Di Kota Chongqing, "kota bukit" di bagian barat daya Tiongkok hidup seorang penyandang cacat yang pandai menyanyi dan menciptakan lagu. Karena cacat pada tungkai, ia berjalan dengan bantuan tongkat. Biarpun demikian, ia tetap sering mengikuti berbagai kompetisi menyanyi. Ia bahkan merilis albumnya sendiri. Ia bernama Liang Fuping, penyanyi cacat.
Rumah Liang Fuping terletak di Jalan Nanping, Chongqing. Pada hari wawancara, wartawan disambut oleh istrinya yang bernama A Jiao.
Begitu memasuki pintu, dari sekian banyak tamu yang duduk di kamar, wartawan segera melihat Liang Fuping, yang bertegur sapa hangat dengan para tamu. Dia tampak lebih antusias daripada di foto. Pada hari wawancara, hadir pula sejumlah handai taulan Liang Fuping, atau yang biasa dipanngil oleh teman-temannya sebagai Lao Liang. Para tamu duduk di ruang tamu. Di meja tersedia kuaci, bir dan makanan kecil lainnya. Bahkan tersaji juga satu kuali dengan masakan pedas khas setempat.
Menyinggung tentang Lao Liang, putrinya Liang Sisi mengatakan:"Saya sejak kecil memuja ayah. Ia berwatak tegas. Ia selalu mau terus maju dalam menghadapi kesulitan."
Adik laki-laki Liang Fuping, yakni Liang Yongfu mengatakan:"Abang saya pandai memainkan banyak alat musik, misalnya harmonica, erhu (semacam instrumen musik gesek berdawai dua), akordion dan biola. Bagi saya, abang ibarat pemimpin spiritual."
Sahabatnya juga memberikan penilaian tinggi kepada Liang Fuping:"Liang Fuping sejak kecil sudah menunjukkan bakatnya di bidang musik. Ia selalu penuh percaya sendiri. Ia mencintai musik, dan murah hati kepada teman-temannya."
Istrinya A Jiao mengatakan:"Begitu ia menyanyi, rasanya saya ingin menari. Saya memang menyukai musiknya."
Menyinggung dirinya sendiri, Liang Fuping dengan terharu mengatakan: "Saya bermimpi lebih banyak orang bisa mendengar musik saya."
Tahun 1963, Liang Fuping dilahirkan di suatu keluarga biasa di tepi Sungai Jialing Kota Chongqing, Tiongkok Barat Daya. Ibunya adalah seorang buruh tenun yang sudah lama berbaring di ranjang karena sakit. Ayahnya yang bekerja di kesatuan perkeretaapian tiap hari sibuk bekerja tanpa mengurusi urusan rumah tangga. Ketika usia dua tahun, Liang Fuping terinfeksi polio sehingga tungkai bawah kanannya mengalami cacat. Karena tertimpa malapetaka itu, keluarganya menjadi lebih miskin. Liang Fuping mengenangkan, pada masa kanak-kanak, ia tidak bisa bermain seperti anak-anak lain yang berusia sama. Sahabat terbaiknya adalah musik.
"Saya sejak kecil gemar sekali akan musik, lebih-lebih menyanyi. Ketika mendengar sebuah lagu, saya selalu berpikir, mengapa lagu ditulis demikian, mengapa lagu begitu indah, dan mengapa musiknya berjalan demikian. Sejak masa kecil, saya sering berpikir tentang hal-hal yang aneh itu."
Liang Fuping selalu rajin mempelajari pengetahuan tentang musik. Selain kuliah di kursus musik di sekolah, ia juga rajin meniru bintang-bintang penyanyi di rumah. Kemudian ia berlatih menyanyi ke tepi Sungai Jialing selama dua jam setiap hari, betapapun buruknya cuaca. Adiknya Liang Fuyong mengatakan:"Waktu itu, saya selalu mendampingi abang saya. Pada musim panas, kami mandi di sungai. Ia latihan menyanyi di tepi sungai. Ketika turun hujan, saya membuka payung untuknya. Seusai menyanyi, saya menggendongnya di punggung saya sampai sekarang."
Zhang Chaoming adalah teman Liang Fuping yang selalu bermain bersamanya sejak masa kecil. Ia mengatakan, walaupun masa kanak-kanak sangat pendek, namun persahabatannya kokoh sekali.
"Kami sama-sama tinggal di tepi Sungai Jialing. Di malam hari, ia sering bermain gitar di tepi sungai. Kami mandi bersama dalam sungai. Masa kanak-kanak yang gembira itu benar-benar patut dikenangkan."
