ada 30 wakil gubernur yang non partai komunis.

Penempatan orang-orang non partai komunis dalam jajaran pemerintah nampaknya belum menjawab tuntutan asas demokrasi dari pihak-pihak tertentu, terutama yang di luar Tiongkok. Redaksi situs Kabar Indonesia mengatakan bahwa KRN Tiongkok hanya sebuah panggung sandiwara. Dalam artikelnya dituliskan bahwa Partai Komunis Tiongkok lah yang memilih delegasi dan yang menentukan peserta kongres tersebut. Partai Komunis juga menentukan agenda kongres dan mempersiapkan pekan sidang tertinggi tersebut hingga hal-hal terperinci lainnya.

KRN tahun ini difokuskan pada dua hal, yaitu Olimpiade yang akan digelar Agustus tahun ini dan sidang umum Partai Komunis Tiongkok pada musim gugur tahun lalu. Masalah personalia juga menjadi tema utama kongres tahun ini.

Menurut artikel itu, karena Partai Komunis Tiongkok mengatur segalanya, maka sejak saat ini siapa yang akan memimpin Tiongkok pada tahun 2013 dari sekarang sudah diputuskan. Artikel itu mengatakan, hal tersebut lebih mirip prosedur perencanaan masa depan pada ordo keagamaan daripada demokrasi.

Ditetapkannya Jia Qinglin dari Partai Komunis Tiongkok sebagai Ketua Komite Nasional MPPR ke-11 dan Wang Gang yang juga berasal dari Partai Komunis Tiongkok sebagai wakil ketua memang tidak bisa menyangkal cengkeraman kuat Partai Komunis Tiongkok terhadap sistem politik dan pemerintahan Tiongkok.

Tiongkok memang menunjukkan akan mulai melonggarkan sistem sosialisnya dan mulai berkompromi dengan memasukan nilai-nilai demokrasi dalam tubuh partainya. Dan itulah yang dimaksud demokrasi sosialis dalam pidato Hu Jintao yang lalu. Tiongkok tidak pernah mengatakan akan menerapkan demokrasi murni dan tidak menandaskan akan menghapus ideologi komunisnya.

Reformasi politik tidak semudah reformasi ekonomi, karena reformasi politik menyangkut ideologi bangsa yang sudah berakar selama beberapa dekade dalam sebuah negara. Selain itu, reformasi politik memerlukan waktu lebih panjang. Dan kita bisa menganggap, adanya penempatan non partai komunis dalam jajaran pemerintah, merupakan langkah awal pemerintah Tiongkok dalam upaya reformasi politiknya yang perlu dihargai.

Kembali lagi ke soal demokrasi. Satu pertanyaan yang muncul di benak saya adalah, apakah demokrasi adalah satu-satunya jalan keluar bagi semua permasalahan yang terjadi di semua negara di planet bumi ini? Bila demokrasi yang sangat dijunjung tinggi, terutama oleh Amerika ini bisa menjadi solusi terbaik, mengapa ada perang di Irak dan mengapa hampir setiap hari terjadi demonstrasi besar-besaran di Indonesia pasca reformasi? Demokrasi bukanlah satu-satunya solusi atau sistem pemerintah yang bisa diterapkan di setiap negara di muka bumi ini.

Tidak setiap orang di dunia ini cocok memakai baju berwarna merah, atau berwarna putih, atau warna tertentu. Artinya tidak ada keseragaman standar yang harus diterapkan pada semua hal. Dan bagi pemerintah dan rakyat Tiongkok, mereka lebih merasa cocok mengenakan "jubah" komunis ke tubuhnya.

Akan seperti apa penampilan Tiongkok bila reformasi politik dengan maksud penerapan demokrasi sepenuhnya dijalankan? Lalu, apakah rakyat Tiongkok sudah siap? Bila skala grafik kesejahteraan penduduk terus merangkak ke atas, dan skala grafik pengangguran dan kemiskinan terus merosot ke bawah dengan bertolak dari prinsip demokrasi sosialis ini, apakah demokrasi murni masih perlu dipusingkan?