Perkenalan tentang CRISiaran Bahasa Indonesia
China Radio International
Berita Tentang TK
Berita Internasional
Fokus Ekonomi TK
Kehidupan Sosial
Olahraga
Serba-serbi

KTT ASEAN

Kunjungan Hu Jintao Ke Lima Negara Asia dan Afrika

Kunjungan Jurnalis CRI ke Guangdong

Hu Jintao Hadiri KTT G-20 dan APEC serta Lawat ke 4 Negara

Olimpiade Beijing Tahun 2008
Indeks>>
(GMT+08:00) 2008-10-13 13:00:32    
Diterpa Badai Krisis Ekonomi Global, Tiongkok Tetap Berdiri Tegak.

cri

Sebagaimana krisis ekonomi saat ini menghiasi halaman utama berbagai surat kabar dan menjadi "headline news" dalam berbagai siaran berita televisi dan radio, maka krisis kredit properti Amerika Serikat yang didengung-dengungkan sebagai pemicu "tsunami finansial" juga menjadi salah satu "bintang" dalam Forum Ekonomi Davos Musim Panas 2008 yang baru ditutup akhir September lalu. Bagaimana tidak? Para pejabat Tiongkok maupun pejabat luar negeri lainnya, serta para pengusaha dan ahli ekonomi terus menerus menyoroti perkembangan masalah ini.

Namun, di tengah krisis ekonomi global, para peserta forum justru menyatakan sikap optimis terhadap perkembangan ekonomi Tiongkok. Nah, seperti apa sih kacamata masyarakat internasional memandang wajah perekonomian Tiongkok? Berikut laporannya!

Beberapa bulan belakangan ini, berbagai masalah yang mendera badan-badan ekonomi dunia telah membawa arus negatif bagi perkembangan ekonomi global. Tiongkok yang berupaya bergabung ke dalam ekonomi dunia juga tidak ketinggalan terkena imbas. Permintaan impor mitra dagang Tiongkok yang menurun dan pertumbuhan investasi Tiongkok yang melamban pasti berdampak negatif bagi perkembangan ekonomi dalam negeri.

Ancaman terhadap perkembangan ekonomi Tiongkok pun diakui oleh Mantan Wakil Ketua Komite Tetap Kongres Rakyat Nasional (KRN), Cheng Siwei, yang memperkirakan bahwa pertumbuhan ekonomi Tiongkok tahun ini hanya sebesar 10%.

"Melambannya ekonomi global akibat krisis moneter pasti akan mengurangi ekspor dan surplus perdagangan kami. Ekonomi kami didorong oleh investasi, konsumsi dalam negeri, dan surplus perdagangan. Tahun ini kami telah menerapkan kebijakan moneter ketat. Pertumbuhan investasi dikurangi dan tingkat konsumsi naik sedikit. Tetapi karena surplus perdagangan cenderung menurun, maka laju perkembangan ekonomi kami ikut melamban. Saya perkirakan, laju ekonomi Tiongkok tahun ini kira-kira 10%," ujar Cheng Siwei.

Namun Tiongkok tidak perlu terlalu mengkhawatirkan melambannya pertumbuhan ekonomi dalam negeri. Bagi Tiongkok yang telah berpengalaman mengubah metode perkembangan ekonomi dan mengatasi perkembangan ekonomi yang terlalu panas, serta meredakan tekanan inflasi, maka peristiwa melambannya ekonomi bukanlah sebuah hal yang sangat buruk. Ketua Dewan Administrasi dan Pengamatan Perbankan Tiongkok, Liu Mingkang mengatakan, "Menurut saya, prioritas utama Tiongkok saat ini adalah mutu pertumbuhan ekonomi, bukan laju ekonomi."

Para ahli ekonomi peserta Forum Davos Musim Panas 2008 menjelaskan, walaupun mengalami pertumbuhan ekonomi yang melamban, Tiongkok tetap bisa menghindari resiko menurunnya tingkat perekonomian dalam negerinya melalui pemberian dukungan terhadap upaya mandiri dan inovasi perusahaan domestik, meningkatkan teknologi dan nilai tambahan produk, serta mengubah struktur perdagangan dan meningkatkan konsumsi dalam negeri, sekaligus mendorong perusahaan domestik menanam modal di luar negeri.

CEO Bank Industri dan Komersial Tiongkok (ICBC), Jiang Jianqing yang memiliki rasa optimis tinggi terhadap prospek ekonomi Tiongkok, mengatakan, "Dilihat dari kondisi pasar ekonomi di sekeliling Tiongkok, langkah-langkah yang diambil pemerintah Tiongkok dalam mengendalikan inflasi adalah efektif. Menurut saya, pertumbuhan ekonomi Tiongkok tahun ini masih akan sangat baik, dan tingkat inflasi akan dapat ditekan."

Ketua Forum Ekonomi Dunia berpendapat, dalam beberapa tahun mendatang, ekonomi Tiongkok akan memelihara kecenderungan pertumbuhan yang kuat. "Saya merasa, meskipun ekonomi global saat ini melamban, namun Tiongkok tetap akan menjadi badan ekonomi yang laju pertumbuhannya paling cepat di dunia," ujarnya.

Sikap positif dan optimis terhadap ekonomi makro Tiongkok mendorong sejumlah pengusaha asing mengarahkan teropongnya kepada kepada pasar Tiongkok. Mereka menaruh harapan kepada Tiongkok agar dapat memberikan lebih banyak keuntungan kepada mereka di tengah krisis ekonomi global.

CEO Air Bus, Tom Enders menyatakan, salah satu strategi penting Air Bus di masa depan adalah mengintensifkan kerja sama dengan maskapai penerbangan Tiongkok.

"Kami berharap dapat meningkatkan kerja sama dengan Tiongkok yang memiliki pasar sangat besar. Dalam 20 atau 30 tahun mendatang, pasar Tiongkok akan menjadi sama penting dengan pasar AS dan Eropa. Skala kami di pasar AS nantinya juga akan diwujudkan di Tiongkok. Kami akan mencapai target kami dan mengintensifkan kerja sama dengan beberapa perusahaan penerbangan Tiongkok. Itulah strategi kami di masa depan," tandas Tom Enders.