Dalam tata rias muka pemeran, muka artis ibarat kertas putih yang akan dilukis. Panca idera tokoh dalam lakon dilukis di atas kertas putih itu sampai muka pemerannya lenyap di balik tata rias muka itu. Misalnya rias muka seorang tokoh dalam lakon menggunakan warna putih, dari matanya yang sipit terbersit sinar kebengisan yang mengerikan, menunjukkan tokoh ini seorang yang licik dan curang. Warna hitam di Tiongkok zaman kuno melambangkan penghormatan kepada langit atau kayangan. Tokoh yang mukanya dirias dengan warna hitam dan merah menunjukkan dia seorang yang adil, jujur, tak bisa disuap. Ada pula muka monyet yang ditokoh-manusiakan dan tampak begitu nakal, lucu dan tak mengindahkan segala aturan. Tak salah lagi, dia pastilah seorang tokoh dalam cerita dongeng. Dalam opera Peking juga ada tokoh badut. Tata rias untuk tokoh badut sedikit mirip 'muka coreng moreng', namun gaya pertunjukannya berbeda sama sekali. Peran badut sedikit mirip karikatur, kehadirannya sering mengundang gelak tawa yang riuh. Peran badut terbagi Badut Cengeng dan Badut Jagoan. Badut Jagoan sering memerankan tokoh yang pandai berlaga, cerdik dan humor seperti pemberontak yang tinggal di hutan belantara serta pencuri yang berbudi. Badut Cengeng biasanya adalah playboy, sipir penjara, pelayan kedai arak, tukang jaga malam, prajurit tua dan lain sebagainya. Meskipun peran badut terbagi yang cengeng dan jagoan, baik budi dan jahat, terhormat dan hina, namun semua tokoh badut itu humor dan jenaka, dan tidak semuanya tokoh negatif.
Gerak-gerak dalam pertunjukan opera Peking adalah hasil tiruan dan olahan dari kehidupan nyata atau aktual. 'Berdiri dengan satu kaki' mengekspresikan keindahan statis. 'Rajawali berbalik badan' mengekspresikan keindahan dinamik. Selain itu terdapat banyak gerak antara lain yang menirukan kelelawar terbang, lompatan macan atau gerak khayalan yang menirukan naga.
Dulu, masyarakat di Tiongkok mengatakan 'mendengar' bukan 'menonton' opera. Karena mereka yang sering menonton opera umumnya lebih mengutamakan untuk menikmati nyanyian dan musiknya serta pesona khas nyanyian berbagai aliran opera Peking. Musik opera Peking berkembang dari nyanyian Er Huang dan Xi Pi yang berbeda iramanya. Kedua macam nyanyian ini menguasai dan menyelarskan irama yang berbeda-beda pada aria opera. Er Huang berirama khidmat dan lamban, sesuai untuk mengekspresikan perasaan sedih dan tertekan. Xi Pi berirama kuat dan cepat, cocok untuk mengekspresikan suasana hati yang lincah dan gembira.
Instrumen musik opera Peking terbagi instrumen tiup dan gesek dan instrumen pukul (perkusi). Dalam permainan musik pukul, pemukul genderang kecil adalah dirigen orkes yang menguasai irama pertunjukan di panggung. Alat-alat musik lainnya adalah genderang besar, canang dan lain sebagainya. Dalam instrumen tiup dan gesek, Jing Hu, instrumen gesek berdawai dua, menempati posisi sebagai jiwa orkes. Pemain instrumen ini paling akrab hubungannya dengan pemeran di panggung. Selain mengekspresikan irama musik, ia harus mengikuti perubahan emosi pemeran di panggung. Banyak artis opera yang terkenal mempunyai pemain Jing Hu-nya sendiri. Alat-alat musik tiup dan gesek lainnya adalah Er Hu, sejenis rebab, Yue Qing, dan Pi Pa, sejenis instrumen petik, serta instrumen tiup Sheng dan seruling.
Pertunjukan opera Peking kebanyakan mengangkat cerita sejarah dan dongeng rakyat. Dari lakon-lakon tradisional sebanyak 1.300 lebih, yang masih dipentaskan kira-kira 300 lebih. Selain itu, berdasarkan nyanyian dan gaya pertunjukan yang berbeda-beda, terbagi pula gaya-gaya Mei, Qi, Ma dan lain-lain.
|