Pada hari Selasa (13/4) kemarin, pemerintah Jepang mengadakan sidang Kabinet dan secara resmi memutuskan untuk membuang AIR limbah radioaktif PLTN Fukushima Daiichi ke laut setelah disaring dan diencerkan.
Hampir pada waktu yang sama, Departemen Luar Negeri AS mengeluarkan pernyataan untuk mendukung keputusan Jepang tersebut. Menteri Luar Negeri AS Antony Blinken bahkan melalui twitter menyampaikan terima kasih atas keputusan Jepang tersebut.
Entahlah kenapa Blinken dan Departemen Luar Negeri AS mendukung Jepang. Ada sebuah tesis yang dirilis oleh Eric Behrens, Sarjana Pusat Penelitian Kelautan Helmholtz GEOMAR di Kiel Jerman pada 2012. Tesis tersebut melakukan analisa terhadap arus air limbah radioaktif yang dibuang Fukushima Jepang berdasarkan model laut yang ada mendapat kesimpulan bahwa setelah dua tahun pembuangan limbah, polusi di Jepang tidak akan begitu parah lagi, sedangkan tempat yang paling tercemar akan beralih ke daerah pesisir barat AS. Artinya, menurut perhitungan sarjana Jerman ini, AS akan menjadi korban dari pembuangan limbah radioaktif Fukushima dalam jangka paling panjang. Namun, AS adalah negara besar pertama dan satu-satunya yang kini secara terbuka mendukung pembuangan air limbah Fukushima Jepang.
Silakan dicatat, tesis tersebut hanya mensimulasikan suatu kondisi yang ideal, keadaan sebenarnya lebih parah lagi.
Tak peduli dilihat dari segi mana pun, Tiongkok dan Korea Selatan adalah korban. Kementerian Luar Negeri Tiongkok dan Korea Selatan menyatakan bahwa keputusan Jepang ini sangat tidak bertanggung jawab dan menyatakan keprihatinan yang serius.
Rakyat Fukushima Jepang juga memprotes dan menentang pembuangan air limbah radioaktif ke laut oleh pemerintah Jepang.
Walau ditentang di dalam dan luar negeri Jepang, hanya ada satu negara dengan reputasi buruk yang mendukung, apakah pemerintah Jepang tetap bersikeras untuk melakukannya?
