Perkenalan tentang CRISiaran Bahasa Indonesia
China Radio International
Berita Tentang TK
Berita Internasional
Fokus Ekonomi TK
Kehidupan Sosial
Olahraga
Serba-serbi

KTT ASEAN

Kunjungan Hu Jintao Ke Lima Negara Asia dan Afrika

Kunjungan Jurnalis CRI ke Guangdong

Hu Jintao Hadiri KTT G-20 dan APEC serta Lawat ke 4 Negara

Olimpiade Beijing Tahun 2008
Indeks>>
(GMT+08:00) 2008-12-02 16:45:09    
Dari Fotografer Profesional di AS Beralih Jadi Dosen Universitas di Tiongkok

CRI

Joseph Barbarice, mantan fotografer profesional asal AS, belum lama ini banting setir menjadi seorang dosen di Universitas Pertanian Henan. Padahal, pekerjaannya dulu sebagai fotografer handal di sebuah majalah bergengsi internasional membawa dirinya bertemu dengan sederet selebriti terkenal dunia.

Sebut saja pemain basket NBA kebanggaan Tiongkok, Yao Ming dan si raksasa Shaquille O'niel, lalu pegolf legendaris Tiger Woods, serta boyband terkenal AS Back Street Boys, dan lain-lain. Sudah tidak terhitung berapa banyak wajah dari figur publik yang pernah terpotret oleh kameranya. Tidak habis pikir, di saat ia sedang berada di puncak karirnya, Barbarice malah memilih tinggal di Tiongkok dan beralih profesi menjadi guru.

"Saya suka pergi mengunjungi banyak negara dan yang paling saya sukai adalah Asia. Saya pernah ke Jepang, Vietnam, Thailand, dan Filipina. Yang terakhir adalah Tiongkok," kata Barbarice.

Ia menambahkan, bahwa sebelumnya ia pernah mengakses komunitas online masyarakat Tiongkok. Melalui percakapan online tersebut, ia merasakan persahabatan dan kegairahan mereka. Barbarice kemudian memutuskan menjual rumah dan mobil, dan berencana menetap di Tiongkok selama satu bulan untuk berburu foto.

Pada Agustus 2006, Joseph akhirnya tiba di Tiongkok. Di luar rencana dan juga diluar dugaan, ia memperpanjang waktunya di Tiongkok sampai empat bulan. Selama itu pula, ia mendapat pekerjaan di Universitas Pertanian Henan. Mana tahu, dari waktu empat bulan itu, Barbarice kebablasan sampai sekarang masih belum rela beranjak dari Tiongkok.

Semakin lama menetap di sini semakin membuat Barbarice tertarik pada daya pesona Tiongkok. Menurutnya, kebangkitan ekonomi memberi peluang bagi perkembangan Tiongkok, dan sikap ramah-tamah khas orang Tiongkok membuatnya betah tinggal di sini. Dan sampai sekarang, Barbarice belum berencana meninggalkan Tiongkok.

" Teman dan rekan saya baik sekali. Mereka sudah banyak membantu saya. Pada Hari Natal nanti, saya ingin memberikan apa saja yang bisa saya berikan sebagai sumbangan untuk keluarga yang membutuhkan bantuan, dengan demikian saya bisa berbagi sukacita dengan mereka di Hari Natal," ujar Barbarice.

Barbarice yang mengenal Keluarga Fen melalui rekannya, berencana melewatkan Malam Natal bersama dengan keluarga yang terdiri dari seorang kakek dan dua anak kecil ini di Desa Chaohua, Kota Xinmi, Propinsi Henan.

"Pertama kali bertemu dengan Xiao Lei, sikapnya sangat dingin. Belakangan saya baru tahu bahwa dulu ia adalah anak yang ceria. Penderitaan hidup telah mengubah dirinya. Hati saya tergerak untuk mengembalikan keceriaan itu," ungkap Barbarice sambil tersenyum.

Pada Hari Natal nanti, Barbarice akan membawa pakaian, barang kebutuhan sehari-hari, makanan, dan sejumlah uang. Sejak pertemuan pertamanya dengan Keluarga Fen, Barbarice setiap bulan rutin mengunjungi mereka.

Selain sering membantu anak-anak tidak mampu, Barbarice juga rutin mendonorkan darahnya. Kegiatan sosialnya itu menjadi contoh bagi para siswanya yang sekarang juga rajin mendonorkan darah. Atas sumbangan sosialnya bagi penduduk Henan, Barbarice diganjar Penghargaan Persahabatan Henan.

Profesi fotografer telah memberikan aneka warna dalam kehidupan pria yang memang menyukai tantangan. Hanya dalam waktu satu setengah tahun, ia telah berkelana ke hampir seluruh wilayah Tiongkok. Yang paling membuatnya tertarik ialah Tembok Raksasa Tiongkok yang dinobatkan sebagai salah satu keajaiban dunia.

Barbarice mengatakan, "Saat saya mendaki Tembok Raksasa, saya dapat merasakan nuansa kebudayaan dan sejarah Tiongkok yang mengagumkan. Pemandangan di sana juga luar biasa indah." Selain keindahan alam dan kebudayaan tradisional Tiongkok, Barbarice juga tertarik pada adat-istiadat etnis minoritas Tiongkok.

"Saya pernah menghadiri upacara pernikahan khas etnis Yao di Guilin. Seorang gadis yang wajahnya ditutup datang ke hadapan saya dan dengan suara yang merdu ia menyanyikan suatu nyanyian tradisional. Acara itu sungguh mengesankan," ujar Barbarice terkenang pada momen itu.