Shanghai sebagai salah satu kota terbesar di Tiongkok selalu adalah pusat budaya trend Tiongkok selama seratus tahun ini. Khususnya sejak diadakannya reformasi dan politik terbuka terhadap dunia luar pada tahun 1978, ekonomi Kota Shanghai mengalami perkembangan pesat, dan kembali menjadi pemimpin budaya trend Tiongkok. Kehidupan warga Shanghai baik dulu maupun sekarang merupakan tema hangat yang sering dijadikan bahan dalam novel, opera atau pun film dan sinetron. Dalam acara Ruangan Kebudayaan kali ini, kami sampaikan laporan tentang kehidupan budaya Shanghai.
Februari lalu, pertunjukan sandiwara Malam Terakhir Penari Wanita yang dibintangi aktris terkenal Tiongkok, Liu Xiaoqing, menimbulkan kegemparan ketika dipentaskan di Shanghai dan Beijing. Lakon sandiwara itu terjadi di Shanghai pada tahun 1940-an dan Taiwan pada tahun 1960-an. Sandiwara ini mengisahkan kehidupan legendaris seorang ratu penari bernama Jin Daban. Sandiwara itu menarik minat para penonton, selain karena dibintangi Liu Xiaoqing yang menjadi fokus pers, juga berkat kehidupan penari wanita yang dikisahkan dalam sandiwara itu.
Kota Shanghai yang terletak di bagian timur Tiongkok merupakan sebuah kota yang bersejarah hampir 80 tahun. Oleh sebab sejarah, Shanghai pertama-tama menjadi tanah konsesi banyak negara Barat pada awal abad lalu, dan kebudayaan Barat pun mulai memasuki Tiongkok dari Shanghai, tempat berkumpulnya banyak pedagang dan petualang dari semua pelosok dunia. Waktu itu Shanghai merupakan kota yang penuh dengan tempat hiburan, maka Shanghai juga dijuluki sebagai "Paris di Timur". Di Shanghai, kebudayaan dan adat istiadat dari berbagai negara berbenturan dan membentuklah kebudayaan yang unik. Warga Shanghai terkenal dengan gaya hidup kebarat-baratan, dan tradisinya yang mengejar trend dan mode diwariskan sampai sekarang.
Pada tahun-tahun belakangan ini, Kota Shanghai tampil lebih memesona dan kembali menjadi pusat perhatian dunia berkat perkembangan ekonominya yang pesat. Sementara itu, rindu terhadap nuansa Kota Shanghai lam juga menjadi trend yang baru.
Sutradara terkenal Hong Kong, Guan Jinpeng waktu kecil pernah hidup di Shanghai. Ia telah menyutradarai serentetan film yang bertema kaum wanita Shanghai, misalnya film Ruan Lingyu tentang bintang film Shanghai yang terkenal Ruan Lingyu pada tahun 1930-an, Chang Henge yang mengekspresikan perasaan berliku-liku seorang wanita Shanghai selama 40 tahun, dan Mawar Merah dan Mawar Putih yang melukiskan istri dan kekasih dalam mata seorang laki-laki Shanghai. Dalam film-film itu, Guan Jinpeng berupaya menciptakan nuansa Kota Shanghai lama dengan adegan-adegan gedung lama dengan banyak jendela, pakaian khas masa itu, rokok yang dijepit jari, dan sebagainya, yang dapat membawa penonton ke dalam imajinasi yang tak terbatas. Dalam film karyanya, wanita semuanya berwajah secantik bunga, tapi bernasib sengsara. Mengenai kesannya terhadap Shanghai lama, Guan Jinpeng mengatakan: "Apa yang disebut pengejaran terhadap sifat Shanghai lama, menurut saya ialah hasrat yang mengejar mutu kehidupan. Bahkan bagaimana mencicipi secangkir kopi atau bagaimana membuat sehelai pakaian, semuanya harus memiliki pertimbangan sendiri."
Justru seperti suatu pepatah Tiongkok yang berbunyi: lain daerah, lain adat istiadat. Sejarah dan budaya Shanghai yang istimewa juga berhasil memupuk sejumlah seniman Shanghai yang terkenal di dunia. Aktris Chen Chong atau Joan Chen yang terkenal karena film Xiaohua atau Bunga Kecil pada usia 18 tahun juga dilahirkan di Shanghai. Sekarang Chen Chong yang menetap di Shanghai sering berbolak balik antara Shanghai dan Amerika. Tahun lalu Joan Chen membintangi film Jasmine Women, yang berlatar belakang kehidupan di Kota Shanghai lama. Ia mengatakan: "Sebenarnya saya termasuk orang yang rindu pada masa lampau. Saya mencintai Shanghai. Dalam lubuk hati saya, saya juga ingin menjadi Mawar Merah, tapi saya tidak berani berbuat demikian."
Yang disebut Mawar Merah oleh Joan Chen ialah seorang figur dalam sebuah film berjudul Mawar Merah dan Mawar Putih, yang juga dibintanginya, yang dibuat berdasarkan novel dengan judul yang sama, karya pengarag wanita Zhang Ailing.
Baik dulu maupun sekarang di Shanghai terdapat banyak sekali pengarang wanita, dan Zhang Ailing adalah satu yang terkemuka di antaranya. Zhang Ailing dilahirkan di keluarga elite, dan menerima pendidikan lengkap Tiongkok dan Barat di Shanghai. Masa tahun 1930-an dan 40-an adalah masa puncak karirnya. Novel Mawar Merah dan Mawar Putih justru karya masa itu. Wang Anyi, pengarang novel Chang Hen'ge adalah salah satu pengarang wanita lain yang ulung di Shanghai. Ia pernah dianugerahi Hadiah Sastra Mao Dun.
Pada tahun-tahun belakangan ini, banyak orang yang menjadikan Shanghai sebagai pangkalan untuk menyelenggarakan usaha setelah tamat dari sekolah di luar negeri. Chen Yifei, seorang pelukis adalah salah seorang wakil mereka. Lukisan cat berjudul Gadis ciptaannya pernah mencetak rekor tertinggi bagi pelukis Tiongkok dalam pelelangan di luar negeri. Ia kemudian menyutradarai film Renyue Huanghunhou atau Kencan pada Senja. Namun sayang ambisinya untuk menyutradarai film kedua yang berjudul Tukang Cukur, yang juga berlatar belakang Shanghai lama, tidak akan terwujud untuk selama-lamanya karena Chen Yifei tiba-tiba meninggal dunia pada tanggal 10 April tahun 2005.
Budaya trend Shanghai juga tercermin pada bangunan, busana dan bar yang terdapat di mana-mana di Shanghai. Bangunan yang bergaya berbeda berbagai negara yang berhasil dipelihara dari abad lalu merupakan lanskap yang mencolok di kota Shanghai, karena berdiri kontras dan harmonis dengan bangunan baru bergaya modern kota Shanghai. Busana merek terkenal di dunia hampir semuanya membuka toko waralabanya di Shanghai. Sedangkan toko-toko busana kecil yang tersembunyi di lorong-lorong di distrik lama kota Shanghai juga sangat menarik minat orang, khususnya bagi gadis yang gemar akan segala barang tren. Sedangkan bar yang terdapat di mana-mana di Shanghai adalah tempat bagi warga Shanghai yang suka kehidupan malam.
|