Perkenalan tentang CRISiaran Bahasa Indonesia
China Radio International
Berita Tentang TK
Berita Internasional
Fokus Ekonomi TK
Kehidupan Sosial
Olahraga
Serba-serbi

KTT ASEAN

Kunjungan Hu Jintao Ke Lima Negara Asia dan Afrika

Kunjungan Jurnalis CRI ke Guangdong

Hu Jintao Hadiri KTT G-20 dan APEC serta Lawat ke 4 Negara

Olimpiade Beijing Tahun 2008
Indeks>>
(GMT+08:00) 2004-05-06 20:50:27    
Heilongjiang

cri
Heilongjiang adalah sebuah provinsi tempat bermukim multi etnis, selain etnis Han, terdapat 48 etnis minoritas antara lain Man, Korea, Hui, Hezhi dan Ewenke. Dalam Ruangan Bertamasya di Tiongkok edisi ini, saudara akan kami ajak untuk mengenal etnis-etnis Hezhi dan Ewenke untuk menambah pengenalan Anda terhadap provinsi ini.

Warga etnis Hezhi bermukim di tepi Sungai Usuli, bagian timur laut Provinsi Heilongjiang, dengan populasi hanya 4.000 orang. Berhubung tempat permukiman mereka berada di daerah yang sangat dingin, maka pemandangan es dan salju selama 7 bulan lebih dalam setahun merupakan lanskap yang menarik. Dan barangkali karena turun temurun hidup di tepi sungai, maka kebanyakan warga Hezhi adalah penangkap ikan yang ulung, dan penghidupan mereka juga tidak terpisah dari ikan. Mereka mengisi perut dengan ikan dan membuat pakaian dengan menggunakan kulit ikan sebagai bahan.

Untuk mengenal warga Hezhi: kehidupan, adat istiadat dan budayanya, menyaksikan Festival Wurigong, hari raya terpenting warga Hezhi di tempat permukiman mereka adalah cara yang terbaik.

Wurigong dalam bahasa Hezhi berarti suka cita. Festival Wurigong dilangsungkan selama dua sampai tiga hari sekali setiap dua tahun kebanyakan pada musim panas, ketika itu es dan salju sudah lumer dan pohon-pohon hijau rindang, warga Hezhi yang melepas musim dingin juga mulai sibuk melakukan kegiatan sehari-hari. Festival itu dirayakan dengan meriah dan penuh suka cita barangkali untuk meregangkan anggota badan yang terlalu lama terkungkung musim dingin, barangkali pula untuk menyatakan perasaan gembira menyambut kedatangan musim panas yang hangat.

Acara perayaan festival Wurigong beraneka ragam. Di siang hari diadakan kegiatan menusuk bola rumput, berenang, mendayung perahu, tarik tambang, panahan dan sebagainya, di antaranya menusuk bola rumput paling unik, merupakan latihan warga Hezhi untuk menusuk ikan. Lomba menusuk ikan pada festival itu menarik minat sejumlah besar peserta dan penonton. Tempik sorak yang gegap gempita mengiringi perlombaan itu.

Acara yang paling meriah dalam rangka festival Wurigong berlangsung di malam hari. Ketika tabir malam turun, warga Hezhi menyalakan api unggun di tepi sungai dan mengadakan pesta yang meriah. Warga pria dan wanita menyanyi dan menari mengelilingi api unggun. Setelah letih menyanyi dan menari, dan perut mulai keroncongan, suatu pesta makan yang meriah sudah siap dengan aneka hidangan yang lezat, di antaranya hidangan dari ikan yang paling digemari. Warga Hezhi gemar makanan yang terbuat dari ikan mentah dengan penyajian yang bervariasi.

Bagi masyarakat Hezhi, ikan selain merupakan hidangan yang lezat, kulitnya juga merupakan bahan untuk membuat pakaian. Bagaimana kulit ikan bisa dibuat menjadi pakaian, peneliti aksesori pakaian etnis minoritas Yang Yuan mengatakan, baju kulit ikan adalah semacam aksesori yang khas dari etnis Hezhi, dan etnis Hezhi adalah satu-satunya etnis di dunia yang mengenakan baju terbuat dari kulit ikan. Baju kulit ikan umumnya model baju pendek dan dikenakan pada musim pana, agak mirip dengan baju etnis Han, tapi agak longgar. Baju kulit ikan dihias dengan hiasan terbuat dari kulit rusa yang diwarnai dan digunting dalam berbagai bentuk, lalu ditempelkan di bagian kerah, tampak sangat indah.

