Perkenalan tentang CRISiaran Bahasa Indonesia
China Radio International
Berita Tentang TK
Berita Internasional
Fokus Ekonomi TK
Kehidupan Sosial
Olahraga
Serba-serbi

KTT ASEAN

Kunjungan Hu Jintao Ke Lima Negara Asia dan Afrika

Kunjungan Jurnalis CRI ke Guangdong

Hu Jintao Hadiri KTT G-20 dan APEC serta Lawat ke 4 Negara

Olimpiade Beijing Tahun 2008
Indeks>>
(GMT+08:00) 2008-06-26 15:02:13    
Warisan Budaya Etnis Hezhe Berkembang Dinamis

cri

Etnis Hezhe adalah salah satu etnis minoritas Tiongkok yang jumlah populasinya paling sedikit. Rakyat etnis Hezhe turun-temurun hidup di daerah aliran Sungai Wusuri, Provinsi Heilongjiang, bagian timur laut Tiongkok. Karena tidak memiliki aksara sendiri, etnis Hezhe mewariskan kesenian balada "Yimakan" secara lisan. Akan tetapi, sejalan dengan perubahan gaya hidup, kesenian tradisional yang bersejarah seratus tahun lebih itu terancam punah. Tahun 2006, Yimakan dicantumkan dalam Daftar Warisan Budaya Non Material Tingkat Nasional kelompok pertama Tiongkok. Kini Yimakan kembali populer di antara rakyat etnis Hezhe. Dalam acara hari ini, kami akan mengajak Anda menyusuri tempat permukiman padat etnis Hezhe di Desa Jiejinkou, Kota Tongjiang, Propinsi Heilongjiang.

Yang sedang Anda dengarkan adalah rekaman pertunjukan Yimakan oleh Wu Liangui dari etnis Hezhe di Balai Agung Rakyat pada bulan Oktober tahun 1979 saat memperingati genap 30 tahun berdirinya Republik Rakyat Tiongkok.

Yimakan dianggap sebagai "buku pelajaran" sejarah dan kebudayaan etnis Hezhe. Melalui kesenian menyanyi dan berbicara, Yimakan mengisahkan sejarah, pahlawan, kehidupan sosial, adat istiadat dan kepercayaan etnis Hezhe. Dalam pertunjukan Yimakan, penyanyi disertai dengan bayangan luar biasa dan metafora yang hidup, serta bahasa lisan rakyat yang kaya, meniru dialog manusia dan suara binatang yang beraneka ragam.

Kini hanya sedikit orang yang pandai menyanyikan Yimakan, dan Wu Liangui adalah salah seorang di antaranya. Setelah Wu Liangui meninggal dunia, cucunya Wu Baochen adalah pewaris kesenian itu. Ia mengatakan:

"Di tepi Sungai Heilongjiang, ada sebuah kota kuno kecil bernama Jiejinkou. Kami berdiri di puncak gunung paling tinggi di timur dan bersama-sama menyanyikan Yimakan sambil melepaskan pandangan ke arah terbitnya matahari."

Desa Jinjiekou, tempat kelahiran Wu Baochen terletak di persinggungan Sungai Wusuri, Sungai Heilongjiang, dan Sungai Songhuajiang. Di daerah ini terdapat hutan belantara dan gunung tinggi. Dengan rerumputan subur dan sungai yang malang melintang, daerah ini cocok sekali bagi rakyat entis Hezhe yang turun-temurun hidup dengan memburu ikan dan binatang.

Ada pepatah khusus yang menggambarkan kehidupan rakyat etnis Hezhe. Pepatah itu berbunyi: "Berpakaian kulit ikan dan melaju dengan kereta salju yang ditarik anjing-anjing". Secara tradisional, rakyat etnis Hezhe yang berdiam di bagian timur laut Tiongkok hidup dengan memburu ikan dan binatang. Setelah menangkap ikan salmon dan ikan kepala besar, orang Hezhe pertama-tama membersihkan sisik ikan dan kemudian memukulnya dengan palu kayu sehingga kulit ikan menjadi lembut seperti kain. Setelah itu, kulit-kulit ikan tersebut akan disambung menjadi satu menurut motifnya dengan benang kulit ikan. Tulang ikan akan dibuat menjadi kancing baju kulit ikan. Pakaian dari kulit ikan sangat ringan, awet, tahan udara dingin, dan bahkan tahan air. Dulu pada musim dingin, orang Hezhe mengenakan pakaian itu untuk memburu binatang dengan mengendarai kereta salju yang ditarik anjing-anjing atau kuda, atau dengan papan ski, mereka keluar masuk hutan belantara melakukan pemburuan.

