PM Jepang Shinzo Abe hari Senin (25/09) mengumumkan bahwa dirinya akan mengadakan sidang parleman sementara pada 28 September mendatang, hingga saat itu tiba, Abe akan membubarkan Majelis Rendah dan memajukan jadwal Pemilu.
Dalam jumpa pers kemarin, Shinzo Abe menyatakan bahwa jika ingin bersama rakyat mengatasi 'kesulitan negara', maka harus mendengar suara rakyat, pembubaran Majelis Rendah kali ini merupakan 'pembubaran untuk melepaskan negara dari kesulitan'. Dia mengatakan, hendaknya mendengar pendapat rakyat pada sejumlah masalah, misalnya mengenai cara penggunaan tambahan pajak baru setelah dinaikkannya pajak konsumsi dan bagaimana menghadapi situasi di Semenanjung Korea.
Namun, pernyataan Shinzo Abe tersebut tidak sama dengan opini publik Jepang. Banyak media dan pakar menunjukkan bahwa pembubaran Majelis Rendah dan dimajukannya jadwal Pemilu sebenarnya menyimpan maksud lain.
Selama Juni dan Juli lalu, skandal Moritomo Gakuan dan Kake Gakuan mengakibatkan tingkat dukungan kabinet Shinzo Abe anjlok 30 persen. Hasil pemeriksaan mengenai dua skandal tersebut diperkirakan akan diumumkan pada Oktober mendatang. Banyak media Jepang menunjukkan, Shinzo Abe memilih mengadakan sidang sementara dan membubarkan Majelis Rendah, justru untuk mencegah partai oposisi mengusut skandalnya.
Selain itu, salah satu tujuan Shinzo Abe memajukan Pemilu juga adalah untuk mencuri kesempatan di saat partai oposisi belum siap.
Mengenai hasil pemilihan, Shinzo Abe dalam jumpa pers mengatakan bahwa syarat untuk memenangkan Pemilu kali ini ialah memperoleh separuh lebih kursi untuk koalisi Partai Demokrat Liberal dan Partai Komeito Baru. Analis berpendapat, karena revisi Konstitusi perlu memperoleh lebih dari 2/3 kursi, maka dilihat dari sikap Shinzo Abe, target utamanya ialah mempertahankan kekuasaan, bukan untuk merevisi Konstitusi.