|

Miao adalah salah satu etnis terbesar di Tiongkok, yang kebanyakan dari mereka bermukim di propinsi Guizhou?Tiongkok barat daya. Sehingga tak salah jika Guizhou dikatakan sebagai pusat kebudayaan Miao di Tiongkok. Senang sekali pada waktu itu saya berkesempatan untuk melihat dari dekat kehidupan etnis ini yang tinggal di kaki-kaki bukit atau gunung. Sayang pada saat kunjungan yang saya lakukan, tidak bertepatan dengan hari perayaan atau festival suku Miao yang biasanya diadakan pada bulan April atau Mei. Namun saya masih dapat membagikan oleh-oleh cerita tentang festival mereka yang saya terima dari jajak pendapat dengan warga Miao setempat.
Festival Wanita Miao
Festival ini dirayakan oleh para wanita yang sudah akil baligh, terutama untuk yang masih lajang, atau belum menikah, dalam rangka mencari jodoh. Di pagi hari pada hari kelima belas dari kalender Tiongkok, para wanita yang belum menikah berkumpul di samping sungai untuk mengail ikan. Mereka kembali ke rumah dengan hasil tangkapan mereka, dan bersama-sama menyiapkan nasi yang diberi warna biru, merah jambu, kuning, dan putih untuk mewakili musim semi, panas, gugur, dan dingin.
Para pemuda berdatangan untuk menggabungkan diri dengan mereka untuk bersantap bersama. Mereka merayu para wanita muda tersebut dengan nyanyian, tapi rasa haus dan lapar mereka, yang sebetulnya sama dengan perasaan yang mereka miliki untuk wanita yang mereka suka.
Para wanita kemudian menjawabnya dengan menawarkan tuak dan nasi yang dibungkus dengan kain kecil, yang berisi jawabannya. Jika di dalam bungkusan nasi tersebut berisi merica atau lada, maka artinya adalah penolakan. Sebatang sumpit tandanya penolakan yang halus, seperti, tidak-terim kasih terhadap perasaan cinta dari pria tersebut. Selembar daun maksudnya, pria harus memberikan hadiah terlebih dahulu kepada wanita tersebut, biasanya berupa kain satin. Sepotong rumput menunjukkan, dia terlebih dahulu harus menyediakan jarum dan benang merahnya. Jika seorang wanita membalas cintanya, dia akan meletakkan kedua sumpitnya ke dalam bungkusan tersebut.

Selama hari perayaan ini, bagi wanita yang telah menikah, hari ini digunakan mereka untuk kembali ke rumah kedua orangtua mereka, hanya pada waktu ini saja, para anak perempuan yang telah menikah dapat menjenguk kedua orangtuanya dan pada satu kesempatan ini pula, para kakak dan adik perempuan dapat berkumpul bersama.
Sementara hari-hari lainnya, dihabiskan oleh mereka bersama dengan keluarga suaminya. Para wanita yang pergi menemui keluarganya dengan berjalan kaki, sambil membawa beberapa ekor ayam, kue beras dan kain yang telah ditenun sendiri untuk keluarga mereka. Sedangkan para suami tinggal di rumah.
Festival Menyembah Drum
Festival menyembah drum atau yang juga disebut dengan Guzang Jie, merupakan festival yang paling penting dari suku bangsa Miao. Festival ini dilaksanakan 13 tahun sekali, terakhir perayaan ini diadakan pada bulan Maret tahun 1992 di desa Langde di daerah Taijing.
Perayaan ini dilangsungkan selama sepekan, yang mana mempunyai dua tujuan, yaitu untuk mengenang para nenek moyang mereka, dan untuk merayakan kerja keras dan hasil panen yang baik pada beberapa tahun yang lalu.
Pada hari pertama, panitia perayaan yang terpilih mendaki gunung untuk mencari arwah naga, sebuah simbol keberuntungan. Cenayang atau pemimpin keagamaan, menuntun arwah naga yang masuk ke dalam seekor bebek, yang dibeli secara khusus untuk tujuan ini, dan melakukan upacara syukuran atau selamatan.
Selama kegiatan festival ini, warga Miao memukul gendang atau drum yang terbuat dari kayu pohon para/getah, untuk membangkitkan arwah-arwah nenek moyang mereka.
Seekor sapi, atau babi dipersembahkan selama upacara sembahyang kepada para nenek moyang. Daging dibagi-bagikan dan orang-orang berkumpul untuk memukul gendang, bermain lusheng dan pintu-pintu rumah terbuka untuk para tamu. Makan, nyanyi dan berdansa dilakukan sepanjang hari dan malam. Salah satu upacara penting yang disebut dengan memegang mangkuk. Mangkuk bulat yang tidak memiliki cacat, melambangkan nasib yang baik dan masa depan yang indah. Minuman anggur dituang ke dalam mangkuk, kemudian dipegang oleh lima pemilik drum, yang harus berusaha sebaik mungkin untuk tidak menumpahkan minuman anggur tadi. Arti dari upacara ini ialah, bahwa warga Miao harus selalu bekerja sebagai orang yang untuk mencintai dan melindungi kelompoknya, agar masa depan generasi selanjutnya akan terus menjadi makmur.
Pada penutupan festival ini, cenayang dan pemimpin kelompok akan membawa drum besar ke dalam hutan. Mereka membimbing para arwah nenek moyang ke dalam gunung, di mana jiwa-jiwa mereka akan beristirahat.
(Bebby)
|