Semakin Banyak Perusahaan AS Berniat Bekerja Sama Dengan Tiongkok Ketika Gedung Putih Mengangkat Tinggi Pentung Perang Dagang

2018-07-12 10:59:25  CRI

Perang dagang antara Tiongkok dan AS sudah meletus hampir satu pekan, keadaan baru bermunculan berturut-turut.

Pada Selasa (10/7) malam, Kantor Perwakilan Perdagangan AS mengumumkan daftar pemungutan bea masuk setinggi 10% terhadap produk Tiongkok tambahan senilai US$ 200 miliar dengan alasan “Tiongkok mengambil langkah balasan dan belum dapat mengubah perbuatan perdagangan tertentu”. Mengenai hal itu, Kementerian Perdagangan Tiongkok menyatakan, perbuatan pihak AS dengan cara pengumuman cepat daftar bea masuk adalah tak dapat diterima sama sekali, untuk memelihara kepentingan inti negara dan kepentingan pokok rakyat, pemerintah Tiongkok bertindak seperti dulu terpaksa mengambil langkah balasan.

Dari US$ 50 miliar sampai US$ 200 miliar, kalau daftar pemungutan bea masuk yang diluncurkan oleh pihak AS diterapkan semuanya, maka berarti menutup pintu terhadap lebih dari separo produk Tiongkok yang diekspor ke AS. Menurut statistik Bea Cukai Tiongkok, pada tahun 2017, barang yang diekspor Tiongkok ke AS sejumlah US$ 429,8 miliar, kalau konsumen Amerika bersedia membeli produk Tiongkok yang tercantum dalam daftar, maka perlu membayar lagi uang sedikitnya 10%. Namun, apakah pemerintah Donald Trump yang sangat paham atas “seni perdagangan” dan bersikeras untuk “menang sendiri” mempunyai kekuatannya untuk “musnah bersama”? Kalau sungguh berbuat demikian, bagaimana Trump dapat mewujudkan impian “AS bangkit besar sekali lagi”? Oleh karena itu, Gedung Putih melontarkan daftar pemungutan tarif masuk senilai US$ 200 miliar, tujuannya ialah memberi tekanan semaksimal, memaksa Tiongkok untuk mencabut langkah pembalasan dan berkompromi. Pada kenyataannya, daftar tersebut masih perlu mendengar pendapat umum yang akan berlangsung selama dua bulan lebih, selama itu terdapat pula berbagai ketidakpastian.

Tak peduli bagaimanapun, dalam masalah terkait kepentingan inti negara dan kepentingan pokok rakyat, negara manapun yang berdaulat tidak akan mengalah. Maka, Tiongkok pasti akan mengambil langkah balasan dan akan melayani perang dagang sampai terakhir. Yang perlu diperhatikan ialah, sejalan dengan bermunculannya akibat buruk “terorisme perdagangan” Gedung Putih, semakin banyak perusahaan AS dan warganya berpartisipasi dalam “front anti terorisme”. Belakangan ini, sebagian politikus dan pengusaha berniat untuk mengadakan kerja sama jangka panjang dengan Tiongkok.

Tesla sebagai perusahaan otomotif listrik dan energi terkenal Amerika menandatangani persetujuan investasi dengan kota Shanghai mengenai program kendaraan tenaga listrik, secara resmi membuka pabrik di Tiongkok, berencana menghasilkan 500 ribu kendaraan setiap tahun, secepatnya pembangunan pabrik akan dimulai awal tahun depan. Kemarin, Walikota Chicago AS Rahm Emanuel memimpin delegasi ekonomi dan perdagangan menuju Beijing untuk menandatangani Rencana Kerja Sama Industri Titik Berat Lima Tahun 2018-2023, memutuskan untuk meningkatkan kerja sama di bidang-bidang pengobatan, kesehatan, manufaktur, teknologi inovasi, moneter, pertanian dan bahan makanan.

Di satu pihak, Gedung Putih terus membangun pagar defensif terhadap produk Tiongkok, sehingga konsumen domestik harus membayar uang lebih banyak, di pihak lainnya perusahaan AS mengusahakan kerja sama jangka panjang dengan Tiongkok, hal itu mencerminkan bahwa walau Gedung Putih menggalakkan proteksionisme perdagangan, namun pemerintah daerah dan perusahaan AS malah menentang proteksionisme perdagangan dengan tindakan praktis, dengan mengutarakan keyakinannya terhadap pasar Tiongkok.

赵颖