|
Pada tanggal 14 Juni tahun 2004 malam, Mantan Presiden India, Kocheril Raman Narayanan dalam wawancara khusus dengan wartawan Harian Renminribao di Beijing membicarakan latar belakang dan pentingnya Lima Prinsip Hidup Berdampingan Secara Damai serta peranan pembimbing terhadap hubungan India-Tiongkok dan hubungan internasional zaman sekarang. Ia mengatakan, 50 tahun yang lalu, Perdana Menteri Tiongkok pada waktu itu, Zhou Enlai untuk kali pertama mengemukakan Lima Prinsip Hidup Berdampingan Secara Damai sebagai pedoman pembimbing penyelesaian masalah penting antara India-Tiongkok dan disambut baik oleh India. Dengan demikian, lahirlah Lima Prinsip Hidup Berdampingan Secara Damai yang terkenal. Ia berpendapat, Lima Prinsip tersebut merupakan sumbangan kreativitas bagi teori dan praktek dalam hubungan internasional, dan tetap mempunyai arti penting terhadap dunia yang mengalami perubahan pada masa kini dan masa depan.
Narayanan menunjukkan, pengaruh Lima Prinsip Hidup Berdampingan Secara Damai setelah dikemukakan terus meluas dan memanifestasikan daya hidup yang kuat. Persetujuan prinsip yang ditandatangani antar dua negara, yaitu Persetujuan Lima Prinsip Hidup Berdampingan Secara Damai yang ditandatangani oleh Tiongkok dan India, dapat diterima oleh hampir semua negara di seluruh dunia. Dalam sejarah hubungan internasional, keadaan tersebut jarang muncul. Konferensi Asia-Afrika atau Konferensi Bandung menerima Lima Prinsip tersebut dan menulisnya ke dalam Dasa sila Konferensi Bandung. Konferensi Negara Non-blok yang diadakan di Beograd menjadikan Lima Prinsip Hidup Berdampingan Secara Damai sebagai pedoman pembimbing Gerakan Non-blok. Lima Prinsip tersebut telah menjadi prinsip fundamental gerakan Asia-Afrika yang mengupayakan keadilan, kebebasan dan anti-kolonialisme dan anti-imperialisme. Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) menjadikan Lima Prinsip tersebut sebagai prinsip pembimbing dalam aksi hubungan internasional.
Menyinggung peranan Lima Prinsip tersebut yang dimainkan dalam membimbing hubungan internasional, Narayanan menyatakan, dunia adalah dunia yang majemuk ragam, dan mempunyai kemajemukan dan perbedaan di bidang kebudayaan, bahasa, agama, ekonomi dan kepercayaan politik. Dalam dunia yang majemuk dewasa ini, masih terdapat bayangan gelap hegemonisme. Sejumlah ahli teori politik di negara-negara maju mengemukakan teori kosmopolitanisme baru dan teori pengakhiran kedaulatan negara, bahkan terdapat semacam teori dunia monopolar. India dan Tiongkok menganggap dunia multipolar, dunia monopolar serta teori dan cara intervensionisme tidak bisa berlaku, dan bertentangan dengan tata tertib dunia yang demokratik dan majemuk. Pengertian, kedaulatan, non-blok, tidak mencampuri urusan dalam negeri lain, adil, saling menguntungkan dan hidup berdampingan secara damai bersama-sama merupakan dasar tata tertib dunia yang dapat dipelihara. Patokan peri laku globalisasi dunia seharusnya adalah Lima Prinsip Hidup Berdampingan Secara Damai, bukan didominan negara adidaya. "Negara apa pun tidak dapat mengontrol seluruh dunia." Penyataan Narayanan itu lantang dan kuat.
(Situs web Harian Renminribao, 15 Juni 2004)
|