Banyak orang bicara tentang budaya, akan tetapi pengertian yang dipakai oleh setiap pembicara belum tentu sama. Sementara orang menggunakan istilah budaya untuk menyatakan hasil karya manusia yang indah-indah atau dengan lain perkataan terbatas pada kesenian. Di lain pihak orang menggunakan istilah budaya untuk menyatakan ciri-ciri yang nampak pada sekelompok anggota masyarakat tertentu sehingga dapat dipergunakan untuk membedakan dengan kelompok masyarakat yang lain. Ada pula yang menggunakan istilah budaya untuk menyatakan tingkat kemajuan teknologi yang didukung oleh tradisi tertentu untuk membedakan kebudayaan yang belum banyak menggunakan peralatan mesin dan teknologinya masih terbelakang.
Ternyata tingkah laku budaya yang beraneka ragam ini tidak saja mendatangkan begitu banyak manfa'at dan keuntungan, akan tetapi juga kontroversi yang beragam pula. Seperti yang terjadi pada kota Beijing dalam menjelang Olimpiade 2008 nanti.
Dewasa ini, Beijing yang dikenal sebagai kota kuno dengan masih memiliki bangunan-bangunan lama dan bersejarah seperti istana-istana kuno zaman Dinasti Ming dan Qing, termasuk juga menara-menara kecil kuno dan bungalow-bungalow kuno yang masih terpelihara dan dilestarikan oleh pemerintah Tiongkok hingga kini, telah pula berubah wajah menjadi kota moderen atau lebih tepatnya dikenal sebagai kota abad 21, di mana telah banyak berdiri gedung-gedung moderen pencakar langit di sana-sini. Kesan kota tua dan kuno kini sedikit demi sedikit seperti sudah hilang dari pandangan. Apa sebab ?
Ternyata hal tersebut disebabkan oleh terjadinya gelombang reformasi dan pembangunan di Tiongkok, khususnya di Beijing sebagai ibu kota negara Tiongkok yang tengah bersiap-siap untuk menjelang Olimpiade 2008, pesta olah raga paling bergengsi di dunia. Ini membuktikan bahwa Tiongkok telah menjadi negara yang menjadi perhitungan mata dunia, sehingga Beijing terpilih sebagai kota tuan rumah untuk menyelenggarakan even tersebut. Tak ayal lagi, sejak dini banyak para warga asing datang ke Tiongkok terutama Beijing, tidak saja kaum pebisnis akan tetapi juga para tenaga media baik cetak maupun elektronik. Dari sekarang mereka telah mencoba melakukan kerja sama dengan kantor-kantor media terkait dan melirik-lirik lokasi strategis untuk tempat mereka bekerja nanti pada saat Olimpiade tersebut berlangsung. Hal ini telah dapat dipastikan melalui beberapa pelaku bisnis properti yang saat sekarang ini telah dapat mencium dan membaca tahun-tahun booming, sehingga hal tersebut juga sekejap dapat menciptakan bisnis jenis ini akan mengalami peningkatan harga yang drastis.
Beijing yang dikenal pula sebagai kota tempat para arsitek yang menyediakan tempat bagi para arsitek untuk mewujudkan imajinasi dan fantasi liar mereka menjadi suatu kenyataan. Seperti beberapa proyek raksasa yang telah rampung, dan juga beberapa rencana bangunan lainnya yang akan dibangun demi menyongsong Olimpiade Beijing 2008 nanti, hal ini tentunya membuktikan kepada setiap orang dari Rem Koolhas hingga Norman Foster yang saat ini sedang membantu untuk merancang kembali bentuk bangunan di Beijing.
Semua proyek tersebut, antara lain, Theater Nasional, Gymnasium Nasional, dan menara baru CCTV, yang tidak hanya telah menimbulkan biaya yang luar biasa besar, akan tetapi juga kontroversi di seputar pembangunan tersebut, di antaranya ialah, keamanannya, unsur keindahannya, dan keharmonisannya terhadap lingkungan sekitar.
