Oktober tahun ini, film Angin Topan Dahsyat ditayangkan di sinema di seluruh negeri. Film dengan investasi 50 juta yuan renminbi itu merupakan sebuah film yang mengusung tema malapetaka. Menurut perkenalan, film itu sudah masuk seleksi Festival Film Internasional Tokyo Ke-21 yang akan digelar. Dalam film itu, sutradara Feng Xiaoning sepenuhnya menunjukkan kesadarannya di bidang pelestarian lingkungan. Berikut kami perkenalkan Feng Xiaoning sebagai sturadara film Tiongkok.
Film Angin Topan Dahsyat diadaptasi berdasarkan peristiwa sejati setelah angin topan Saomai menyapu Wenzhou Provinsi Zhejiang pantai tenggara Tiongkok pada tahun 2006. Adegen-adegen yang ditayangkan dalam film tad, misalnya adegen yang melukiskan prahara tornado dan pusat angin topan yang spektakuler menghidangkan kepada para penonton kesan yang sangat memukul dan mencekam. Menurut perkenalan sutradara Feng Xiaoning, dalam syuting film Angin Topan Dahsyat, khusus dibuat setting yang nyaris sama dengan benda asli sehingga memberikan adegen yang lebih memukul daripada film The Perfect Storm buatan AS. Film Angin Topan Dasyat menyajikan adegen-adegen rusaknya satu kota dalam bencana alam serta gambar evakuasi para pengungsi secara darurat.
Feng Xiaoning mengatakan, film Angin Topan Dahsyat mempunyai arti realistis, karena bisa memberikan peringatan kepada masyarakat untuk mewaspadai bencana alam, serta meningkatkan kesadarannya untuk menghadapinya. Ia mengatakan: "Angin Topan Dahsyat adalah film yang melukiskan bencana alam yang serius. Pada tahun-tahun belakangan ini, Tiongkok berkali-kali dilanda bencana alam yang serius, misalnya bencana suhu udara dingin dan hujan es yang menimpa bagian selatan Tiongkok pada awal tahun ini serta gempa bumi dahsyat yang terjadi pada Mei lalu. Pada hal, bencana alam adalah masalah yang dihadapi seluruh jagad. Melalui film Angin Topan Dahsyat, kami ingin memperingatkan seluruh dunia bahwa zaman merajalelanya bencana alam sudah di ambang pintu. Justru seperti apa yang kami bicarakan dalam film, bahwa maraknya bencana alam itu berkaitan erat dengan kegiatan manusia, yakini manusialah yang merusak lingkungan hidup sehingga iklim global terus menghangat."
Feng Xiaoning yang berusia 50 tahun tamat dari Akademi Film Beijing pada tahun 1982. Ia pada awalnya belajar jurusan fotografi, tapi kemudian beralih profesinya menjadi sutradara film. Ia sudah banyak kali menggarap film yang mengusung tema peperangan, misalnya Bujur Perang, Lembah Sungai Merah, Asmara Sungai Kuning dan Matahari Ungut. Feng Xiaoning juga banyak menyutradarai film-film tentang pelestarian lingkungan hidup. Film Lenyapnya Atmosfir, Getamelin dan Jalur Dataran Qinghai-Tibet adalah karya representatifnya. Feng Xiaoning berpendapat, ancaman laten yang ditimbulkan lingkungan sama sekali tidak kalah dibandingkan dengan perang. Dikatakannya, perang tidak akan memusnahkan bangsa Tionghoa, tapi memburuknya lingkungan dapat berbuat demikian.
Tahun 2000, ia membuat film Getamelin, yang menceritakan pemberontakan pahlawan etnis Mongol pada zaman kuno. Melalui film itu, Feng Xiaoning memperingatkan masyarakat bahwa pahlawan-pahlawan itu mengadakan pemberontakan untuk melestarikan padang rumput yang rusak, mereka memberikan pengorbanan besar demi pelestarian lingkungan. Melalui pengalaman pengambilan gambar film itu, ia diperdalam pengetahuan tentang duduk perkara kenapa ladang rumput berangsur-angsur berubah menjadi padang pasir.
Tahun 2003, Feng Xiaoning dianugerahi gelar "Duta Lingkungan" oleh Dewan Tiongkok untuk Mempromosi Kebudayaan Lingkungan. Tahun 2007, ia dihargai gelar "Tokoh Tahunan Tiongkok Yang Hijau" atas prestasinya di bidang pelestarian lingkungan. Selama 20 tahun sejak meniti karirnya di bidang perfilman, Feng Xiaoning dan kru pembuatan filmnya nyaris menginjakkan kakinya di berbagai pelosok Tiongkok, tapi ke mana pun mereka pergi, pelestarian lingkungan selalu diperhatikannya. Biarpun sopir mobil di regu krunya tahu tidak boleh membuang sampah sembarangan demi melindungi sumber air dan kebersihan ladang rumput. Tahun 2006, Feng Xiaoning dan krunya membuat film Jalur Dataran Tinggi Qinghai-Tibet di Kekexili, suatu daerah pada 5.000 meter di atas permukaan laut. Waktu itu, kru yang merokok selalu membawa satu kotak kecil untuk puntung rokok. Begitu selesai syuting satu hari, Feng dan krunya selalu membersihkan tempat syuting tanpa ketinggalan sampah sedikit pun. Adapun mobil yang dipakainya, hanya menempuh jalan raya tanpa melintas padang rumput.
Feng Xiaoning menyatakan, pada masa mendatang, ia akan mengutamakan pembuatan film komersial dengan investasi besar. Ia mengatakan: "Duapuluh tahun yang lalu, saya membuat film Lenyapnya Atmosfir. Dua puluh tahun kemudian, saya membuat film Angin Topan Dahsyat. Kedua-duanya menceritakan satu hal, yaitu bagaimana manusia menghadapi alam, bagaimana hidup secara harmonis dengan alam."
|