Tahun 1646, tentara Dinasti Qing melancarkan invasi ke bagian selatan Tiongkok untuk menyerang kekuatan perlawanan dari di daerah pantai tenggara di Fujian. Jenderal Zheng Zhilong, yakni ayah Zheng Chenggong menyerahkan diri kepada tentara Dinasti Qing, akan tetapi Zheng Chenggong yang berusia muda berhasil meloloskan diri dengan memimpin pasukannya, dan bertekad berjuang terus melawan Dinasti Qing. Dengan mengandalkan dasar yang diletakkan oleh ayahnya serta himbauan yang berbunyi "melawan Dinasti Qing demi pemulihan Dinasti Ming" yang populer di antara rakyat etnis Han, beberapa tahun kemudian Zheng Chenggong sudah memiliki ratusan kapal perang dan ratusan ribu tentara untuk menguasai daerah pesisir bagian tenggara sampai selatan Tiongkok. Ia siap sewaktu-waktu bertempur dengan tentara Dinasti Qing.
Bertolak dari strategi jangka panjang dalam melawan Dinasti Qing, Zheng Chenggong mengambil keputusan merebut kembali Pulau Taiwan dari tangan kaum kolonialis, dan menjadikan Taiwan sebagai markas besarnya. Untuk mempersiapkan kampanye merebut kembali Taiwan, Zheng Chenggong memilih prajurit-prajurit yang pandai berenang dan berwatak berani untuk membentuk pasukan penyerang utama untuk melakukan pertempuran pendaratan. Tahun 1661, Zheng Chenggong memimpin 25.000 tentara serta ratusan kapal perang menuju Taiwan, dan dengan bantuan rakyat Taiwan ia mendarat dalam waktu tidak sampai dua jam. Ketika tentara pimpinan Zheng Chenggong muncul secara mendadak di muka tentara Belanda, alangkah terkejutnya kaum kolonialis!
Aksi pengembalian Taiwan ke pangkuan tanah air yang dilancarkan oleh Zheng Chenggong memperoleh dukungan aktif rakyat setempat. Mereka menyediakan bahan makanan dan arak bagi para tentara. Sejumlah besar pemuda, bahkan sebagian budak kulit hitam yang dipaksa kerja oleh kolonialis Belanda juga bergabung dalam tentara Zheng Chenggong. Dalam pertempuran selama satu tahun, jumlah korban tewas dan cedera tentara Belanda mencapai 2.000 orang. Tanggal 1 Februari tahun 1662, tentara agresor Belanda terpaksa menyerah. Dengan demikian kembalilah Taiwan ke pangkuan tanah air setelah terpisah selama 38 tahun.
Setelah merebut kembali Taiwan, Zheng Chenggong mulai melakukan pembangunan besar-besaran di Taiwan. Ia mendirikan pemerintahan, menyusun hukum, menyelenggarakan sekolah dan mendukung perkembangan pertanian. Di samping itu ia dengan aktif mengembangkan perdagangan dengan luar negeri, dan menjalin hubungan perdagangan dengan Jepang, Singapuara, Vietnam dan Indonesia. Penduduk di Taiwan dan penduduk di daerah pesisir Fujian adalah satu etnis dengan nenek moyang yang sama. Maka kebijakan-kebijakan yang dilaksanakan Zheng Chenggong semuanya mendapat dukungan rakyat. Berkat hasil-hasil yang dicapai Zheng Chenggong dalam pengembangan ekonomi Taiwan, popularitasnya di kalangan rakyat Taiwan sangat tinggi.
Sayang sekali, tak lama setelah Taiwan kembali ke pangkuan tanah air, Zheng Chenggong meninggal dunia dalam usia 39 tahun. Sekarang di sebuah gunung di Kabupaten Taizhong, Taiwan terdapat sebuah patung Zheng Chenggong yang menghadap ke daratan tanah air. Dan sebagai padanannya, di Kota Xiamen, Provinsi Fujian di pihak daratan Tiongkok juga dipelihara bekas tempat latihan tentara oleh Zheng Chenggong. 1 2
|