Selama pembangunan tersebut berlangsung, beberapa media cetak telah membuat berita-berita mengenai kondisi pembangunan beberapa proyek akbar tersebut, dan sempat pula mewawancarai beberapa arsitek ternama, seperti, Paul Andreu dari Perancis, Pierre de Meuron dari Basel, Switzerland, dan Bernard Tschumi dari Perancis dan Swiss yang ikut terlibat dalam perancangan beberapa bangunan baru di Beijing. Wawancara ini tak lain tak bukan untuk mengetahui bagaimana pandangan dan pendapat mereka terhadap kontrovesi yang berhubungan dengan budaya setempat tersebut.
Dimulai dari Bernard Schumi (perancang terhadap rencana baru untuk Pabrik 798, Zona Seni Beijing) yang menyampaikan pandangannya bahwa kini Beijing dikenal atau dijuluki sebagai kota abad 21, tak lain karena Beijing telah mengalami begitu banyak perubahan-perubahan, sehingga tidak kelihatan lagi sebagai kota tua atau kuno, meskipun sebagian dari penduduk setempat masih mengenal Beijing sebagai kota tua atau kuno dengan sejarahnya yang telah berumur beratus-ratus tahun itu.
Bernard juga memberikan contoh seperti Paris dan London sebagai kota abad 19, yang dipenuhi dengan bangunan-bangunan kecil dan tua, sedangkan New York terkenal dengan kota abad 20 dengan gedung-gedung pencakar langitnya. Akan tetapi sangat berbeda dengan Beijing yang bisa dikatakan sebagai kota unik dengan bangunan-bangunan tinggi nan moderen dan rumah-rumah yang besar dan indah yang berdiri berdampingan dengan menara-menara kecil dan tua beserta bungalow-bungalow yang kuno. Secara jujur dan jelas Schumi katakan bahwa dia belum pernah melihat kota-kota lainnya seperti Beijing. Sejauh ini Bernard belum dapat memastikan apakah perubahan-perubahan tersebut nantinya justru akan membawa kebaikan atau keburukan, dan hal tersebut memerlukan suatu cara untuk menemukan jawabannya.
Mengenai kontroversi yang terjadi tentu ini bukan hal baru di dunia pabila melakukan serangkaian perubahan keadaan, tempat, suasana, situasi dan lain sebagainya. Menurut pakar arsitek ini, hal itu wajar dan lumrah saja, di mana-mana di dunia, kontroversi pasti terjadi, karena pembangunan berproyek skala besar sedikitnya dapat membuat orang kurang merasa nyaman atau menghadapi kesulitan, seperti misalnya, pada saat Roma membangun colloseum 2000 tahun yang lalu dan juga pada saat Beijing membangun Kota Terlarang juga telah banyak menimbulkan kontroversi.
Lain lagi pandangan yang diungkapkan oleh arsitek Paul Andreu berkebangsaan Perancis ini yang merancang Theater Nasional, atau yang dikenal dengan nama kulit telur berusia 1000 tahun, yang mana seni rancangannya telah menimbulkan begitu banyak pertentangan, kritikan atau kontroversi di Tiongkok, yang menganggap bahwa rancangannya itu tidak sepaham atau selaras dengan pemahaman budaya Tiongkok dan kulit telur telah mengoyak atau merusak keharmonisan nilai arsitektur tua Tiongkok, di mana hal tersebut juga dibenarkan olehnya, bahwa masyarakat berhak untuk membandingkan atau menentang rancangannya, dan hal itu kerap terjadi di berbagai kota yang memiliki sejarah lama serta kaya akan peninggalan kebudayaannya. Dia juga menemukan hal serupa di Perancis. Pada pembangunan Theater Nasional ini, Andreu hanya melakukan beberapa pekerjaan lanjutan, tidak begitu banyak melakukan perubahan, karena pemerintah menginginkan theater ini dibangun dengan konsep yang baru, berbeda dengan yang lama, dan menurutnya, bahwa rancangannya tersebut telah memenuhi persyaratan tadi, meskipun Andreu sama sekali tidak mengetahui budaya Tiongkok, akan tetapi dia telah berusaha mempelajari beberapa sudut penting dari kebiasaan masyarakat Tiongkok, seperti bagaimana warga Tiongkok tersenyum dan berjalan, untuk lebih mendekatkan imajinasi rancangannya agar dapat sejalan dengan kebiasaan atau budaya setempat.
