|

( "Nama saya Lian Haiping."
"Nama saya Pang Chaomin."
"Saya Tan Yaoju."
"Nama Saya Lin Minning, semoga teman-teman saya di Indonesia Walafiat!" )
Saudara pendengar, Anda pasti berpikir siapa mereka itu, kok bisa omong bahasa Indonesia? Sebenarnya salam itu datang dari perantau Tionghoa pulang ke tanah air ( atau disebut Hoakiau ) yang kini berada di Perkebunan Hoakiau Xinglong, Propinsi Hainan, Tiongkok selatan. Waktu kami berjalan-jalan di Xinglong, tampak motor berhilir mudik, tercium bau kopi yang harum, daun pandan tumbuh di mana-mana dan orang-orang enak mengunyah penang, semua itu membuat saya merasa seperti di Indonesia. Duta Besar Indonesia untuk Tiongkok, Jenderal Sudrajat dalam kunjungannya ke Xinglong pada bulan Februari yang lalu mengeluh,
"Saya pada saat ini melihat saudara-saudara yang saya rasakan saudara-saudara sendiri. Saya merasa datang ke sini adalah pulang kampung."
Saudara pendengar, Anda mungkin masih kurang mengetahui perkebunan Hoakiau. Di 8 propinsi atau daerah otonom etnis minoritas di Tiongkok terdapat 84 perkebunan Hoakiau, di antaranya, Perkebunan Xinglong di Provinsi Hainan adalah salah satu perkebunan yang relatif besar skalanya. Sejak didirikannya oleh pemerintah pada tahun 1951 sampai sekarang, perkebunan itu telah berturut-turut menerima lebih dari 10 ribu perantau Tionghoa dari 21 negara dan daerah. Dengan upaya bersama perantau Tionghoa yang pulang ke kampung halaman dari berbagai negara, Perkebunan Xinlong berangsur-angsur berkembang dari sebuah tempat yang sepi tandus dan keterbelakangan eknominya menjadi perkebunan milik negara yang maju dengan memadukan pertanian, industri, perdagangan dan pariwisata. Tahun ini adalah genap 55 tahun pembangunan Perkebunan Xinglong. Prestasi yang dicapai itu boleh dikatakan sebagai hasil supaya dan sumbangan perantau Tionghoa yang pulang dari berbagai negara, di antaranya, perantau Tionghoa dari Indonesia memberi sumbangan yang menonjol. Dalam acara pakan ini, marilah kita menikmati bersama cerita mereka.
Saudara pendengar, pada tahun 1960, sekelompok perantau Tionghoa dari Indonesia pulang ke kampung halamannya. Beberapa orang tua yang duduk di depan kami memberitahu kepada kami bahwa mereka pulang ke tanah air karena hatinya yang cinta tanah air. Perantau Tionghoa dari Bandung, Lim Minning dan Perantau Tionghoa dari Jakarta, Tan Yaoju mengatakan,
"Kami adalah perantau Tionghoa yang pulang ke tanah air dari Jakarta, Bandung, Bali dan kota-kota besar lainnya pada tahun 1960-an atas biaya sendiri." "Kami saat itu menganggap tanah air sedang dalam pembangunan, maka kami pulang dan ikut membangun tanah air."
Waktu itu, syarat produksi dan penghidupan sangat sulit, perlu diadakan pembangunan besar-besaran. Sejak didirikannya Perkebunan Hoakiau Xinglong, industri karet mulai menjadi industri utama dan pendapatan produk karet menampati kedudukan dominan dalam ekonomi perkebunan itu. Selain karet, juga ditanam pula kopi, merica, kelapa dan lain-lain. Waktu baru pulang ke Tiongkok, banyak perantau Tionghoa tidak berpengalaman dalam produksi, maka dari awal, mereka belajar potong karet dan menanam kopi, mereka mengatasi berbagai kesulitan dan bekerja keras. Parantau Tionghoa yang pulang dari Bali, Pang Chaomin tersenyum ketika mengenangkan kembali pengalamannya. Dikatakannya,
" Waktu kita pulang, umurnya 19, masih muda. Tapi tidak punya sekolah, jadi terus langsung bekerja, juga kerja tanam karet, tanam merica, tanam padi. Jadi kita di sini kerja, ya, juga senang hati!"