Sungai Jialing menjadi saksi kerajinan dan kecintaan Liang Fuping terhadap musik. Sungai Jialing menyasikan pula persaudaraan antar teman sebaya, sementara juga menjadi inspirasi antusiasme Liang Fuping untuk menciptakan lagu Sungai Jialing nan Indah. Lagu ini adalah lagu pertama yang diciptakannya. Liang Fuping mengatakan, tiap kali ia melihat pemandangan indah di Sungai Jialing, ia diliputi perasaan kagum yang mendalam.
Tahun 1982, Liang Fuping dipekerjakan di sebuah pabrik di Chongqing. Dengan adanya pendapatan yang stabil, Liang Fuping mampu membeli alat musik dan juga mendapat kesempatan untuk mengadakan pertunjukan.
"Dengan uang simpanan selama satu tahun, saya membeli sebuah gitar dengan harga 88 yuan. Segera setelah membeli gitar, saya memainkannya tanpa henti seharian. Saya bahkan lupa makan. Saya amat terharu karena inilah yang telah lama saya impikan. Saya amat menyukai gitar ini. Karena saya pandai menyanyi, maka pemimpin pabrik sering mengundang saya mengikuti berbagai kompetisi menyanyi. Saya pun sering memperoleh hadiah bagi pabrik tempat saya bekerja. Waktu itu, saya merasa bangga sekali karena sering tampil sebagai juara."
Pada masa itu, Liang Fuping meskipun gajinya terbatas, tapi berlangganan majalah musik dan mengikuti kursus musik. Karena sering mengikuti berbagai kompetisi musik dan sering pula mendapat hadiah, maka lama-kelamaan Liang Fuping pun menjadi tenar di kampung halamannya. Ketika wartawan datang, Liang Fuping khusus memperlihatkan berbagai piala yang diperolehnya. Ia mengatakan, panggung pertunjukan membuatnya semakin percaya diri. Akan tetapi, setelah menikah dan dikaruniai seorang anak perempuan, tekanan penghidupan yang dialaminya semakin tinggi. Gaji kecilnya tidak lagi mampu memelihara kelangsungan hidup keluarganya.
"Pada tahun 1989, saya dikaruniai seorang anak perempuan. Istri saya waktu itu masih menganggur. Dengan gaji 30 yuan per bulan, saya tidak lagi mampu mendukung keluarga ini. Maka saya mengambil keputusan yang paling besar dalam seumur hidup saya, yaitu mengundurkan diri dari pekerjaan saya saat itu dan menjadi penyanyi jalanan."
Sejak itulah, Liang Fuping memulai kariernya sebagai penyanyi jalanan dengan satu gitar, satu tongkat dan satu buku lagu. Waktu itu, jejak kakinya membekas di seluruh kota Chongqing. Dari jalan-jalan, toko-toko, sampai warung dan restoran, di mana saja terdengar suara nyanyiannya. Kemudian, ia bertualang ke bagian selatan, dan menjadi penyanyi pesanan.
"Menjadi penyanyi jalanan adalah pilihan terpaksa. Apabila keluarga saya waktu itu hidup seperti keluarga biasa lainnya, maka saya tidak mungkin akan menempuh jalan ini."
Akan tetapi, sayang sekali, keputusan Liang Fuping menjadi penyanyi jalanan tidak hanya gagal membantunya memperbaiki penghidupan, tapi juga menyakiti perasaan istrinya. Pada tahun 2002, Liang Fuping bercerai dengan istri pertamanya. Dalam kehidupan yang pahit selanjutnya, musiklah yang membantunya melangkah keluar dari titik terendah kehidupannya. Pada tahun 2005, Liang Fuping mengikuti kompetisi penyanyi penyandang cacat nasional, dan memperoleh hadiah terbaik. Dalam suatu pertemuan silaturahmi, Liang Fuping berkenalan dengan A Jiao yang baik hati. Di mata A Jiao, tungkai kanan Liang Fuping yang cacat bukanlah rintangan asmara mereka. Ia mencintai Liang Fuping, lebih-lebih mencintai semangat optimisnya terhadap kehidupan dan bakatnya di bidang musik.
"Saya pertama tertarik karena suara nyanyiannya, dan kedua bakatnya. Saya amat membanggakannya. Ia adalah pria yang bertanggungjawab. Ia selalu mempertimbangkan saya dan keluarga ini. Kadang-kadang saya terharu sampai akan menangis."
Di tahun 2007, Liang Fuping menyongsong titik balik dalam karirnya. Pada bulan Desember tahun 2007, album Bahu Laki-laki, album pertama Liang Fuping diluncurkan di seluruh negeri.
Di atas sampul album itu tertulis: menemukan cara untuk mengutarakan perasaan laki-laki membuat kami merasa sehat dan gembira.
Liang Fuping mengatakan, lagu Bahu Laki-laki mengekspresikan suara hatinya, juga melukiskan pengalaman hidupnya.
|