Prediksi Resesi Ekonomi Cerminkan “Defisit Keyakinan” Pasar

2019-08-21 10:38:43  

Belakangan ini peringatan tentang risiko resesi ekonomi AS terus bermunculan di pasar moneter Amerika Serikat (AS), yang mencerminkan “defisit keyakinan” pasar terhadap kebijakan pemerintah AS.

Harga bursa saham AS sudah berkali-kali mengalami anjlok sejak Agustus lalu di mana pemerintah AS sekali lagi meningkatkan sengketa perdagangan dengan Tiongkok. Indeks acuan Dow Jones Industrial Average (DJIA) untuk dua kalinya dalam satu hari menurun hingga 700 poin. Hingga saat ini, indeks Dow Jones sudah anjlok 1000 poin dari rekor tertingginya.

Akan tetapi, di tengah peringatan itu, ekonomi substansi AS masih tergolong stabil dan mantap. Untuk kuartal pertama, laju pertumbuhan ekonomi AS sebesar 3,1 persen dan 2,1 persen untuk kuartal kedua.

Ternyata kondisi ekonomi yang mantap dan peringatan resesi ekonomi tampaknya cukup kontras, dan ini mencerminkan pasar AS kini mengalami “defisit keyakinan” yang serius terhadap kebijakan ekonomi pemerintah AS.

Harian The Wall Street Journal berturut-turut memuat dua editorial di Agustus, memperingatkan bahwa kebijakan tarif tambahan yang dijalankan pemerintah AS akan memunculkan ketidakpastian pasar sehingga mengakibatkan ekonominya melamban, bahkan terjerumus dalam kondisi resesi. Editorial itu memperingatkan, ekspansi ekonomi biasanya akan berakhir karena kebijakan yang keliru. Perdagangan ofensif yang kacau kemungkinan membuat ekonomi AS melamban, bahkan memburuk dan mundur.

Mark Zandi dari Moody’s Analytics berpendapat, jika pemerintah AS benar-benar menerapkan ancaman tarif tambahan, maka kemungkinan terjadinya resesi ekonomi sebelum akhir 2020 akan sebesar 50 persen, bahkan tingkat resesi itu akan menjadi yang terburuk dalam kurun 10 bahkan 25 tahun.

Menghadapi peringatan resesi ekonomi, Gedung Putih bersikap tidak mengakui. Petinggi dari Komisi Ekonomi Nasional Gedung Putih, Larry Kudlow menyangkal adanya ancaman resesi ekonomi.

Presiden AS Donald Trump hari Selasa (19/8) meminta Bank Sentral yakni Fed untuk “sedikitnya menurunkan suku bunga sebesar 100 poin”, termasuk kembali menerapkan pelonggaran kuantitatif pada saat terjadinya krisis moneter. Para analis berpendapat, meningkatnya risiko ekonomi AS terutama disebabkan kebijakan ekonomi yang salah, dan kebijakan moneter Fed hanya dikambinghitamkan. Profesor Gregory Mankiw dari Universitas Harvard menyatakan, terpecahnya rantai pasokan global akan mengakibatkan efek samping yang mustahil diatasi melalui pendekatan kebijakan moneter.

常思聪