Perkenalan tentang CRISiaran Bahasa Indonesia
China Radio International
Berita Tentang TK
Berita Internasional
Fokus Ekonomi TK
Kehidupan Sosial
Olahraga
Serba-serbi

KTT ASEAN

Kunjungan Hu Jintao Ke Lima Negara Asia dan Afrika

Kunjungan Jurnalis CRI ke Guangdong

Hu Jintao Hadiri KTT G-20 dan APEC serta Lawat ke 4 Negara

Olimpiade Beijing Tahun 2008
Indeks>>
(GMT+08:00) 2009-03-26 14:28:36    
Liu Yong, Penyair Dinasti Song Utara

CRI

Pada seribu tahun yang lalu, yakni masa Dinasti Song Utara (960-1127) Tiongkok, hiduplah seorang penyair yang terkemuka dalam sejarah Tiongkok, namanya Liu Yong. Liu Yong adalah penyair profesional pertama pada Dinasti Song. Karyanya banyak yang tersebar sampai sekarang, sehingga meninggalkan pengaruh mendalam bagi perkembangan puisi Tiongkok. Berikut mari kita kenal Liu Yong secara lebih dekat.

Liu Yong dilahirkan di sebuah keluarga pejabat. Ayah, paman, abang dan keponakannya, semuanya meniti karir pejabat setelah lulus ujian negara. Sama dengan mereka, Liu Yong pun jauh-jauh sebelumnya mengikuti ujian negara, namun sayang dia gagal lulus ujian untuk dua kali berturut-turut. Liu Yong yang berwatak agak sombong merasa sangat terpukul, dan menulis sebuah puisi yang menyindir sistem ujian negara waktu itu. Puisi itu antara lain berbunyi: Lebih baik minum arak daripada berjabatan. Akan tetapi, di luar dugaannya, puisi yang berisi demikian kemudian tersebar luas ke masyarakat, sampai kaisar waktu itu pun ketahui adanya puisi itu. Sang kaisar Dinasti Song selalu menganggap dirinya orang yang menghormati orang berbakat, dan tentu tidak senang setelah membaca puisi Liu Yong tersebut. Suatu peristiwa, Liu Yong ikuti lagi ujian negara. Setelah ujian berakhir, sang kaisar khusus memilih kertas ujian Liu Yong, dan menulis kata-kata sebagai berikut: "Lebih baik minumlah arak, tak usah berjabatan". Setelah itu, Liu Yong pun terputus ilusinya untuk meniti karir sebagai pejabat.

Sejak itulah, untuk mencari naskah hidup, Liu Yong mengambil keputusan untuk khusus menulis syair nyanyian guna dijual kepada para pelacur di rumah mesum. Biarpun penghasilannya sedikit, namun Liu Yong bersikap optimistis, dan dengan sinis mengatakan bahwa, ia menulis syair bagi pelacur atas titah sang kaisar.

Hingga saat ini, masih tersebar kurang lebih 200 lebih puisi karya Liu Yong. Puisinya kebanyakan bernuansa liris dan kalimatnya halus sekali. Puisinya mudah dimengerti, sehingga tersebar luas. Konon di tempat mana pun asal ada sumur air, pasti terdengar puisinya. Dengan kata-kata yang halus, Liu Yong menulis banyak syair yang melukiskan perasaan sedih saat berpisah dengan sahabat dan famili.

Dengan bakat yang luar biasa, Liu Yong berangsur-angsur menjadi sangat populer di antara para pelacur di Kaifeng, ibu kota Dinasti Song waktu itu. Mereka semuanya merasa bangga apabila berkenalan dengan Liu Yong. Karena selalu hidup di antara kaum wanita, Liu Yong pandai sekali menulis puisi tentang kehidupan gadis dan asmara kaum wanita.

Liu Yong yang tidak menikah selalu menempuh kehidupan yang sederhana dan romantis bersama dengan para pelacur. Akhirnya ia pun wafat di rumah mesum, dan dimakam oleh para pelacur.

Saudara pendengar, berikut kami perkenalkan sastrawan Ouyang Xiu yang juga hidup pada masa Dinasti Song Utara.

Ouyang Xiu meniti karir sebagai pejabat pada usia 23 tahun setelah lulus ujian negara. Ketika berjabatan tinggi, ia sering mengkritik pemerintah dengan terus terang, sehingga berkali-kali diberhentikan jabatan. Dalam sebuah prosanya yang berjudul Zuiweng Tingji, Ouyang Xiu melukiskan pandangan alam yang indah permai dan rasa gembira ketika berjabatan sebagai bupati Kabupaten Chuzhou Provinsi Anhui bagian timur Tiongkok. Dalam prosa itu, Ouyang Xiu melukiskan seorang lansia yang minum arak sampai mabuk. Menurut Ouyang Xiu, si lansia mabuk bukan karena arak, melainkan pemandangan indah sungai dan gunung.

Ouyang Xiu seumur hidup menulis 500 lebih prosa. Ia menulis pula banyak puisi yang mencerminkan kesengsaraan rakyat, dan membelejeti kebobrokan sosial waktu itu.

Saudara pendengar, demikian tadi telah kami perkenalkan dua sastrawan masa Dinasti Song Utara sebagai pengisi Ruangan Kebudayaan kali ini. Sampai di sini dulu perjumpaan kita hari ini. Jangan lewatkan Ruangan Kebudayaan pekan depan yang tentunya akan menghadirkan berbagai laporan menarik yang khusus dipersembahkan hanya untuk Anda. Karena itu, tetaplah bersama CRI bahasa Indonesia. Saya Xishan, mohon pamit dulu.