Impian mengulang sejarah perolehan medali emas dari nomor tunggal putra dalam Olimpiade Beijing buyar sudah, setelah dalam babak pertandingan perempat final kemarin (14/8) Sony Dwi Kuncoro takluk pada pemain unggulan Malaysia, Lee Chong Wei langsung dalam dua set pertandingan 9-21, 11-21 hanya dalam waktu 31 menit.
Sejak awal pertandingan, Chong Wei nampak telah memegang kendali permainan dan Sony mengalami kesulitan untuk keluar dari gaya permainan Chong Wei yang berkali-kali melakukan permainan netting. Selain itu, nampak jelas sekali bahwa Chong Wei mampu membaca setiap gerakan Sony dalam pertandingan tersebut, dan sebaliknya Sony beberapa kali gagal mengantisipasi pukulan bola Chong Wei yang menurutnya susah ditebak arah pukulannya.
Ketua Umum PB PBSI, Sutiyoso mengungkapkan kekecewaannya atas kegagalan Sony. Menurutnya, dalam pertandingan itu Sony tidak tampil maksimal. Ia menyayangkan Sony yang menurutnya tidak mampu keluar dari tekanan dan kendali lawannya." Dia sering sulit keluar dari tekanan lawan, dia ranking dua (Chong Wei), dan dia rangking enam (Sony), itu tidak jauh. Artinya dia bisa juga kalahkan Chongwei dan dia tidak mampu merubah permainannya. Sudah jelas Chong Wei bagus sekali main net, tapi dia layanin main net terus."
Sementara itu, kabar baik dari dua pasang ganda campuran Nova Widianto/ Lilyana Natsir dan Flandy Limpele/Vita Marissa. Kemarin siang, Nova/Lily berhasil menundukkan pasangan ganda Thailand, Sudket Prapakamol dan Saralee Thoungthongkam dengan kemenangan dua set langsung, 21-13, 21-19.
Nova/Lily sejak awal pertandingan sudah mengajak lawannya bermain dalam tempo cepat. Hantaman-hantaman smash tajam Nova, dan pukulan cepat dan keras dari Lily yang terus berjaga di depan net membuat pasangan ini terus unggul atas pasangan Thailand.
Pada set ke-dua, emosi Sudket yang mulai terpancing juga membalas pukulan bola Nova/Lily dengan serangkaian smash tajam yang mampu dikembalikan oleh ganda campuran Indonesia ini. Saat kedudukan mulai 18-15, Nova/ Lily nampak mengendur dengan melakukan beberapa kali kesalahan yang tak perlu. Dan pasangan Thailand kemudian mulai mengejar hingga kedudukan menjadi 20-18.
Situasi semakin tegang dan menggemaskan bagi para supporter Indonesia yang sudah tak sabar menantikan kemenangan Indonesia setelah sebelumnya mereka menyaksikan tunggal putra Indonesia kalah dari Malaysia. Tiba-tiba terdengar teriakan keras, "Tinggal satu lagi!". Dan saat itu, Nova mengakhiri pertandingan dengan smes kerasnya terhadap servis Sudket yang tak mampu dikembalikan oleh pemain Thailand itu.
Sementara itu, perjuangan pasangan Flandy/Vita kemarin malam juga tak kalah seru dalam melawan pasangan Denmark, Kamilla Rytter Juhl/Thomas Laybourn dalam tiga set pertandingan dengan hasil 21-17 15-21 21-17.
Teriakan supporter Denmark di lapangan tidak mengusik ketenangan Flandy/Vita. Walaupun kalah pada set ke-dua, Flandy/Vita kembali bangkit mengendalikan tempo permainan pada set ke-tiga. Selain itu, Laybourn yang emosional dan ceroboh dalam pukulan-pukulan smeshnya ikut menyumbang angka bagi pasangan Indonesia.
Sementara itu, hari ini Indonesia memperoleh satu kemenangan dan satu kekalahan. Ganda terkuat dunia asal Indonesia, Markis Kido/Hendra Setiawan pagi ini berhasil maju ke final bulu tangkis Olimpiade Beijing setelah berhasil menundukkan harapan terakhir Denmark, Jonas Rasmussen/Lars Paaske dalam dua set pertandingan langsung 21-19, 21-17. Sedangkan langkah Maria Kristin harus berhenti di babak semifinal setelah dikalahkan pemain asal Tiongkok Zhang Nin dalam dua set pertandingan, 21-15 dan 21-15.
Dengan begitu, pada Olimpiade Beijing ini, Indonesia menumpukan harapannya meraih medali emas hanya pada nomor ganda putra dan ganda campuran.