Mulai dari tahun 1950-an dan 1960-an, Xinglong mengalami perubahan besar karena upaya tak henti-hentinya putra-putri perantau Tionghoa. Mereka membawakan bibit dan teknologi dari luar negeri. Berkat upaya mereka, pertanian dan industri Xinglong berkembang pesat, pembangunan kota dan jaringan lalu lintas juga mengalami perubahan besar, sumber daya pariwisata berangsur-angsur dieksploitasi, air mineral yang kaya cadangannya telah membentuk keistimewaan pariwisata di Xinglong. Sebuah desa yang dulu disebut sebagai " jalan menuju mati " kini telah dibangun menjadi titik panas yang menarik pandangan tamu dan pedagang dalam dan luar negeri. 55 tahun sudah lewat, Xinglong berubah lebih indah dan kaya. Kehidupan perantau Tionghoa dari Indonesia di sini semakin beraneka-ragam, sementara kebiasaan kehidupan mereka juga secara mendalam mempengaruhi rakyat setempat. Kopi menjadi minuman yang paling digemari, setiap keluarga membikin kue-kue khas Indonesia di rumah, motor merupakan alat transportasi yang sudah umum, bahkan terbentuklah bahasa khas Xinglong yang bercampuran dengan bahasa Indonesia, dialek Hakka dan bahasa Mandarin. Mengenai sebab-sebab pengaruh perantau Tionghoa terhadap Xinglong, Ketua Perhimpunan Perantau Tionghoa dari Indonesia di Xinglong, Du Tianjiang mengatakan,
" Terbentuknya adat-istiadat sosial Xinglong sekarang, perantau Tionghoa berjasa paling besar. Di antara perantau Tionghoa, perantau Tionghoa dari Indonesia bolah dikatakan telah memainkan peranan amat penting. Karena perantau Tionghoa dari Indonesia sebelum pulang ke Tiongkok hidup bersama dengan orang Indonesia, maka mereka mengenal bahasa dan adat-istiadat Indonesia, pandai memasak makanan Indonesia. Itu sangat berbeda dengan keadaan perantau Tionghoa yang pulang dari Malaysia dan Vietnam. Oleh karena itu, perantau Tionghoa dari Indonesia dapat membawakan adat-istiadat Indonesia ke Xinglong."
Justru karena sebab itulah, di Xinglong, tanah yang luas itu telah terbentuk pesona asing yang unik.

Saudara pendengar, perantau Tionghoa dari Indonesia membaktikan masa muda dan tenaga kepada Xinglong, kini, mereka berturut-turut pensiun dan Xinglong telah menjadi surga bagi mereka yang pensiun. Mereka yang pandai menyanyi dan menari membentuk ansambel nyanyi dan tari Indonesia, belajar dari guru profesional dan mengadakan pertunjukan di Taman Pesona Asia dan Taman Seni Ukiran Akar Pohon Xinglong, sehingga para pengunjung dengan sungguh-sungguh merasakan pesona Indonesia dan keramahan orang Xinglong. Ansambel itu pernah memenangkan hadia emas dalam pekan pertunjukan kesenian Provinsi Hainan pada tahun 2005. Parantau Tionghoa yang sudah lanjut usia mengatakan kepada kami, setelah pensiun, mereka tidak usah mengkhawatirkan kehidupannya di masa tua, karena pihak perkebunan membeli asuransi jaminan sosial untuk mereka dan membentuk asuransi pengobatan. Selama tahun-tahun terakhir ini, karyawan berturut-turut menindah ke gedung yang baru, ada pula yang membangun rumah sendiri. Perantau Tionghoa dari Indonesia, Lian Haishun yang juga penari amatir di asambel itu mengatakan kepada kami,
" Kondisi kehidupan sekarang sangat memuaskan, konkretnya, sekarang penduduk di Xinglong banyak yang belum mampu membangun ruma sendiri, tapi saya dianggap sebagai contoh tipikal, sekarang saya sudah membangun rumahku sendiri seluas 140 meter persegi, yah, sudah lumayan."
Lian Haishun mengatakan, nanti sesudah pensiun dia berencana menjaga cucu, memancing dan akan sering berkumpul dengan teman-teman, untuk senang-senang saja.
Saudara pendengar, kami merasa gembira atas kehidupan perantau Tionghoa yang indah dan bahagia. Xinglong mempunyai hari ini yang makmur, masa depannya juga akan lebih cemerlang. Selamat datang ke Xinglong untuk menginvestasi, bertamasya, menenui sanak keluarga dan mengunjungi sahabat. Demikian tadi, saudara pendengar Ruangan Tiongkok-ASEAN untuk edisi pekan ini, penyiar Anda Nining menyatakan terima kasih atas perhatian Anda, sampai jumpa minggu depan.
|