Politikus AS Yang Kotor Tidak Berkualifikasi Bicarakan “Kebersihan Cyber”

2020-08-08 13:45:44  

Pada 5 Agustus waktu setempat, Menteri Luar Negeri Amerika Serikat (AS) Mike Pompeo menyatakan akan melaksanakan rencana “kebersihan cyber” dengan alasan menjaga keamanan nasional. Tujuannya adalah mengesampingkan pengaruh perusahaan Tiongkok di lima bidang, antara lain, operator seluler, toko aplikasi, peranti aplikasi (ASW), layanan cloud computing dan kabel jaringan internet. Pada esok harinya yakni tanggal 6 Agustus, pemimpin tertinggi AS menandatangani perintah eksekutif yang berkonten pembatasan terhadap perusahaan Tiongkok berkiprah di bidang media sosial. Dunia kini sudah memasuki abad ke-21, namun Mike Pompeo dan para pengikutnya malah ingin kembali mendirikan “tirai besi” berupaya pembatasan teknologi, dengan maksud mengeliminasi Tiongkok dari dunia maya yang berbasis jaringan internet dan mendorong “disengagement” atau pemutusan hubungan menyeluruh dengan Tiongkok. Maksudnya tersebut sangat jahat dan pasti akan dikecam oleh masyarakat yang luas.

Walaupun sejumlah politikus fanatik Wahington sewenang-wenang memfitnah perusahaan teknologi informasi Tiongkok “mengancam” keamanan nasional AS, namun mereka sama sekali tidak dapat menyertai bukti apa pun selain terus mengulangi klisenya yang absurd. Apa yang disebut “rencana kebersihan cyber” yang dikoarkan Mike Pompeo sebenarnya tidak bersih sama sekali, dan pada hakikatnya adalah persekusi politik yang menyasar perusahaan telekomunikasi Tiongkok. Fakta telah membuktikan bahwa produk-produk yang diluncurkan perusahaan infotek Tiongkok yang disanksi sepihak oleh AS terbukti sangat aman, dan sekali pun tidak pernah terlibat dalam skandal serupa PRISM dan kegiatan pengintaian atau penyadapan komunikasi masyarakat yang terjadi di AS.

Sebaliknya, justru ASlah yang melakukan pengintai dan penyadapan cyber dengan meretas jaringan internet di seluruh dunia, termasuk para sekutunya. Pada 2013 terungkap AS telah melakukan penyadapan komunikasi atas telepon pribadi Kanselir Jerman Angela Merkel selama belasan tahun. Pada 2018, AS terbukti melakukan serangan cyber besar-besaran terhadap jaringan internet kantor berita federal Rusia yang lumpuh selama beberapa hari akibat serangan tersebut. Pada September 2018, Presiden AS menandatangani “strategi cyber” yang memberikan mandat kepada tentara AS untuk secara bebas menempatkan senjata cyber yang canggih serta melancarkan aksi serangan cyber. Fakta-fakta tersebut membuktikan bahwa AS adalah pelaku terpenting serangan cyber dan ancaman terbesar bagi keamanan cyber global.

Demi melindungi posisi monopoli AS di sektor iptek tinggi, Mike Pompeo dan sesamanya dengan tak segan-segan membuka selampitnya “persaingan bebas” dan terungkap tampan aslinya yang jelek dan hegemonis. Tindakan tersebut tidak hanya melanggar prinsip pasar dan peraturan perdagangan internasional, tapi juga dengan serius mengancam rantai industri dan rantai pasokan global, sehingga akan menjadi kendala mahabesar bagi kemajuan iptek dan perkembangan ekonomi. Kini jajaran pimpinan Washington masih berangan-angan bisa terpilih kembali dalam pilpres mendatang, namun upayanya telah mengalami tiga pukulan berturut-turut dari kegagalannya dalam penanganan wabah virus corona, gelombang anti rasialisme dan diskriminasi serta merosotnya ekonomi domestik. Di tengah kondisi demikian, Mike Pompeo dan jajarannya terus melontarkan perkataan konyol yang mencoreng Tiongkok demi menyelamatkan dirinya dari kegagalan total di panggung politik domestik.

Akan tetapi, pada era globalisasi saat ini, intriknya menekan perusahaan infotek Tiongkok pasti akan mengalami kegagalan. Di bidang teknologi informatika, AS berusaha keras mendepak perusahaan raksasa Tiongkok dari panggung dunia, namun intriknya tidak akan berhasil karena hal itu tidak sesuai dengan aturan ekonomi pasar. Di satu pihak, Tiongkok mengalami perkembangan pesat di bidang informatika dan telekomunikasi, dengan taraf penelitian dan pengembangan telekomunikasi generasi kelimanya sudah berada di barisan terdepan di dunia. Dari sepuluh raksasa internet di seluruh dunia, tiga di antaranya berasal dari Tiongkok. Sejak lama Tiongkok dan negara-negara lain telah melakukan kerja sama pragmatis dan efisien dalam pembangunan jaringan telekomunikasi. Keamanan dan kehandalan produk Tiongkok jauh sebelumnya sudah terbukti di pasar. Di pihak lain, pasar Tiongkok yang sangat potensial akan menyediakan ruangan bergerak yang terbuka dan luas bagi perkembangan perusahaan infotek mancanegara. Pasar Tiongkok telah membuka peluang bisnis dan menang bersama yang luar biasa. Coba bayangkan, perusahaan mana yang rela mundur dari pasar dan peluang bisnis sebesar pasar Tiongkok? Nyata sekali, barang kali AS masih berani mengisolasi diri dengan dunia di bidang telekomunikasi, namun hal ini sama sekali tidak mungkin memisahkan Tiongkok dari koneksinya dengan seluruh dunia.

Sebenarnya penindasan sewenang-wenang pemerintah AS terhadap perusahaan asing tidak hanya melanggar peraturan internasional dan prinsip pasar, tapi juga telah merugikan kepentingan masyarakat dan para pelanggannya. Dengan aksinya serupa, AS sedianya sudah berdiri di pihak yang berlawanan dengan kemajuan iptek dunia. Justru karena itulah, banyak masyarakat AS dan tokoh-tokoh internasional mengekspresikan keraguan bahkan kritiknya terhadap kebijakan AS. Profesor James Rae dari Universitas California-Sacramento mengatakan, rencana “kebersihan cyber” yang diluncurkan Mike Pompeo secara serius melanggar prinsip dan kelaziman internasional yang berlandaskan pada regulasi Organisasi Perdagangan Dunia (WTO), oleh karena itu, upayanya itu pasti akan gagal, bahkan lebih lanjut melemahkan daya saing dan pemulihan ekonomi AS. Dari tindakannya itu, semakin banyak tokoh politik dan pengusaha sudah menyadari sifat buruk “Pam Sam”, dan tahu bahwa jika aksi jelek AS itu dibiarkan, maka perusahaannya juga akan dijadikan “mangsa”, dan posisi monopoli teknologi Washington akan diperkokoh sehingga akan lebih lanjut merugikan perkembangan normal perusahaan dari negara mana pun di dunia.

 

常思聪