Sejak era Susi Susanti dan Alan Budikusuma pada Olimpiade Barcelona, Indonesia tidak pernah kembali mendulang dua medali emas. Paling-paling hanya satu medali emas yang digondol pulang ke tanah air seperti pada Olimpiade Sydney dan Olimpiade Athena lalu. Menurut Sutiyoso, kendala utama yang menghambat kemajuan berbagai cabang olahraga di Indonesia adalah tidak adanya dukungan dari pemerintah yang akhirnya membuat persatuan setiap cabang olahraga itu bergantung pada ketua umumnya. Atas alasan itu pula Sutiyoso memutuskan tidak akan lagi meneruskan jabatannya sebagai ketua umum PB PBSI.
"Sementara di Indonesia, kemajuan olahraga apa pun itu termasuk bulutangkis selalu bersandar pada ketua umumnya, karena pemerintah tidak pernah memberikan biaya yang cukup, budget yang cukup. Jadi kaya kita ini selalu cari sendiri, kaya saya kan cari sendiri. Itu yang berat. Karena itu saya tidak mau lagi menjadi ketua bulutangkis Indonesia setelah ini. Setelah Olimpiade ini adalah terakhir saya, setelah itu kita akan memilih ketua atau presiden bulutangkis Indonesia yang baru," ungkap Sutiyoso.
Salah satu faktor penting dalam meningkatkan prestasi olahraga adalah regenerasi. Dan Sutiyoso menilai bahwa di Tiongkok pembinaan bibit-bibit unggul sangat aktif dilakukan. Saat pebulutangkis nomor satu Tiongkok Lin Dan terpaksa undur karena dimakan umur, Sutiyoso yakin bahwa Tiongkok sudah mempersiapkan penerus Lin Dan, sehingga kekuatan bulutangkis Tiongkok dapat terus terpelihara. Karena itu, Sutiyoso sangat menyayangkan sikap pemerintah yang kurang menaruh perhatian pada masalah regenerasi atlet.
Namun, beberapa tahun terakhir ini, sejumlah klub-klub olahraga di Indonesia sudah mengadakan sejumlah program yang digalakkan untuk membina bibit-bibit unggul. Selain itu, diadakan pula kompetisi-kompetisi dalam negeri untuk membangkitkan kecintaan masyarakat terhadap olahraga.
"Kecuali Kristin ini masih ada Pia, masih ada Firda. Lapisan keduanya. Ini yang mau kita genjot terus. Saya rasa dengan metode baru yang kita kembangkan, mereka juga akan bisa mengikuti permainan Kristin. Jadi sekarang usia dini kita galakkan," ujar Sutiyoso.
Ia menambahkan pula, "Program lewat klub dan lalu kita ada kompetisi yang rutin dan itu diikuti oleh seribu lebih anak-anak. Kalau ada kompetisi susu Milo yang menjadi sponsornya, itu sampai ada 1500 orang yang berpartisipasi. Jadi sebenarnya Indonesia itu penggemar bulutangkisnya banyak. Kalau pemerintah peduli membuat lapangan yang cukup, juga mau membiayai, saya rasa kita juga bisa menandingi China."
Cabang olahraga bulutangkis selalu menjadi andalan Indonesia untuk meraih medali emas. Karena itulah bobot tanggungjawab yang diemban Sutiyoso sebagai ketua PB PBSI maupun para atlet bulutangkis tidaklah ringan. Namun begitu, Sutiyoso menghimbau agar atlet-atlet bulutangkis Indonesia tetap percaya diri mampu mempertahankan tradisi emas dalam Olimpiade Beijing.
"Olimpiade itu akhir-akhir ini, selang sekian tahun ini memang mempunyai tradisi emas. Dan tradisi emas itu selalu dari bulutangkis. Jadi itu beban yang berat untuk pengurus PBSI maupun para pemain bulutangkis Indonesia, karena dapat beban harus dapat emas. Jadi kalau kita gagal, orang marah semua, kalau kita berhasil dapatkan emas, itu dianggap biasa. Itu beratnya di bulutangkis kan itu. Namun, anak-anak (tim bulutangkis) saya minta untuk tetap percaya diri. Bahwa tradisi emas itu bisa kita lakukan pada Olimpiade Beijing ini," tandas Sutiyoso mantap.
Dan apakah tim bulutangkis Indonesia mampu kembali mendulang emas di Olimpiade Beijing ini, kita tunggu saja tanggal mainnya pada babak final
Olimpiade Beijing nanti.
Oleh: Jenlien Pangestoe
|