Apa Kredibilitas AS?

2019-05-17 16:09:49  

Menurut informasi dari PBB, Tiongkok sebagai negara kedua terbesar pembayar iuran baru-baru ini telah melunasi iurannya yang merupakan 12,01 persen quota iuran konvensial PBB. Berkenaan itu, Jurubicara Sekjen PBB Stefan Dujrarrik dalam briefing pers secara khusus mengucapkan terima kasih kepada Tiongkok dalam Bahasa Mandarin.

   Yang kontras, AS sebagai negara terbesar pembayar iuran PBB yang selalu menganggap dirinya lebih super sampai tanggal 1 Januari tahun ini masih menunggak iurannya sebanyak 381 juta dolar Amerika, dan tunggakan ongkos pemeliharaan perdamaian PBB dari AS melampaui 776 juta dolar Amerika. Sekjen PBB Guteres menunjukkan, tunggakan iuran pemeliharaan perdamaian dari AS kini melampaui sepertiga tunggakan total ongkos pemeliharaan perdamaian PBB.

  Perbandingan pembagian iuran PBB terutama ditentukan menurut kemampuan pembayaran berbagai anggotanya, dan biasanya dipertimbangkan secara terpadu faktor-faktur antara lain perbandingan PDB anggotanya dalam ekonomi dunia dan pendapatan perkapita dalam 3 hingga 6 tahun yang lalu.

  Volume total ekonomi AS kini melampaui 20 triliun dolar Amerika yang merupakan 24 persen ekonomi dunia, dan pendapatan perkapitanya melampaui 60 ribu dolar Amerika. Dengan demikian, AS seharusnya membayar 22 persen iuran konvensial PBB dan sekitar 28 persen ongkos pemeliharaan perdamaian. Akan tetapi, ekonomi maju terbesar di dunia itu dalam jangka panjang menunggak iuran dan dengan sombong menuntut penurunan iurannya dan terus mengganggu pekerjaan PBB dan urusan pemeliharaan perdamaian, dan menjadi penunggak yang menjijikkan di dunia.

  AS sewajarnya bukan tidak mampu melunasi tunggakan iurannya. Di latar belakangnya, itu merupakan peremehan AS terhadap organisasi international termasuk PBB, bertolak dari prinsipnya “dimanfaatkan kalau cocok, dibuang kalau tidak cocok” dalam mekanisme koordinasi multilateral, dan juga memperlihatkan pemikiran hegomonis “America First”.

  Umum dapat melihat dengan jelas bahwa “America First” yang dikhotbahkan pemerintah AS dengan sekuat tenaga padahal berarti menonjolkan kepentingan AS di atas peraturan internasonal, dan ini sesuai dengan unilateralisme dan politik kekuatan yang dianut AS dalam jangka panjang, tapi ini lebih radikal, terus terang dan terbuka.

   Pihak yang adil banyak mendapat bantuan dan pihak yang tidak adil tak mendapat dukungan. Di panggung globalisasi dan multipolarisasi dewasa ini, AS semakin menuju keterisolasian. Sedangkan, semuanya merupakan konsekwensi politik “America First” yang membelakangi arus sejarah. kedua negara seharusnya tidak membahas ulangkali tentng perbedaan sistem, harusnya mempertimbangkan bagaimana mengembangkan lebih lanjut tradisi kerja sama baik antara kedua negara.

 

黄晓芳