Hari ini, tanggal 24 November 2014 adalah batas waktu terakhir dicapainya persetujuan penyelesaian menyeluruh yang ditetapkan berbagai pihak peserta perundingan masalah nuklir Iran. Pembicaraan putaran kali ini yang diadakan di Wina mulai diadakan pada tanggal 18 November lalu dan selama beberapa hari ini wakil enam negara masalah nuklir Iran dan perunding Iran telah mengadakan konsultasi intensif.
Perundingan yang dimulai tanggal 18 lalu dianggap sebagai perundingan putaran terakhir sebelum batas waktu yang ditetapkan. Meski demikian, dilihat dari keadaan perundingan beberapa putaran sebelumnya, berbagai pihak tidak optimis sejak awal. Perundingan selama beberapa hari ini juga telah membuktikan keraguan mereka.
Perselisihan berbagai pihak terutama terpusat pada dua masalah. Pertama, seberapa kukuh Iran mempertahankan kemampuan nuklirnya; dan kedua, kapan negara-negara Barat dan masyarakat internasional akan menghapuskan sanksi terhadap Iran.
Terhadap AS dan mitranya, persetujuan yang dirancang harus meliputi isi sebagai berikut, yaitu menetapkan lingkup pemeriksaan terhadap rencana nuklir Iran; meningkatkan pemeriksaan internasional agar dapat mencegah ujicoba senjata nuklir Iran yang mungkin terjadi tepat pada waktunya. Menurut kapasitas produksi Iran saat ini, Iran dapat memproduksi cukup banyak uranium yang diperkaya dan dapat digunakan untuk memproduksi senjata nuklir dalam waktu dua hingga tiga bulan. Oleh karena itu, Iran tidak boleh menambah lagi senterifutor sementara harus membatasi cadangan uranium yang diperkaya secara ketat. Selain itu, produksi plutonium untuk produksi senjata di reaktor air berat Arak yang tengah dibangun Iran perlu dicegah agar tidak memungkinkan Iran untuk memproduksi senjata nuklir secara diam-diam.
Iran berargumen bahwa hak untuk memanfaatkan tenaga nuklir untuk tujuan damai harus dilindungi dan Iran harus diperbolehkan mempertahankan kemampuan pengayaan uranium untuk tujuan sipil, sementara sanksi terhadap Iran dihapuskan sesegera mungkin.
Meski menghadapi banyak kesulitan, frekwensi perundingan menunjukkan bahwa berbagai pihak memiliki keinginan politik yang merupakan dasar penting kelangsungan perundingan. Walau demikian, kenyataannya perundingan tetap menghadapi kesulitan. Pengertian bersama secara substansial mudah dicapai, namun negosiasi kerap menghadapi jalan buntu. Selain itu, baik AS maupun Iran menghadapi tekanan besar di dalam negerinya pada masalah nuklir Iran. Tekanan tersebut mungkin dapat mendorong perundingan, atau bahkan menghambat perundingan. Jalan perundingan masalah nuklir Iran ke depannya masih akan menghadapi banyak kesulitan.