|
Saudara pendengar, dalam acara tetap Ruangan Tiongkok-ASEAN edisi pekan ini akan kami sampaikan laporan tentang kerja sama 6 negara sub-regional Sungai Lancang-Mekong untuk memerangi jual-beli wanita dan anak-anak.
Saudara pendengar, selama 10 tahun terkahir ini, 6 negara sub-regional Sungai Lancang-Mekong?yaitu Tiongkok, Vietnam, Kamboja, Laos, Myanmar dan Thailand terus memperbaiki sarana perhubungan dan membuka perbatasan, di samping itu, kegiatan kriminal jual-beli wanita dan anak-anak transnasional antar ke-6 negara tersebut juga berkembang pesat. Menurut perkiraan Program Pembangunan PBB (UNDP), ratusan ribu wanita dan anak-anak dijual-belikan di daerah aliran itu. Mereka terpaksa menjadi buruh, budak seksual atau pengemis.
Untuk secara efektif mencegah tindakan jual-beli wanita dan anak-anak, pada tahun 1998 badan PBB telah menerima sebuah program untuk memberikan bantuan dana kepada negara-negara sub-regional Sungai Lancang-Mekong dalam rangka memerangi kegiatan jual-beli manusia. Program tersebut dilaksanakan bersama oleh beberapa organisasi PBB, antara lain, UNDP, UNESCO, Dana Populasi PBB (UNFPA), Dana Anak-Anak PBB (UNICEF) dan Dana Pembangunan untuk Wanita PBB (UNIFEM) serta pemerintah berbagai negara, Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) dan organisasi komunitas. 6 negara sub-regional Sungai Lancang-Mekong berturut-turut ambil bagian dalam program itu.
Wakil Ketua Kantor Komite Pekerjaan Wanita dan Anak-Anak Dewan Negara Tiongkok, Ren Wanyan mengatakan kepada wartawan, Tiongkok sebagai salah satu peserta program tersebut memainkan peran penting di sub-regional Sungai Lancang-Mekong. Dikatakannya,
(Rekaman 1)
" Tiongkok melaksanakan program itu mulai dari bulan November tahun 2001 dan telah mendirikan kantor terkait yang terdiri Komisi Pekerjaan Tata Hukum Kongres Rakyat Nasional ( KRN ) Tiongkok, Kementerian Keamanan Umum, Gabungan Wanita Seluruh Tiongkok, Kementerian Luar Negeri, Kementerian Perdagangan, Kementerian Perburuhan, Kementerian Sipil Tiongkok, dan badan-badan lainnya."
Karena kejahatan jual-beli wanita dan anak-anak trans-nasional mempunyai sifat kelembagaan dan kerumitan, maka untuk melaksanakan program " Pemberantasan Jual-Beli Manusia di Sub-Regional Sungai Lancang-Mekong Antar Lembaga-Lembaga PBB " di 6 negara terkait telah didirikan kantor. Tugas utamanya adalah berkoordinasi dari sudut lapisan tinggi dan kebijakan supaya berbagai negara meningkatkan kemampuan dan kerja sama untuk mencegah kejahatan jual-beli manusia.
Pada bulan Oktober tahun 2004, delegasi pemerintah 6 negara mengadakan sidang konsultasi tingkat menteri selama 1 hari mengenai masalah jual-beli manusia di Yangoon, ibukota Myanmar. Dalam sidang konsultasi itu, ke-6 negara tersebut telah menandatangani "Memorandum Saling Pengertian Mengenai Kerja Sama Sub-Regional Sungai Lancang-Mekong Untuk Memerangi Kejahatan Jual-Beli Manusia ". Mengenai hal itu, Ren Wanyan mengatakan,
" Memorandum itu adalah komitmen lapisan tinggi berbagai negara sub-regional Sungai Lancang-Mekong dalam kerja sama memerangi kejahatan jual-beli manusia, sementara juga merupakan dokumen kerja sama regional tingkat pemerintah yang pertama di kawasan itu, maka mempunyai arti penting."
Memorandum tersebut mencakup 5 bagian, yaitu kebijakan dan kerja sama; kerangka hukum, penegakan hukum dan peradilan; perlindungan atas korban yang dijual-belikan; rehabilitasi dan berbaur kembali dalam masyarakat; langkah preventif serta mekanisme pelaksanaan, pemantauan dan penilaian.
Di depan Pertemuan Pejabat Senior ke-3 Mengenai Pemberantasan Jual-Beli Manusia di Sub-Regional Sungai Lancang-Mekong yang diadakan di Hanoi, ibukota Vietnam pada bulan Maret tahun lalu, wakil-wakil dari 6 negara anggota menyusun " Rencana Aksi Pemberantasan Jual-Beli Manusia di Sub-Regional Sungai Lancang-Mekong ". Selama 1 tahun ini, berbagai negara di sub-regional Sungai Lancang-Mekong mencapai kemajuan besar dalam menyelesaikan rencana aksi tersebut.
Misalnya, Kamboja telah menyusun rencana aksi negara anti jual-beli kedua dan menandatangani persetujuan kerja sama bilateral dengan Vienam dalam rangka memerangi jual-beli wanita dan anak-anak dan membantu korban. Laos telah membentuk komite pemberantasan jual-beli manusia tingkat kementerian yang dipimpin oleh wakil perdana menteri, mencantumkan peraturan tentang jual-beli manusia ke dalam " Undang-Undang Pidana ". Pemerintah Myanmar meratifikasi " Undang-Undang Pemberantasan Jual-Beli Manusia " sesuai dengan stantar internasional. Perdana Menteri Thailand mengumumkan akan menitik-beratkan anti jual-beli manusia dalam pekerjaan pemerintah, untuk itu, pemerintah Thailand mengalokasi dana khusus senilai 12 juta dolar Amerika guna memberantas jual-beli manusia dan membantu korban. Pemerintah Thailand berturut-turut menandatangani memorandum saling pengertian tentang kerja sama bilateral masing-masing dengan Kamboja dan Laos. Vietnam telah mendirikan pusat pemukulan jual-beli manusia dan pertolongan korban di berbagai tempat, membuka hotline. Selain itu, Vietnam menyusun pula " sistem evaluasi tentang aksi anti jual-beli manusia. Pemerintah Tiongkok menaati prinsip pertemuan pejabat senior tersebut dan mencapai prestasi positif dalam membentuk mekanisme anti jual-beli manusia dengan bekerja sama antar berbagai badan dalam negeri dan dengan negara-negara regional, memperluas pertukaran informasi dan mendirikan pusat pertolongan wanita dan anak-anak yang dijual-belikan. Mengenai hal itu, Ren Wanyan mengatakan,
" Tiongkok sedang merevisi " Rencana Aksi Anti Jual-Beli Wanita dan Anak-Anak Negara " dan bekerja sama dengan Vietnam untuk melakukan kegiatan khusus terhadap kejahatan jual-beli wanita dan anak-anak. Delegasi Kementerian Keamanan Umum Tiongkok menghadiri pula pertemuan pejabat senior Tiongkok-Myanmar untuk membahas kerja sama memerangi kejahatan jual-beli manusia lintas negara.
Demikian tadi, saudara pendengar Ruangan Tiongkok-ASEAN untuk edisi pekan ini, penyiar Anda Nining menyatakan terima kasih atas perhatian Anda, sampai jumpa lagi minggu depan.
|