Saudara pendengar, novelis Mai Jia dari Kota Chengdu, Propinsi Sichuan kini kian mencuat namanya di kalangan kesusastraan Tiongkok melalui novel-novel karyanya yang antara lain berjudul "Memecahkan Kode Rahasia" dan "Jebak Gelap". Pengarang bermuka dingin ini sebenarnya memiliki hati yang peka kepada saudara-saudara sekampungnya. Khususnya pasca gempa dahsyat di Wenchuan, Provinsi Sichuan pada tanggal 12 Mei lalu. Berikut mari kita kenali lebih dekat sosok novelis yang sedang naik daun ini.
Saat gempa terjadi, Mai Jia dan keluarganya kebetulan sedang berada di Chengdu. Walaupun Chengdu tidak terletak di pusat gempa, namun kehidupan warga Chengdu tetap terpengaruh oleh gempa dahsyat itu. Hari-hari berikutnya, Mai Jia dan keluarganya pindah dari apartemennya yang terletak di lantai tujuh dan pada malam hari mereka tidur di mobil.
Melihat begitu banyaknya korban tewas akibat gempa itu, perasaan Mai Jia diliputi duka yang mendalam. Di saat yang bersamaan ia merasa terharu menyaksikan upaya penanggulangan bencana yang dilakukan di lokasi-lokasi bencana sekitar. Mai Jia mengatakan:
"Pembangunan kembali daerah bencana adalah tugas yang amat berat dan panjang. Menurut saya, para korban daerah bencana pasti butuh waktu lama untuk bisa keluar dari kesulitan, baik kesulitan menjalani hidup maupun kesulitan mental. Hal inilah yang menuntut perhatian kami kepada mereka untuk jangka panjang. Saya telah menyumbang 200.000 Renminbi. Uang itu bukan main bagi saya, tapi tetap sangat kecil bagi daerah bencana. Saya ingin mengerahkan masyarakat untuk menyumbangkan lebih banyak uang kepada korban daerah bencana."
Hari kedua pasca gempa, Mai Jia berinisiatif mendonorkan darahnya. Di pos pengambilan darah, tampak antrian panjang rakyat yang mengantri untuk mendonorkan darahnya. Melihat pemandangan seperti itu, Mai Jia tak kuasa membendung air matanya. Pada saat itulah, Mai Jia bertanya pada dirinya sendiri, apa yang dapat ia lakukan bagi daerah bencana?
Mulai dari hari pertama anaknya lahir, Mai Jia memiliki kebiasaan menabung 10.000 yuan di bank setiap hari ulang tahun anaknya. Tabungan itu adalah modal usaha bagi anaknya di masa depan. Ia memutuskan untuk menarik tabungan itu dari bank dan setelah mendapat persetujuan dari anaknya, ia menyumbangkan uang tabungan itu kepada daerah bencana. Mai Jia mengatakan:
"Gempa dahsyat itu tidak menimbulkan kerugian serius terhadap Chengdu. Namun saya tetap merasakan getaran itu, getaran yang mengetuk nurani saya. Getaran itu adalah cinta kasih dan bantuan yang terlihat di mana-mana di daerah bencana. Melihat hal-hal yang terjadi di daerah bencana membuat saya memikirkan banyak hal."
Beberapa tahun terakhir ini, sinetron Jebak Gelap yang diadaptasi dari novel berjudul sama karya Mai Jia ramai ditayangkan di berbagai stasiun televisi di seluruh negeri. Sinetron itu memperoleh rating pemirsa yang cukup tinggi. Seiring dengan ditayangkannya sinetron itu, Mai Jia pun melangkah menuju ketenaran.
Pria berusia 44 tahun ini nampaknya tipe pendiam. Sejak kecil ia sudah menggemari sastra. Selain itu, ia juga hobi mengarang sajak-sajak puisi. Pada tahun 1990an, Mai Jia mulai menulis novel berjudul "Memecahkan Kode Rahasia". Novel itu memunculkan perasaan serba baru kepada para pembacanya. Kalangan kesusastraan menilai novel itu sebagai karya yang telah "membuka jalan menuju kecerdasan novel yang baru".
Karakter utama dalam novel itu berprofesi khusus sebagai pemecah kode rahasia yang memiliki tingkat kecerdasan yang sangat tinggi, namun berwatak dingin dan tertutup. Nasib karakter utama itu pun berliku-liku dan misterius. Dengan bahasa yang indah dan sederhana, didukung pula oleh susunan yang halus dan imajinasi yang tinggi, novel itu baru selesai 10 tahun kemudian.
Setelah "Memecahkan Kode Rahasia", Mai Jia menghabiskan waktu tiga tahun untuk menulis novel "Jebak Gelap", yang menampilkan sosok agen rahasia Tiongkok. Mengenai penulisan novel bergenre serupa, Mai Jia mengatakan:
"Saya sudah lama menaruh perhatian pada profesi agen rahasia. Novel-novel seperti "Memecahkan Kode Rahasia", "Jebak Gelap", dan "Suara Angin" semuanya adalah novel yang melukiskan karakter agen rahasia. Saya melihat penulisan novel sebagai bagian dari nasib saya, karena pada waktu dulu saya pernah bekerja sebentar di badan terkait. Karena itu, saya tentu mempunyai lebih banyak pengetahuan daripada pengarang lainnya."
Dalam novel "Memecahkan Kode Rahasia", ada sebuah kalimat yang berbunyi: "Memecahkan kode rahasia merupakan sebuah talenta yang sanggup menebak talenta lainnya." Bahasa dialektis seperti itu banyak terdapat dalam novel Mai Jia yang pandai mengisahkan cerita. Novelnya selalu menghidangkan alur cerita yang berliku-liku, tapi saling berkaitan erat. Nasib setiap karakter utama dalam novel-novelnya juga beraneka ragam. Novelnya selalu melukiskan nasib orang melalui filsafat kehidupan.
Mai Jia mengaku bahwa dirinya termasuk pengarang yang "lambat panen". Sejak tahun 1991, ia sudah mulai menulis novel, tapi baru diterbitkan pada tahun 2002. Mai Jia mengatakan, menulis novel adalah hal yang tak bisa dipisahkan dari jiwanya dan merupakan bagian dari kehidupan spiritualnya. Ia berpendapat, profesi pengarang sejati merupakan kehidupan yang benar-benar sepi.
Pada hari biasa, Mai Jia tidak banyak berbicara dengan orang lain, sehingga ia sering terkesan sedang melamun. Padahal, sebenarnya banyak hal yang sedang berkecamuk dalam pikirannya. Mai Jia dengan rendah hati menilai dirinya dengan mengatakan: "Saya adalah orang yang tidak banyak pengalaman, tapi banyak pikiran."
|