Bank Sentral Rusia (RCB) dini hari kemarin (16/12) mengumumkan secara darurat untuk menaikkan suku bunga acuan dari 10,5 persen hingga 17 persen setelah kurs ruble Rusia turun 13 poin terhadap dolar AS pada Senin lalu (15/12). RCB berharap melalui penaikan suku bunga ini akan dapat mencegah anjiloknya ruble.
Sejak tahun ini, ruble Rusia telah menurun 50 persen, dan telah menjadi mata uang dengan skala penurunan paling besar di dunia. Mengingat penurunan harga minyak, serta cadangan internasional Rusia yang berada pada posisi terendah dalam 5 tahun belakangan ini, maka, kecenderungan menurunnya ruble Rusia sulit berubah.
Tidak hanya itu, tindakan yang dilakukan pemerintah Rusia ditanggapi dingin. RCB pernah lima kali menaikkan suku bunga pada bulan Maret, April, Juli, Oktober dan Desember, namun tetap tidak dapat mencegah keluarnya modal ke luar negeri, juga tidak bisa menghentikan inflasi. Selain itu, RCB mengucurkan cadangan devisa sebanyak 80 miliar dolar AS untuk membeli ruble. Sayangnya, tetap tidak bisa menghentikan menurunnya kurs mata uang Rusia tersebut.
Sementara itu, tindakan penanganan mata uang dengan cara penaikan suku bunga menimbulkan dampak serius, khususnya menaikkan biaya pendanaan perusahaan. Sejumlah ekonom berpendapat, tindakan yang diambil RCB ini tidak mampu menyelamatkan Ruble, namun hanya akan semakin menggerus ekonomi Rusia.