Kegiatan besar-besaran untuk memperingati genap 600 tahun pelayaran Cheng Ho ke Samudera Barat (Asia Selatan dan Afrika bagian timur) kini sedang dipersiapkan. Sejak dua tahun lebih yang lalu, media dan lembaga penelitian di negara-negara Barat sudah meletakkan kegiatan pelayaran Cheng Ho pada tingkat yang luar biasa tingginya. Bagaimana mengenal peristiwa sejarah penting itu? Hal ini bukan saja mempunyai arti penting bagi kegiatan peringatan besar-besaran pelayaran Cheng Ho ke Samutera Barat yang sedang dipersiapkan, tapi juga mempunyai arti penting bagi masyarakat Tiongkok untuk mengenal bagaimana Tiongkok berubah dari negara kuat menjadi lemah, kemudian memulai lagi kebangkitan. Dari sini menerima pelajaran sejarah dan dengan teguh melaksanakan reformasi dan keterbukaan terhadap dunia luar.
Pada masa awal reformasi dan keterbukaan, Deng Xiaoping beberapa kali menyinggung sejarah pelayaran Cheng Ho ke Samutera Barat pada zaman Dinasti Ming. Untuk memperkokoh kekuasaan barunya, Kaisar pertama Dinasti Ming, Zhu Yuanzhang telah melaksanakan kebijakan menenteramkan dalam negeri dan melarang perdagangan melalui laut, yakni menutup pintu untuk memperkokoh kekuasaan. Zhu Yuanzhang menjelang wafatnya mewariskan takhta kepda putranya yakni Kaisar Huidi. 4 tahun kemudian, Zhu Di, adik Zhu Yuanzhang melancarkan kudeta dan naik takhta menggantikan kemenakannya. Begitu naik takhta, Zhu Di (Kaisar Chengzhu) segera mengubah kebijakan Zhu Yuanzhang yang menutup pintu dan melaksanakan kebijakan dasar membangun negara kaya dan tentara yang kuat serta terbuka terhadap dunia luar, antara lain membatalkan larangan perdagangan melalui laut, mendorong pengusaha swasta dan memerintahkan Cheng Ho mengadakan kegiatan pelayaran besar-besaran ke Samutera Barat.
Pembatalan larangan perdagangan melalui laut dan pelayaran Cheng Ho telah sangat merangsang perkembangan ilmu dan teknologi, ekonomi, pertahanan dan kebudayaan nasional pada waktu itu. Melalui perkembangan selama 20 tahun, di Tiongkok telah muncul situasi makmur yang luar biasa dan menjadi negara kuat di dunia setelah Dinasti Han dan Tang. Zaman jaya itu dikenal dalam sejarah sebagai Zaman Yongle, perkembangan usaha kebudayaan pada zaman itu diwakili oleh terbitnya Kamus Besar Yongle, kekuatan terpadu negara diwakili oleh pelayaran Cheng Ho ke Samutera Barat.
Pelayaran Cheng Ho ke Samutera Barat 80 tahun lebih awal daripada pelayaran Columbus dari negara Barat. Pelayaran Cheng Ho itu menunjukkan, pada waktu itu, Tiongkok jauh lebih kuat daripada negara-negara Barat di bidang-bidang ilmu, teknologi, ekonomi, kebudayaan dan militer. Dalam masyarakat Tiongkok pada waktu itu sudah muncul tunas revolusi industri. Apabila Tiongkok dapat menjaga laju perkembangan itu, maka sejarah dunia selama ratusan tahun ini ada kemungkinan bukan sejarah yang terutama berupa revolusi industri Barat, melainkan adalah sejarah yang terutama berupa revolusi industri Tiongkok atau setidaknya adalah revolusi industri berkembang sejajar di Timur dan Barat. Namun pada saat negara-negara Barat memulai industerialisasi dan terbuka terhadap seluruh dunia, Tiongkok malah menempuh jalan nasionalisme ekstrem dan menutup diri.
Setelah Kaisar Chengzhu (Zhu Di) meninggal, Kaisar Renzhong dan Kaisar Xuanzhong berturut-turut naik takhta. Mereka mendengarkan usul sejumlah menteri penganut Konfusianisme yang menganggap pelayaran ke Samutera Barat dan pembatalan larangan perdagangan melalui laut telah merusak tradisi budaya nasional dan teori Konfusianisme. Maka mereka kembali melaksanakan larangan perdagangan melalui laut, dan menjunjung tinggi Konfusianisme, memaksa Cheng Ho menghentikan pelayarannya, serta membatasi pengusaha swasta bahkan melarang pengusaha swasta melakukan pelayaran di laut. Sejak itu dimulailah zaman tutup pintu yang berlangsung selama hampir 500 tahun.