Begitu pula dengan Pierre de Meuron yang merancang Stadium Nasional Beijing, atau yang dijuluki dengan nama Sarang Burung yang dirancang dengan bahan aluminium berwarna abu-abu yang diselimuti oleh lapisan membran transparan. Menurut catatan rancangan asli, bahan untuk selimut Sarang Burung ini bukan terbuat dari membran transparan, tapi kemudian diganti demi menghemat dana pembangunan. Walaupun demikian, bagi Meuron yang telah melakukan revisi tersebut merasa bahwa perubahan bahan tadi tidak akan merusak hasil rancangannya itu, malah sebaliknya dia merasa senang dan bangga, setelah melakukan pekerjaan yang keras dan berat, serta telah mencurahkan seluruh tenaga dan pikirannya untuk stadium itu, ternyata hasilnya sebagus rancangan aslinya, dan secara jujur dia mengatakan bahwa revisi yang mereka lakukan merupakan suatu tantangan berat dan paling besar bagi mereka . Bagi Meuron yang telah berpengalaman dan terbiasa dengan pekerjaan team yang solid, perubahan yang dilakukan oleh pemerintah Tiongkok ini, tidak menjadi masalah besar dan serius bagi Meuron, karena hal tersebut wajar dan kerap terjadi jika perancang harus mengganti rancangannya dengan bentuk atau bahan yang lain. Dan sebagai seorang arsitek, dia harus dapat menerimanya dan tetap giat atau tekun melaksanakan tugas barunya jika hal tersebut menimpa dirinya.
Berdasarkan penjelasan tersebut di atas, nyatalah bahwa perkembangan kebudayaan bangsa yang hendak dimajukan itu tidak mungkin dibiarkan terselenggara tanpa ketentuan arah serta tanpa memperhatikan keberagaman masyarakat dengan segala kebutuhan yang timbul dalam proses perkembangan masyarakat bangsa.
Faktor lain yang perlu diingat ialah bahwa walaupun setiap masyarakat mengembangkan kebudayaan sebagai perwujudan upaya menanggapi kebutuhan hidup sesuai dengan tantangan lingkungan serta keterbatasan kemampuan masing-masing, di dunia ini tidak ada budaya asli dalam arti belum terkena pengaruh dari luar. Lebih-lebih setelah kemajuan teknologi pendukung seperti teknologi komunikasi dan perhubungan semakin tumbuh dengan pesatnya.
Masing-masing masyarakat akan menanggapi, menerima, mengolah, dan menyerap unsur-unsur budaya asing dalam kerangka acuan yang menguasai mereka selama ini.
Boleh jadi dikatakan, fungsi budaya yang dikembangkan oleh masyarakat pendukungnya itu merupakan alat penyambung non jasmaniah yang mempermudah upaya manusia memenuhi kebutuhan pokok maupun dalam usahanya memahami lingkungan di mana mereka merupakan bagiannya.
Sama halnya dengan bangsa Tionghoa kini, penemuan-penemuan dan perekaan setempat yang dirangsang oleh berbagai macam kebutuhan yang timbul sebagai akibat perkembangan masyarakat, kemajuan teknologi, serta perubahan lingkungan akan menimbulkan berbagai pembaharuan di segala bidang. Pembaharuan itu akhirnya akan memperkembangkan budaya masyarakat yang bersangkutan.
Beijing, 11 Oktober 2004
------------------------------
Beby Mahyuni
|