Cuaca debu pasir yang meliputi 10 provinsi, daerah otonom dan kota di Tiongkok utara selama beberapa hari ini sampai kemarin masih mempengaruhi Kota Beijing. Dengan bertiupnya angin kencang, debu pasir meliputi kota Beijing, jarak tampak tidak sampai tiga km, mutu udara turun sampai pencemaran yang paling berat. Ini adalah cuaca debu pasir yang paling lama mempengaruhi Beijing sejak tahun 2002.
Insinyur senior Qiao Lin dari Stasiun Meteorologi Pusat mengatakan, ini adalah yang ke-8 kalinya cuaca debu pasir hadir di Tiongkok utara sejak bulan Februari lalu. Cuaca seperti itu terjadi 4 kali di Tiongkok utara pada bulan Maret, lebih banyak dibanding masa sama tahun-tahun 2000, 2003 dan 2005. Hanya dalam waktu 10 hari pertama bulan April, sudah tiga kali cuaca debu pasir meliputi Tiongkok utara. Ditinjau dari keadaan sekarang ini, frekuensi cuaca debu pasir pada musim semi tahun ini lebih rendah dibanding tahun-tahun biasanya, namun lebih tinggi daripada tahun 2004 dan 2005. Demikian kata Qiao Lin.
Badai debu adalah fenomena cuaca bersifat bencana yang sering terjadi di daerah Tiongkok utara pada musim semi. Cuaca debu pasir adalah akibat pengaruh faktor alam, atau karena perusakan lingkungan hidup akibat kegiatan manusia? Pandangan kalangan keilmuan mengenai masalah itu ini pada pokoknya sama yakni faktor pokok terjadinya badai debu adalah cuaca yang kering, sedang kegiatan manusia pada derajat tertentu memperparah masalah itu dengan interfensinya terhadap spesifik permukaan darat.
Ada tiga syarat pokok yang menyebabkan terjadinya badai debu: pertama, harus ada sumber pasir; kedua, tanah sumber pasir harus gembur; dan ketiga, harus ada udara dingin cukup kuat yang menginterupsi, yakni harus memiliki syarat yang menimbulkan angin kencang. Mengapa begitu sering terjadi cuaca debu pasir di Tiongkok utara pada musim semi ini? Qiao Lin menjelaskan, temperatur sebagian besar daerah di Tiongkok utara sejak memasuki tahun ini lebih tinggi ketimbang tahun-tahun biasanya, curah hujan tercatat kedua yang paling rendah sejak tahun 1950-an. Temperatur yang tinggi menyebabkan volume penguapan yang besar sehingga pasir di permukaan tanah tidak terikat. Sementara itu, udara dingin dan hangat yang relatif aktif menyebabkan sering bertiup angin kencang sehingga debu pasir sering berterbangan.
Selain itu, badai debu sebagai bencana angir pasir yang kuat tidak terjadi di semua tempat yang bertiup angin, tapi hanya di daerah yang udaranya kering dan vegetasinya tipis. Di daerah Tiongkok utara, tingkat lingkupan hutan tidak tinggi, bencana badai debu menjadi lebih parah akibat perbuatan manusia yang melakukan eksploitasi menguras. Menurut para ahli, sangatlah tidak mudah untuk menanggulangi bencana itu dan tidak mungkin terlaksana dalam waktu singkat. Di satu pihak perlu menanam pohon dan rumput secara ilmiah, khususnya melakukan penghijauan di daerah sumber badai debu. Kita ambil Beijing sebagai contoh, debu pasir yang mempengaruhi Beijing kebanyakan berasal dari daerah lain, maka debu pasir tidak mungkin dicegah hanya dengan menanam pohon di sekeliling Beijing. Yang penting ialah menanggulangi sumbernya. Di pihak lain, perlu menerapkan cara produksi pertanian yang rasional di daerah-daerah yang rawan kondisi ekologinya, mengkonsolidasi hasil penghijauan kembali lahan yang dijadikan tanah garapan, mengurangi dampak manusia terhadap ekosistem, agar lingkungan permukaan tanah yang rapuh dapat pulih berangsur-angsur, hanya dengan demikian baru dapat mengurangi terjadinya badai debu.
Cuaca debu pasir menimbulkan dampak negatif terhadap tumbuhan maupun kesehatan manusia. Maka dianjurkan agar mengurangi kegiatan di luar rumah pada cuaca itu, atau jika perlu menggunakan masker untuk menghindari terjadinya penyakit saluran pernapasan.
|