Steve Bannon dan Pengikutnya Yang Menjadi Musuh AS

2019-05-17 11:26:59  

图片默认标题_fororder_ban

Steve Bannon yang sejak lama terkenal dengan kata-kata hiperbol baru-baru ini kembali memperlihatkan kehadirannya dengan menulis sebuah artikel panjang lebar, di mana sosok pria itu secara berani mendefinisi Tiongkok sebagai “musuh terbesar bagi AS”, dan menghasut pemerintah AS yang pernah dilayaninya tidak memberikan kompromi dalam “perang ekonomi” melawan Tiongkok, dan harus menerapkan tarif tambahan sampai titik terakhir.

Steve Bannon memaparkan argumentasinya dari enam dimensi dengan logikanya yang kacau dan simpulannya yang absurd, sehingga memberikan kesan bahwa sosok pria tersebut sudah sakit jiwa sehingga bertindak gila-gilaan.

Steve Bannon dalam artikelnya menuduh Tiongkok selalu melakukan “perang ekonomi” melawan negara-negara demokratis industri. Pada hal, Tiongkok berusaha membangun platform terbesar bagi terwujudnya pembangunan dan pembagian bersama melalui implementasi Inisiatif Sabuk Jalan (BRI), yang kini sudah berkembang menjadi produk publik yang sangat diminati di seluruh dunia. Steve Bannon mengklaim bahwa sengketa perdagangan AS-Tiongkok sebagai “bentrokan fundamental”, dan menghasut pemerintah AS mempertahankan tarif tambahan. Perkataannya penuh dengan pemikiran perang, dan mengabaikan pelajaran historis bahwa “dalam perang perdagangan tiada pihak mana pun yang akan menang”. Argumentasinya juga bertentangan dengan aspirasi rakyat seluruh dunia. Ia mencela Tiongkok “mencuri” dan “menjarah” tanpa alasan. Sebagai informasi, pada tahun 2017, jumlah permohonan paten, merek dagang dan perancangan industri (Industrial Design) semuanya menempati urutan pertama di dunia. Pada tahun 2018, Indeks Inovasi Tiongkok naik ke peringkat ke-17 20 di dunia, atau naik 5 peringkat dibanding tahun 2017, berarti Tiongkok sudah menjadi salah satu negara dengan kepemilikan HAKI terbanyak di dunia. Dari data tersebut ternyata tuduhan “pencurian” itu tidak masuk akal.

Salah satu kalimat Bannon yang paling bermusuhan berbunyi “Tiongkok tengah mencari hegemoni dunia”. Argumentasi itu sepenuhnya mencerminkan pemikiran hegemonis yang berurat berakar di otaknya. Dalam upacara pembukaan Konferensi tentang Dialog Peradaban Asia atau CDAC yang digelar di Beijing pada 15 Mei lalu, Presiden Tiongkok Xi Jinping dalam sambutannya mengatakan bahwa “bersahabat dan bertetangga rukun dengan negara lain selalu merupakan ajaran yang dipatuhi peradaban bangsa Tionghoa. Presiden Xi berkali-kali menyatakan, seberapa besar kemajuan yang tercapai, Tiongkok untuk selama-lamanya tidak akan mencari hegemoni, tidak mengusahakan ekspansi, dan tidak akan memaksakan pengalaman pahitnya dalam sejarah kepada bangsa lainnya. Gagasan tentang pembentukan komunitas senasib sepenanggungan umat manusia yang diprakarsai oleh Presiden Xi justru telah mengekspresikan idenya tentang pembangunan bersama, penjagaan keamanan bersama, pelaksanaan pemerintahan bersama dan pembagian hasil bersama.

刘立