Perkenalan tentang CRISiaran Bahasa Indonesia
China Radio International
Berita Tentang TK
Berita Internasional
Fokus Ekonomi TK
Kehidupan Sosial
Olahraga
Serba-serbi

KTT ASEAN

Kunjungan Hu Jintao Ke Lima Negara Asia dan Afrika

Kunjungan Jurnalis CRI ke Guangdong

Hu Jintao Hadiri KTT G-20 dan APEC serta Lawat ke 4 Negara

Olimpiade Beijing Tahun 2008
Indeks>>
(GMT+08:00) 2008-07-10 13:53:04    
Ahli Ekonomi: Tanggungjawab Setara Dalam Pengurangan Emisi Adalah Tak Masuk Akal

cri

Ketidaksepakatan yang muncul di antara para pemimpin negara maju dan negara berkembang mengenai target pengurangan emisi dalam konferensi khusus perubahan iklim yang diadakan di Jepang sebagai penutupan konferensi tahunan G8, para ekonom Tiongkok di sini mendukung pendirian negara-negara berkembang.

Mereka mengatakan bahwa keputusan itu adalah "tidak masuk akal" dan "tidak adil" bagi negara-negara berkembang untuk menerima tanggungjawab yang setara terhadap pengurangan target emisi yang ditetapkan oleh kekuatan-kekuatan industri G8.

Tantangan Bersama, Tanggungjawab Berbeda.

"Tidak dapat disangkal bahwa negara-negara maju menimbulkan lebih banyak emisi, tidak peduli di masa lalu atau di masa kini," ujar Gao Huiqing selaku Kepala Seksi Strategi Pembangunan di bawah Departemen Ramalan Cuaca dari Pusat Informasi Negara.

Sebuah laporan oleh panel interpemerintah pada Konferensi Perubahan Iklim PBB mengemukakan bahwa faktor utama di balik apa yang digambarkan sebagai perubahan iklim buatan manusia merupakan emisi gas rumah kaca yang melimpah dan tak terkendali dari negara-negara maju sejak 200 tahun lebih yang lalu saat mereka menikmati hasil industri dan pertumbuhan ekonomi.

Laporan itu digunakan sebagai dasar kerangka kerja PBB mengenai perubahan iklim yang menegakkan "prinsip tanggungjawab bersama yang berbeda" bagi negara-negara maju dan berkembang untuk menanggulangi perubahan iklim.

Zhang Yansheng, kepala Institut Penelitian untuk Kerjasama Ekonomi dan Perdagangan Luar Negeri di bawah Komisi Pembangunan Nasional dan Reformasi mengatakan bahwa negara-negara maju harusnya memikul tanggungjawab lebih besar untuk memotong tingkat emisi karena mereka mengkonsumsi lebih banyak energi dibandingkan negara-negara berkembang.

"Saat ini, pemakaian energi perkapita di Amerika Serikat (AS) adalah 10 kali lipat lebih banyak dibandingkan Tiongkok, dan pemakaian energi di Jepang adalah lima kali lipatnya Tiongkok," ujar Zhang.

Namun, ada seruan yang semakin meningkat dari negara maju yang menuntut negara-negara ekonomi berkembang untuk ikut memikul kewajiban mengurangi emisi.

"Fokus pada negara-negara berkembang seperti Tiongkok disertai dengan perkembangan pesat pada ekonomi-ekonomi ini dalam proses globalisasi," ujar Zhuang Jian, seorang ekonom senior Bank Pembangunan Asia cabang Beijing.

Di lain sisi, para ekonom setuju bahwa pemanasan global adalah tantangan dunia. Negara-negara kaya dan berkembang harus berbagi tanggungjawab dalam menanggulangi isu itu. Pendapat ini ikut mendukung pernyataan Hu JIntao di Toyako, Jepang.

"Sebagaimana dalam pertemuan ini, setiap negara merepresentasikan berbagai perbedaan pada tingkat kemajuan, tingkat perkembangan ilmu dan teknologi, dan situasi dalam negeri. Namun, upaya kita untuk melawan perubahan iklim harus dituntun oleh prinsip tanggungjawab bersama yang berbeda," ujar Hu Jntao.

Pertemuan itu dihadiri oleh para kepala negara dari Australia, Brasil, India, Indonesia, Meksiko, Afrika Selatan, dan Republik Korea, serta negara-negara G8.

Zhang juga menekankan bahwa negara-negara kaya dan berkembang harus diperlakukan berbeda mengenai target pengurangan emisi. "Tanggungjawab yang setara adalah tidak adil, karena hal itu nampaknya memberikan keringanan bagi negara-negara maju,"

Zhang menambahi bahwa negara-negara berkembang yang tertinggal di bidang teknologi dan manajemen, sebenarnya tidak mampu menjalani komitmen yang sama.

Menurut Zhang, perusahaan-perusahaan Tiongkok dapat kewalahan menanggung beban tugas memperkenalkan teknologi hijau untuk melindungi lingkungan dan menghemat energi, karena angka keuntungan mereka masih terbatas. Zhuang mengatakan target pengurangan emisi yang terlalu ketat dapat membebani "hak untuk membangun" bagi negara-negara berkembang.

Ia yakin ada jalan yang lebih rasional bagi negara-negara berkembang untuk berkontribusi dalam upaya pengurangan emisi yang dapat ditemukan dengan pendekatan yang lebih ramah lingkungan dalam industri mereka.

http://news.xinhuanet.com/english/2008-07/10/content_8519797.htm