Budaya busana dan aksesori etnis Hezhi mencerminkan kecerdasan mereka dalam beradaptasi dengan dan memanfaatkan syarat alam pada kondisi sosial dan produksi yang sangat terbatas. Namun, di kalangan masyarakat Hezhi sekarang ini sudah jarang orang mengenakan pakaian kulit ikan.

Dari perkenalan tadi kiranya cukup menarik bagi Anda untuk mengenal adat isitiadat dan kebiasaan etnis Hezhi. Nah, berikut ini kami perkenalkan etnis minoritas lainnya di Provinsi Heilongjiang yakni etnis Ewenke.

Ini adalah lengus rusa dan yang segera akan kami perkenalkan adalah perasaan dekat yang tak terpisahkan antara etnis Ewenke dengan rusa. Etnis itu disebut pula sebagai "masyarakat penjinak rusa yang terakhir".

Etnis Ewenke terutama bermukim di hutan rimba di bagian utara Provinsi Heilongjiang. Konon, nenek moyang etnis Ewenke telah menangkap banyak rusa ketika berburu di gunung. Berhubung ada kelebihan dari hasil perburuannya, para pemburu lambat laun mencoba memelihara rusa-rusa itu dalam kandang, dan sejak itu mulailah mereka beternak rusa. Berhubung Ewenke adalah etnis nomadik yang perlu berpindah-pindah tempat tinggal, maka setiap kali pindah rumah perlu bantuan rusa, lama kelamaan, antara warta Ewenke dan rusa terjalin perasaan yang mendalam. Rusa diperlakukan seperti anak sendiri, diberi nama dan disayangi sekali. Setiap hari raya, rusa-rusa itu dipersolek dan dihias dengan kain warna warni dan induk kunci yang gemerlapan. Kalau ada rusa meninggal, kepergiannya akan diratapi para warga. Berdasarkan adat yang sudah bersejarah lama, rusa adalah mas kawin. Ketika upacara pernikahan dilangsungkan, mempelai laki-laki dan wanita harus menuntun rusa mengelilingi tenda yang baru didirikan untuk menyatakan kemakmuran keluarga dan kesigapan rusa.

Namun, kini penduduk Ewenke yang tinggal di dalam hutan rimba sudah semakin sedikit. Sebagian besar dari mereka oleh pemerintah sudah dipindahkan ke daerah dataran agar mereka dapat menikmati penghidupan yang lebih baik sementara demi kepentingan melestarikan hutan. Namun, kalau Anda bertamu ke rumah warga Ewenke, Anda pasti akan mendapat sambutan yang sangat ramah dan Anda akan diceritakan kisah-kisah yang menarik mengenai etnis Ewenke dan rusanya. Sudah tentu, kalau Anda ingin tahu lebih banyak tentang etnis Ewenke, Anda harus menghadiri Festival Aobao, hari raya sembahyang tradisional rakyat di kota Nahe, tempat permukiman mereka yang utama.

Festival Aobao diselenggarakan antara bulan 4 dan 6 penanggalan Imlek. Pada hari itu, masyarakat dari sekitar berkumpul ke tempat upacara dilangsungkan. Upacara dibuka dengan pacuan kuda, kemudian sesajian disuguhkan dan dibacakan doa oleh biksu Buddha Lhama. Para hadirin lalu meletakkan batu kecil ke tumpukan batu yang dinamakan Aobao. Usai sembahyang, para peserta memeriahkan hari raya dengan menyanyi dan menari.

Hari raya dimeriahkan pula dengan pesta makan dengan berbagai hidangan. Wanita tuanrumah akan menyuguhkan hidangan teh susu dan daging untuk para tamu. Dan untuk tamu agung, minuman yang disajikan adalah susu rusa. Untuk menghormat tamu, tuanrumah juga akan mengajak minum arak buah buatan sendiri dengan tata cara yang khas.