Brexit, Siasat dan Manuver di Balik Politik

2019-03-22 10:40:55  

Pemerintah Inggris hari Rabu (20/3) resmi mengajukan permohonan kepada Uni Eropa agar menangguhkan jadwal keluarnya Inggris dari Uni Eropa sampai ke tanggal 30 Juni mendatang. Perdana Menteri Inggris Theresa May menyatakan, ini adalah terakhir ia menangguhkan jadwal Brexit sebagai Perdana Menteri. Ia meminta Parlemen siap untuk melakukan pemungutan suara putaran baru tentang perjanjian Brexit. Akan tetapi, dilihat dari keadaan saat ini, tipis kemungkinannya Parlemen Inggris mengesahkan perjanjian Brexit yang direvisi oleh Theresa May.

Sebabnya tidak rumit. Antara dua golongan parpol di Parlemen, bahkan di internal kedua partai yakni Partai Konservatif dan Partai Buruh, terdapat pertarungan yang sengit, dan tampaknya masalah keluarnya Inggris dari Uni Eropa sudah digunakan masing-masing pihak sebagai senjata politiknya.

Masyarakat Inggris sudah lama terjerumus dalam perdebatan tak berhenti tentang tepat atau salahnya Brexit sejak diadakan referendum. Masalah hard Brexit atau soft Brexit juga adalah salah satu perdebatan sengit di berbagai kalangan masyarakat. Dua tahun sudah berlalu sejak referendum Brexit. Ekonomi Inggris juga tidak seburuk apa yang diprediksi semula. Akan tetapi hasil tersebut justru terwujud karena banyak perusahaan masih penuh harapan terhadap “soft Brexit”. Akan tetapi, begitu Inggris benar-benar keluar dari Uni Eropa tanpa adanya kesepakatan, situasi seperti apa yang akan dihadapi Inggris? Pada November tahun lalu, Bank Sentral Inggris dalam sebuah laporan evaluasinya memperingatkan bahwa jika “hard Brexit” benar-benar terjadi, maka produk domestik bruto Inggris akan menciut sebesar 8 persen, nilai tukar pound seterling akan turun 25 persen, dan tarif aset properti akan anjlok sebesar 30 persen.

Ternyata kalangan politik Inggris tidak bisa mencapai kesepakatan dalam waktu singkat, dan mau tak mau harus ditangguhkan. Akan tetapi, penundaan itu pasti akan membayar mahal pada masa mendatang. Akibat prospek ekonomi yang tidak cerah, investasi komersial dalam negeri sudah terpukul parah, dan indikator kepercayaan konsumen Inggris sudah anjlok hingga level terendah sejak 2013.

Sebab apa yang mengubah Brexit menjadi pertarungan yang tak kunjungan selesai?

Secara kasatmata situasi ini sepertinya diakibatkan berbedanya kepentingan antar kalangan masyarakat seputar Brexit, namun masalah funtimentalnya berurat berakar pada sistem politik Inggris.

Pada permulaan, Brexit hanya pendapat dari sejumlah kecil anggota Partai Konservatif. Perdana Menteri Inggris David Cameron pada waktu itu mengambil keputusan untuk menggelar referendum tentang Brexit, yang pada akhirnya memberikan peluang kepada para pendukung Brexit untuk mempromosikan kekhawatirannya, sehingga Brexit segera menjadi perdebatan sengit di tengah masyarakat Inggris..

Partai Buruh mengusulkan diadakannya referendum untuk menggulingkan keputusan Brexit semula, yang pada hakikatnya merupakan penyangkalan atas peraturan politik sekarang. Menanggapi situasi saat ini, Perdana Menteri Theresa May yang benar-benar memahami masalah ini, sudah menetapkan batas waktu terakhir Brexit agar sirkulasi setan tersebut dapat berhenti.

常思聪