Sementara itu?sejumlah negara Barat telah melepaskan diri dari dominasi kolonial Arab serta melaksanakan revolusi agama dan renaisans, membuka diri terhadap dunia luar dan mengadakan pelayaran ekspedisi, memulai sejarah di mana negara-negara Barat mendominasi dunia. Tak lama setelah pelayaran Columbus, revolusi industri dan teknologi dimulai dan dengan cepat menyebar ke negara-negara Barat. Sejak itulah, Barat menempuh jalan modernisasi menjadi makmur dan kuat dan merajai dunia. Yang patut disinggung ialah, selama masa itu, kebudayaan tradisional, bahasa, tulisan dan iptek Barat mengalami transformasi penting, arahnya bukan kembali kepada zaman kuno dan menolak unsur dari luar, malainkan adalah memasyarakat, kekinian dan berpadu dengan unsur-unsur dari luar.
Waktu berlalu sekitar empat ratus tahun, negara-negara Barat melakukan pelayaran ke arah Timur berdasarkan jalur pelayaran Cheng Ho ke Samudera Barat (Asia selatan dan Afrika bagian timur). Menggunakan iptek dan teknik militer Tiongkok yang mereka pelajari berhasil membuka pintu Tiongkok dan mengalahkan tentara Tiongkok. Pada zaman Kaisar Yongle, di balik gejala perkasanya ekonomi dan militer Tiongkok adalah krisis kebudayaan yang mendalam, yakni kerena tidak bisa dengan tepat memperlakukan transformasi kebudayaan tradisional sehingga mengakibatkan nasionalisme ekstrem dan tutup-pintuisme. Mempertahankan langgam Konfusianisme bukan saja tidak dapat membantu Tiongkok melawan agresi negar-negara kuat dari Barat, tapi malah membuat Tiongkok yang kuat dan makmur menjadi daging gemuk yang diperebutkan negara lain dengan seenaknya. Pada masa Kaisar Chengzu Dinasti Ming, krisis kebudayaan ini tidak teratasi, akibatnya zaman Kaisar Yongle menjadi zaman di mana Tiongkok yang kuat dan makmur secara menyeluruh sejak Dinasti Han dan Tang berubah menjadi lemah secara menyeluruh dan berlangsung selama 500 tahun, sampai dilaksanakannya modernisasi, reformasi dan keterbukaan terhadap dunia luar pada masa hampir 30 tahun ini, baru muncul kesempatan hidup dan harapan menjadi makmur dan kuatnya kembali Tiongkok, dan sekali lagi menjadi negara kuat di dunia.
Ketika Tiongkok mulai melaksanakan reformasi dan keterbukaan, Deng Xiaoping pernah menyinggung sejarah pelayaran Cheng Ho ke Samudera Barat. Ia sempat mengutarakan kekhawatirannya apakah tragedi sejarah akan terulang. Namun yang melegakan Deng Xiaoping ialah reformasi dan keterbukaan Tiongkok terus berkembang, dan tragedi sejarah tidak akan terulang.
Pada tahun-tahun terakhir ini, negara-negara Barat menaruh perhatian semakin besar pada arti sejarah pelayaran Cheng Ho. Ketika memperingati 500 tahun ditemukannya benua Amerika oleh Columbus, banyak ilmuwan Barat teringat akan pelayaran Cheng Ho.
Kegiatan pelayaran Cheng Ho mewakili hasil-hasil yang dicapai peradaban Tiongkok zaman kuno, sekaligus mewakili tragedi peradaban Tiongkok zaman kuno. Mengenai masalah apakah tragedi sejarah pelayaran Cheng Ho akan terulang, negara-negara Barat dari ketinggian sejarah dunia yang belum pernah ada mengajukkan pertanyaan; Deng Xiaoping jauh-jauh hari telah memberikan jawaban, dan sidang pleno ketiga Komite Sentral ke-16 Partai Komunis Tiongkok telah memberikan jawaban lebih jauh.
|