Perkenalan tentang CRISiaran Bahasa Indonesia
China Radio International
Berita Tentang TK
Berita Internasional
Fokus Ekonomi TK
Kehidupan Sosial
Olahraga
Serba-serbi

KTT ASEAN

Kunjungan Hu Jintao Ke Lima Negara Asia dan Afrika

Kunjungan Jurnalis CRI ke Guangdong

Hu Jintao Hadiri KTT G-20 dan APEC serta Lawat ke 4 Negara

Olimpiade Beijing Tahun 2008
Indeks>>
(GMT+08:00) 2008-02-27 13:45:22    
Nelayan di Tepi Sungai Lasa

cri

Berbicara tentang pemandangan desa nelayan, yang terbayang di benak kita tentu adalah panorama yang bisa dijumpai hanya di daerah pantai laut. Namun dalam Ruangan Bertamasya di Tiongkok edisi ini, saudara akan kami ajak berkunjung ke sebuah desa nelayan di pinggiran Lasa, ibukota Daerah Otonom Tibet yang terletak di dataran tinggi daerah pedalaman Tiongkok.

Desa Junba yang terletak di seberang timur bagian hilir Sungai Lasa dan pertemuan antara Sungai Yarlutsangbo dan Sungai Lasa memiliki lingkungan alam dan pemandangan yang indah, serta banyak danau. Warga desa turun temurun bermatapencaharian menangkap ikan, dan tradisi ini sudah berlangsung lebih dari 300 tahun. Junba adalah satu-satunya desa nelayan di Tibet. Masyarakat desa Junba memiliki teknik yang sangat tinggi dalam membuat perahu kulit. Perahu kulit sapi yang berciri khas etnis itu telah membentuk budaya nelayan etnis Tibet yang unik dan bersejarah lama di Tibet.

Desa Junba menjadi desa nelayan satu-satunya di Tibet selain disebabkan oleh faktor alam langkanya air di daerah ini, juga karena sebagian terbesar warga Tibet tidak makan ikan. Periset etnis Tibet Institut Etnis-Etnis Akademi Ilmu Sosial Daerah Otonom Tibet, Qiongda mengatakan,"Umumnya etnis Tibet tabu makan ikan, tapi ada juga kekecualian. Menurut catatan dokumen sejarah, di desa sejumlah daerah Tibet, khususnya yang terletak di dekat sungai, nenek moyang mereka ada juga yang makan ikan, satu di antaranya adalah Desa Junba. Kini, sejalan dengan perkembangan ekonomi dan sosial, terutama semakin banyaknya pertukaran antara Tibet dengan dunia luar, kebiasaan hidup sejumlah etnis dari luar perlahan-lahan telah mempengaruhi kebiasaan hidup rakyat setempat.

Kebiasaan tidak makan ikan terutama terpengaruh oleh budaya Buddha. Masyarakat Tibet menganggap danau-danau di Tibet sebagai danau keramat, maka mandi di danau atau menangkap ikan di danau merupakan penodaan terhadap danau keramat. Lalu mengapa hanya warga desa Junba yang memiliki tradisi menangkap ikan? Menurut cerita rakyat setempat, masyarakat Tibet di Desa Junba boleh menangkap ikan dan makan ikan karena telah mendapat persetujuan dari Dewa Langit. Mantan Kepala Desa Junba, Suonan mengatakan,"Ikan di sini cepat sekali berkembang biak sampai tidak tertampung lagi oleh sungai-sungai di sini. Oleh karena itu, banyak ikan menumbuhkan sayap dan terbang ke langit untuk mencari ruang baru bagi kelangsungan hidupnya. Lama kelamaan, jumlah ikan bersayap di langit bertambah begitu banyak sehingga menutupi matahari dan bulan, sedang makhluk di bumi mulai mati perlahan-lahan karena tidak mendapatkan sinar matahari dan bulan. Mengetahui hal itu, Dewa Langit lalu turun ke bumi manusia memberi tahu nenek moyang Desa Junba bahwa mereka diizinkan menangkap ikan dan makan ikan, dan dibebaskan dari dosa karenanya. Sejak itu, makhluk di bumi kembali tumbuh subur, dan kebiasaan warga desa Junba menangkap ikan dan makan ikan juga berlangsung sampai sekarang."

Berhubung Desa Junba terletak di pertemuan Sungai Yarlutsangbo dan Sungai Lasa, sumber daya ikan di sini sangat melimpah dan daging ikannya juga sangat enak. Warga desa di sini mempunyai banyak cara memasak ikan. Wisatawan di sini selain dapat mencicipi makanan tradisional etnis Tibet umumnya, dapat pula mencoba berbagai hidangan yang terbuat dari ikan. Kepala Desa Junba, Bazu mengatakan,"Banyak sekali cara makan ikan di sini, sedikitnya ada puluhan macam."

Kegiatan produksi dan kehidupan warga desa Junba berlangsung dengan berkisar pada penangkapan ikan, bahkan rekreasi dan hiburan mereka juga ada kaitannya dengan penangkapan ikan. Di Desa Junba, kita akan melihat bahwa di depan pintu setiap rumah terletak perahu kulit sapi. Sebuah perahu kulit sapi kira-kira membutuhkan 4 lembar kulit sapi utuh.

Dulu, tak ada jalan raya di Desa Junba, maka perahu kulit sapi menjadi satu-satunya alat transportasi. Kini, perahu kulit sapi selain alat untuk menangkap ikan, juga alat untuk membawakan tari perahu kulit sapi. Tari perahu kulit sapi dipentaskan dalam Festival Menangkap Ikan setiap bulan tiga Penanggalan Tibet, yang merupakan suatu upacara peresmian turun ke sungai untuk menangkap ikan.

Selain menangkap ikan, Desa Junba memiliki industri kulit, produknya antara lain perahu kulit sapi mini, berbagai macam tas dari kulit yang pola dan perancangannya sangat unik dan berciri khas etnis Tibet.

Di Desa Junba, wisatawan juga dapat menyaksikan tari dan nyanyi masyarakat setempat yang berciri khas.