Perkenalan tentang CRISiaran Bahasa Indonesia
China Radio International
Berita Tentang TK
Berita Internasional
Fokus Ekonomi TK
Kehidupan Sosial
Olahraga
Serba-serbi

KTT ASEAN

Kunjungan Hu Jintao Ke Lima Negara Asia dan Afrika

Kunjungan Jurnalis CRI ke Guangdong

Hu Jintao Hadiri KTT G-20 dan APEC serta Lawat ke 4 Negara

Olimpiade Beijing Tahun 2008
Indeks>>
(GMT+08:00) 2008-12-08 14:46:37    
Dua Generasi Saksi Kebangkitan Pendidikan Nasional Tiongkok.

CRI

Kebijakan reformasi dan keterbukaan yang mengubah wajah Tiongkok telah dimulai sejak 30 tahun lalu. Namun bagi mereka yang hidup di zaman itu, sinyal reformasi sosial sebenarnya sudah dirasakan lebih awal.

Pada akhir tahun 1977, sekitar 5.7 juta orang mengikuti ujian masuk sebuah universitas yang telah ditutup selama 10 tahun. Inilah salah satu sinyal pertama reformasi di Tiongkok.

Di Yangzhou, Propinsi Jiangsu ada sebuah keluarga yang bermarga Wang. Sepuluh orang dalam keluarga tersebut termasuk orang yang beruntung karena telah mencicipi perubahan reformasi pendidikan Tiongkok.

Lima bersaudara Wang adalah generasi pertama dalam keluarga itu yang lulus perguruan tinggi, dan generasi berikutnya merampungkan pendidikan mereka hingga ke jenjang pascasarjana. Di jaman sekarang, orang yang mempunyai pendidikan setinggi ini gampang ditemukan di kota-kota Tiongkok.

Karena pengaturan kebijakan pendidikan Tiongkok, nasib lima bersaudara Wang pun berubah. Wang Xiaomin sekarang berusia 50 tahun lebih. Ia mengatakan bahwa dirinya setuju dengan pepatah "Ilmu pengetahuan mengubah nasib hidup."

"Ilmu pengetahuan dapat mengubah nasib. Saudara-saudara saya sempat kehilangan kesempatan bersekolah. Seiring dengan reformasi dan keterbukaan, kedua kakak saya akhirnya dapat menempuh pendidikan perguruan tinggi. Sekarang mereka bekerja sebagai pegawai negeri," ujar Wang bangga.

Ia menambahkan, "Sedangkan kakak perempuanku yang lain menjabat sebagai direktur umum sebuah perusahaan. Saya dan kakak perempuan yang satu lagi berprofesi sebagai dokter. Berkat pendidikan, kami mempunyai peluang dan wadah untuk berjuang dan mengembangkan diri."

Pada tahun 1977, lima besaudara Wang ada yang bekerja di pabrik, ada pula yang masuk militer. Ketika mereka diijinkan untuk menerima pendidikan dan mengikuti ujian negara, nasib banyak orang, termasuk Wang Xiaomin berubah total.

"Saya mengikuti ujian pada tahun 1977, dan segera diterima di Universitas Kedokteran Nanjing, Pada Maret 1978, saya segera memulai kuliah saya. Beberapa tahun kemudian, saudara-saudara saya juga diterima di universtias lain," kata Wang.

10 bulan setelah Wang Xiaomin mengikuti ujian, Tiongkok memasuki era baru. Para pemimpin Tiongkok mulai memprioritaskan bidang pendidikan, dan rencana "Membangkitkan negara dengan ilmu pengetahuan, teknologi, dan pendidikan."

Anak-anak muda dari generasi demi generasi telah menuai manfaat dari kebijakan tersebut. Hu Mingbao, keponakan Wang Xiaomin berusia sama dengan usia kebijakan reformasi dan keterbukaan. Sembari mengajar di perguruan tinggi, Hu Minbao juga menempuh pendidikan S3. Menurutnya, sistem pendidikan Tiongkok telah stabil dan semakin sistematis.

"Sistem pendidikan di Tiongkok telah mantap, sehingga kami dapat belajar secara normal dan sistematis tanpa adanya gangguan apapun. Sistem pendidikan dimulai dari taman kanak-kanak, sekolah dasar, sekolah menengah, hingga perguruan tinggi," ujar Hu.

Beberapa tahun terakhir ini, pemerintah Tiongkok juga mementingkan pendidikan ketrampilan dan memperluas pendidikan kejuruan yang berorientasi sosial. Du Ping, seorang etnis Sichuan yang bekerja di Beijing adalah lulusan pendidikan kejuruan.

Anak perempuan Du Ping, Du Jingfang juga adalah lulusan sekolah kejuruan dua tahun lalu. Jurusannya adalah layanan penerbangan, dan sekarang ia bekerja di Biro Bisnis Beijing. Keluarga mereka merasa bangga pada Du Jingfang.

"Saya merasa kuliah di universitas bukanlah satu-satunya jalan keluar. Berdasarkan minat masing-masing, setiap orang dapat mengembangkan ketrampilan masing-masing. Saya ingin mempunyai pengalaman bekerja dulu, dan mungkin suatu hari nanti saya akan bersekolah lagi supaya dapat mencoba pekerjaan lain," tutur Du.

"Saya lahir pada tahun 1960-an, dan penyesalanku yang terdalam ialah tidak menerima pendidikan yang baik. Setelah tamat dari sekolah menengah, saya langsung bekerja di Beijing. Saya bertekad, anak saya nanti harus bersekolah, karena pendidikan adalah sangat penting," ujar Du.

Du Ping mengatakan, karena kebijakan negara yang tepat, banyak biaya pendidikan disubsidi oleh pemerintah, sehingga anaknya sekarang dapat menikmati hak memperoleh pendidikan yang sama dengan penduduk Beijing.