Pasar saham global baru-baru ini terus mengalami pergolakan. Sejumlah media Barat menyalahkan Tiongkok dan menganggap bahwa bertambah besarnya tekanan depresi ekonomi Tiongkok mengundang kekhawatiran investor dan mungkin akan muncul krisis moneter putaran baru emerging market bahkan memperlamban pertumbuhan ekonomi dunia. Akan tetapi, beberapa pasar negeri asing menunjukkan, tak boleh menyalahkan Tiongkok karena pergolakan pasar moneter global.
Direktur Pusat Kebijakan Eropa Thinktank Brusel Daniel Gros menunjukkan, sebab fundamental dipergawatnya pergolakan pasar moneter global ialah terus melesunya ekonomi dunia dan tak boleh menyalahkan diperlambannya pertumbuhan ekonomi Tiongkok. Ia menyatakan, ekonomi global kini melesu. Meski Eropa dan AS telah merealisasi laju pertumbuhan yang menengah dan rendah, tapi momentumnya tidak kuat. Sementara itu, meski ekonomi Tiongkok berada pada tahap sulit peralihan dari restrukturisasi ke transformasi dan eskalasi, ekonominya tetap memelihara pertumbuhan pesat. Prospek pertumbuhan ekonomi jangka menengah dan panjang tetap baik.
Pusat Konsultasi Asia dan Argentina Gustavo Girado mengatakan, kurang baiknya data ekonomi Tiongkok hanya merupakan salahsatu faktor pergolakan pasar saham global putaran kali ini dan sebab utama dan latar belakangnya ialah penyesuaian kembali ekonomi dunia dewasa ini, termasuk berlanjutnya krisis hutan Yunani, resesinya ekonomi Uni Eropa serta prediksi penaikan sukubunga Cadangan Federal yang mengakibatkan mengalirnya modal dari emerging market.
Majalah The Economist Inggeris berpendapat, argumentasi mengenai Tiongkok menimbulkan krisis moneter emerging market itu tidak beralasan dan opini tentang krisis moneter global ditimbulkan oleh Tiongkok itu lebih-lebih tidak masuk akal.
Direktur Pusat Geo-ekonomi dan Strategi Institut Penelitian Strategis Internasional Inggeris Sanjaya Baru mengatakan, dilihat dari jangka panjang, ekonomi Tiongkok akan terus bertumbuh. Para investor khawatir terhadap prospek ekonomi Tiongkok karena kurang mengenal maksud kebijakan Tiongkok, ditambah opini Barat terus memberitakan diperlambannya ekonomi Tiongkok.