|
Etnis Tujia Tiongkok bermukim di daerah pegunungan Wulin perbatasan 4 propinsi, yaitu Propinsi hunan, Hubei, Sichuan dan Guizhou Tiongkok dengan penduduknya sebanyak 5 juta 700 ribu jiwa.
Etnis Tujia yang bersejarah lama telah bermukim di sekitar bagian barat propinsi Hunan dan bagian barat Propinsi Hubei Tiongkok selatan kira-kira 2 ribu tahun lalu. Etnis Tujia mempunyai bahasanya sendiri, tapi tidak mempunyai hurufnya sendiri dan menggunakan huruf Han sejak dulu. Kepercayaan agama etnis Tujia terutama adalah pujaan terhadap nenek moyang, dan agama Tao yang memupnyai pengaruh tertentu.
Di beberapa daerah pegunungan yang relatif terasing, etnis Tujia masih mempertahankan adat kebiasaannya sendiri, misalnya wanitanya mengonde, bersorban, mengenakan baju lengan pendek dan longgar, dan suka memakai gelang perak, sedangkan kaum pria biasanya mengenakan jeket pendek berkancing banyak.
Pada tahun baru atau hari raya, etnis Tujia berkepentingan membuat sejenis makanan yang hampir sama dengan juadah, makanan ini disantap dengan dibubui gula bijan atau sayur asam serta tahun asin sesuai dengan selera masing-masing.
Makanan yang berbentuk bulat besar seperti bulan pernama yang melambangkan reuni keluarga tersebut juga digunakan etnis Tujia ketika menetapkan pertunangan bagi putranya atau mengadakan kunjungan tahun baru. Ketika menjamu tamu, etnis Tujia juga mengiris makanan itu menjadi potong-potongan kecil dan disantap dengan arak manis. Rasanya cukup sedap juga.
Jika anda pernah datang ke ruangan Hunan di Balai Agung Rakyat, anda pasti tertarik oleh permadani dinding utamanya yang bermotiv gedung Yueyang. Permadani dinding itu adalah hasil anyaman kaum wanita etnis Tujia. Anyaman etnis Tujia merupakan hasil kerajinan tradisional rakyat etnis Tujia yang terkenal. Anyaman sutra etnis Tujia mempunyai sejarah lama, dan polanya sangat banyak. Gadis Tujia umumnya mulai usia 12 tahun sudah belajar menganyam, tinggi-rendah taraf teknik anyamannya adalah pertanda pintar tidaknya wanita itu. Anyaman sutra etnis Tujia beraneka-ragam, dan rancangannya romantik.
Seiring dengan perkembangan masyarakat dan dibukanya pasar, pola anyaman sutra etnis Tujia juga mengalami perkembangan baru, corak dan jenisnya diperbarui dan diperbanyak terus. Produknya pada masa lalu hanya berupa sarung selimut bersulaman bunga, baju dan topi, tapi sekarang telah berkembang menjadi banyak macam seperti kantung wisata, alas duduk, permadani dinding, seaptu dan topi.
Etnis Tujia pandai menyanyi dan menari. Tari mengayunkan tangan etnis Tujia adlah juga suatu kegiatan kebudayaan massal etnis, dengan tema memohon kemujuran dan kebahagiaan. Tari mengayunkan tangan kebanyakan diselenggarakan pada tahun baru imlek atau hari raya dengan diikutsertai belasan orang bahkan sampai 10 ribu orang. Tarian yang sangat meriah dan megah itu mencerminkan penghidupan sosial yang luas dan kaya misalnya berburu, cocok tanam dan adat kebiasaan.
Setiap pemuda dan pemudi etnis Tujia yang sejak kecil hidup dalam laut nyanyian pandai menyanyi. Gadis etnis Tujia bukan saja suka menyanyi, tapi juga pandai menangis ketika dinikahkan. Dalam pandangan tradisional orang etnis Tujia, apakah seorang gadis pandai menangis ketika dikawinkan dipandang sebagai tolok ukur tinggi rendahnya budi pekertinya. Oleh karena itu, seorang gadis yang tidak pandai menangis ketika dinikahkan akan dipandang rendah orang lain.
Tangisan gadis etnis Tujia ketika dikawinkan berbeda satu tempat dengan lainnya, umumnya tangisan dimulai setelah tanggal perkawinan ditentukan, sampai pihak keluarga pengantin pria datang mengusungnya dalam tandu ke rumah pihak laki-laki.
Adat kebiasaan menangis ketika gadis dikawinkan dari etnis Tujia itu sampai sekarang masih dipertahankan di banyak tempat. Tapi karena pemuda dan pemudi etnis Tujia sekarang mempunyai kebebasan menentukan perkawinannya, maka apa yang disebut ada kebiasaan menangis ketika dikawinkan tersebut hanyalah formal saja.
Para pemuda dan pemudi etnis Tujia selalu menggunakan lagu pegunungan sebagai media mencari jodoh. Pada setiap bulan Januari, para pemuda yang belum kawin menggunakan kesempatan menyanyi dan menari seusai acara tarian mengayunkan tangan memilih buah hatinya dan saling mencurahkan cinta. Upacara perkawinan etnis Tujia harus melalui 3 tata tertib yaitu meminang, bertunangan dan menikah.
Orang etnis Tujia kebanyakan bermukim di daerah pegunungan yang berdekatan dengan sungai. Karena hutannya lebat dan sumber daya kayunya melimpah, rumah etnis Tujia biasanya dibangun dengan kayu. Konstruksi rumah kayu itu sangat indah. Umumnya rumah etnis Tujia menghadap ke utara atau selatan, di tengah-tengah kamar utama disemayamkan papan penyembahan roh nenek moyang, yang digunakan ketika mengadkan sembahyang kepada nenek moyang atau melangsungkan upacara perkawinan atau perkabungan. Kamar di ke-2 sisinya adalah tempat tinggal. Kamar kiri ditempati ayah-bunda, sedangkan kamar kanan ditempati anak pria dan istrinya.
Etnis Tujia termasuk etnis yang relatif sudah lama mengusahakan produksi pertanian, tapi ekonominya sangat terbelakang sebelum berdirinya Tiongkok baru. Setelah berdirinya Tiongkok baru pada tahun 1949, pemerintah Tiongkok melaksanakan kebijakan sama derajat etnis, persatuan etnis, otonomi daerah etnis minoritas dan kemakmuran bersama berbagai etnis. Pada tahun 1957 didirikan Keresidenan Otonom Etnis Tujia dan Etnis Miao di bagian barat Propinsi Hunan. Selama beberapa tahun ini, pemerintah Tiongkok memberikan preferensi dan dukungan di bidang tenaga manusia, kekuatan keuangan dan kekuatan materi untuk mempercepat perkembangan ekonomi di daerah etnis Tujia. Rakyat etnis Tujia di daerah pegunungan Wulin sekarang pada pokoknya cukup sandang pangan, dan sedang maju menuju jalan bebas dari kemiskinan dan berpenghasilan tinggi.
|