Di Tiongkok ada lagu yang berjudul Gelombang Gulangyu, dinyanyikan dalam lagu ini : Lautan luas mengelilingi Pulau Gulangyu, ombaknya datang bergulung. Nun jauh di seberang sana adalah Pulau Taiwan, kampung halamanku. .......
Lagu yang mengutarakan keinginan rakyat Tiongkok akan penyatuan kembali tanah air ini pernah populer di Tiongkok pada tahun 1980-an. Melalui lagu ini, orang mengenal pula nama Gulangyu. Nah, dalam Ruangan Bertamasya di Tiongkok edisi ini, saudara akan kami ajak berkunjung ke Pulau Gulangyu.
Gulangyu dikenal pula dengan nama Taman Di Atas Laut, Museum Bangunan Manca Negara, dan Pulau Piano. Luas pulau yang terletak di seberang Kota Xiamen atau Amoy , Provinsi Fujian ini hanya 1,83 kilometer persegi, dengan jumlah penduduk 16 ribu jiwa. Di pulau ini terdapat bukit-bukit dan pepohonan tua yang rindang, dengan bangunan rumah gedung dan vila yang cantik berlindung di baliknya, menyuguhkan suatu pemandangan yang indah dan nuansa yang damai.
Pemandu wisata Wang Hong mengatakan, bahwa pulau Gulangyu adalah pulau tanpa mobil. Bahkan semua bahan bangunan yang digunakan dalam tempat pembangunan di sini diangkut dengan gerobak yang ditarik dengan tenaga manusia. Sepeda yang jumlahnya hanya 10 di pulau ini masing-masing milik kantor perusahaan listrik, kantor perusahaan gas dan kantor pos. Maka di pulau ini tidak ada kebisingan kendaraan bermotor maupun hiruk pikuk manusia, sehingga wisatawan dapat dengan tenang menikmati keindahan panorama di sini.
Gulangyu dinamakan sebagai Museum Bangunan Manca Negara karena bangunan-bangunan rumahnya yang aneka gaya, ada yang bergaya Eropa dengan genteng merah dan atap landai, ada gereja Katolik yang beratap runcing, rumah gaya Jepang yang kecil mungil, serta vila-vila perpaduan gaya Timur dan Barat dalam aneka bentuk.
Mengapa terdapat begitu banyak bangunan gaya asing di pulau ini, ada ceritanya sendiri, bahwa lebih satu abad yang lalu, tepatnya setelah perang candu antara Tiongkok dan Inggris pada tahun 1840, pemerintah Tiongkok pada masa itu yang kalah perang dipaksa membuka Kota Xiamen sebagai pelabuhan dagang. 13 negara antara lain Inggris, Jerman, Amerika, Perancis, Jepang, Belanda dan Spanyol berturut-turut membuka konsulat di pulau ini. Kemudian, para pengusaha dan pendeta asing juga datang ke sini mebangun vila, sekolah, perusahaan dagang, gereja , dan sebagainya. Seratus tahun lebih telah berlalu, kini lebih seribu bangunan dalam aneka gaya itu menjadi saksi sejarah.
Di Pulau Gulangyu terdapat banyak bangunan tua yang kini dijadikan vila peristirahatan. Pulau ini mempunyai sejarah yang panjang. Jauh pada abad ke-16, pahlawan nasional Zheng Chenggong membangun kubu di sini dan melatih angkatan laut, dan pada akhirnya berhasil menghalau kaum penjajah Belanda yang menduduki Pulau Taiwan.
Gulangyu dikenal pula sebagai Pulau Piano. Pada awal abad ke-20, penduduk di pulau ini gemar bermain piano karena pengaruh gereja, paling banyak mencapai 500 buah, rata-rata sebuah piano setiap dua keluarga. Maka tak heran pula bermunculan pianis dan musisi yang terkenal di Tiongkok bahkan dunia seperti Zhou Shu'an, Lin Junqing, Xu Feixing, Yin Chengzhong, dan Chen Zuohuang.
Warga Gulangyu yang kini bermukim di Australia, Hu Youyi membangun Museum Piano di sini pada tahun 2000. Petugas museum itu, Zhang Ensheng mengatakan,
70 piano di dalam museum ini adalah koleksi pribadi Hu Youyi yang disumbangkan kepada museum. Setelah dipamerkan selama 10 tahun di sini, semua piano itu akan disumbangkan kepada negara.
Di museum ini, ada beberapa piano otomatis buatan satu abad lebih yang lalu. Piano tersebut bisa memainkan musik secara otomatis dengan membaca lembaran musik yang dibuat secara khusus. Berikut adalah lagu Lapaloma yang dimainkan oleh piano otomatis tersebut.
(Nansa)
|