Sekarang pakaian kulit semakin langka dipakai, dan berangsur-angsur menjadi barang koleksi berharga di museum. Pemandangan berburu juga menjadi langka di tempat permukiman orang Hezhe. Yang tinggal hanyalah Yimakan yang terus mengisahkan kehidupan nenek moyang etnis Hezhe. Wu Baochen mengenang kembali bahwa pada masa ia masih kanak-kanak, orang dewasa suka berkumpul dan beramai-ramai menyanyikan Yimakan di malam hari usai bekerja seharian suntuk.

"Saya ingat, pada masa lampau ketika perahu penangkap ikan pulang, kami anak-anak suka berkumpul di depan perahu. Ada yang duduk di hidung perahu, ada pula yang bergelantungan di pohon sambil mendengarkan cerita orang dewasa. Pada hari-hari raya waktu itu, suasana perayaan ramai sekali. Ada yang menari dan menyanyi, ada juga yang mengisahkan cerita, dan ada pula yang memainkan alat musik."

Belum lama berselang, Wu Baochen ditetapkan oleh Kementerian Kebudayaan Tiongkok sebagai ahli waris tingkat nasional kesenian Yimakan. Bagi dia, Yimakan yang mewakili sejarah, kebudayaan, adat istiadat, dan tata krama etnis Hezhe adalah warisan yang sangat berharga, dan harus diwariskan turun-temurun.

Yang Anda dengarkan sekarang adalah nyanyian Yimakan yang dibawakan oleh Wu Baochen.

Walaupun Wu Baochen sangat antusias dalam mewariskan Yimakan, namun ia harus berani menghadapi banyak kesulitan. Pada tahun 1950-an, di seluruh negeri hanya terdapat belasan orang yang pandai menyanyikan Yimakan. Sampai pada tahun 1980-an, hanya lima orang yang pandai menyanyikan Yimakan. Seiring dengan meninggalnya satu demi satu seniman angkatan tua, ahli waris kesenian itu menjadi semakin sedikit. Apalagi, etnis Hezhe tidak memiliki aksaranya sendiri, maka penyebarluasan kesenian itu juga tidak mungkin. Sejalan dengan semakin menciutnya sumber ikan, semakin sedikit pula rakyat etnis Hezhe yang masih hidup dengan berburu. Oleh karena masalah-masalah itu, kesenian Yimakan kini semakin terancam punah. Sebagai ahli waris Yimakan, Wu Baochen mengatakan:

"Tahun ini saya berusia 50 tahun. Orang sebaya saya biasanya tidak memiliki pengetahuan tentang kebudayaan etnis Hezhe kecuali khusus mempelajarinya. Adapun anak-anak, mereka tentu sama sekali hampa pengetahuan tentang kebudayaan etnis Hezhe."

Masalah itu sudah menarik perhatian pemerintah. Sekarang Yimakan sudah dicantumkan dalam daftar warisan kebudayaan non material tingkat nasional. Untuk melindungi kebudayaan etnis Hezhe, pemerintah sudah menyusun langkah-langkah konkret. Kota Tongjiang di mana Wu Baochen hidup kini telah memiliki museum kebudayaan dan taman adat istiadat etnis Hezhe. Dari tahun 2001, setiap musim gugur diadakan festival pariwisata etnis Hezhe. Di festival itu diadakan konser dan pertunjukan tarian Yimakan. Selain itu, Kota Tongjiang mendirikan pula institut penelitian kebudayaan etnis Hezhe.

Bagi Wakil Wali Kota Tongjiang, You Lijun, langkah-langkah itu masih jauh dari cukup. Ia menganggap yang penting ialah kesenian harus tumbuh di kalangan rakyat.

"Yang penting adalah pewarisan dan pemasyarakatan kebudayaan etnis. Dengan demikian, kebudayaan etnis dapat berkembang di kalangan rakyat, dan diwariskan pula di kalangan rakyat."

Untuk itu pemerintah setempat rutin mengadakan kegiatan kebudayaan yang berciri khas etnis Hezhe dengan diikuti oleh rakyat setempat. Dalam kegiatan-kegiatan itu, angkatan tua dapat memperkenalkan musik, tarian, adat istiadat, dan bahasa etnis Hezhe kepada angkatan muda. Sekolah-sekolah setempat juga menyediakan mata pelajaran kebudayaan etnis Hezhe, agar anak-anak sekolah dapat mengetahui sejarah, kebudayaan, dan adat istiadat etnisnya. Para ahli waris kebudayaan etnis Hezhe juga mendapat tunjangan dana dari pemerintah.

Yang menggembirakan ialah, sejumlah pemuda yang mencintai kebudayaan etnis Hezhe kini semakin matang dan mampu memikul tugas pewarisan kebudayaan etnisnya.

Saudara pendengar, demikian tadi telah kami perkenalkan Yimakan sebagai kesenian khas etnis Hezhe di bagian timur laut Tiongkok. Terus nantikan acara kesayangan Anda ini pada pekan depan, yang tentunya terus menghadirkan laporan-laporan menarik lainnya, hanya untuk Anda.