Reporter CMG Kembali Ke Lokasi Kejadian Tragedi

2021-09-19 15:52:24  

Komandan Marbes Sentral tentara AS Jumat lalu(17/9) Kenneth Mckanzie kepada kalangan luar mengakui bahwa serangan udara dilancarkan pesawat tanpa awak militer AS di Afghanistan pada tanggal 29 Agustus lalu tidak mengenakan target terorisme, melainkan menewaskan sebanyak 10 penduduk sipil, termasuk 7 anak, Mckenzie menyatakan sesal dan maaf bagi hal ini.

Reporter CMG(China Media Group) untuk Kabul Sabtu kemarin(18/9) sekali lagi datang di tempat tinggal yang mengalami serangan dan mewawancarai sanak keluarga korban tewas dalam serangan udara itu.

 

Menyinggung kelukaan kepada keluarganya, Romal Ahmadi mengatakan, rumah dibom adalah tempat tinggal bersama kakaknya Zamali Ahmadi dan tiga adiknya.

Romal mengatakan, “rumah dihancurkan, 10 orang tewas dalam pemboman itu. Tidak mempunyai rumah lagi, hanya tinggal di rumah kakak perempuan saya. Total lima keluarga tinggal di tiga kamar. Tiga anak saya tewas dalam serangan itu, tiga anak kakak saya pun dibunuh. Hanya tinggal seorang anak perempuan. Kami merasa sedih sekali.”

Romal mengatakan, sebelum serangan udara itu, kakaknya yang mengemudi mobil baru saja tiba di halaman, di atas mobilnya ada satu ember air yang besar. Karena mutu air kota Kabul sangat buruk, maka penduduk terpaksa membeli air dari pasar, ember air di atas mobil Zamali dianggap oleh tentara AS sebagai barel mesiun. Pembunuhan semaunya membuat 10 nyawa sekejap mata terhilang. Tapi saat ini tentara AS hanya dengan mohon maaf mau menyelesaikannya.

 

Seorang korban serangan udara itu bernama Mosawer Rahmani mengatakan, Zamali tidak pernah melukai siapapun. Dirinya berpendapat, ketika menghancurkan rumah satu keluarga miskin dan membunuh 10 anaknya. Hanya mohon maaf tidak ada gunanya.

Keponakan korban serangan bernama Masood  sangat marah dan menyatakan kepada reporter CMG, orang yang berbuat kesalahan serupa tidak boleh melepaskan hukuman karena mohon maaf, terutama AS yang selalu mempropagandakan pemeliharaan hak asasi manusia, tapi dengan teknologi canggih mengontrol mesin perang, kegiatannya dalam hukum internasional sama sekali adalah kejahatan.

Masood mengatakan, jika seorang warga AS mengalami hal serupa, pemerintah AS pasti melakukan investigasi, saat ini 10 orang dari satu keluarga Afghanistan dibunuh, komunitas internasional harus mengusut tanggung jawabnya, dan menanyakan mengapa AS berbuat begitu? 

 

Mohammad Naseem adalah paman Zamali Ahmadi. Perkataannya berfokus pada media Barat yang tidak mempedulikan kesengsaraan mereka. Dia mengatakan kepada reporter China Media Group (CMG) di Kabul, sejumlah media Barat berturut-turut datang ke kamar ini, sambil merekam mobil yang terhancur akibat ledakan bom, sambil menanyakan mereka apakah “bom” di mobil mereka ditransisi, ada wartawan bahkan ingin masuk ke kamar untuk menyelidiki ada tidak tanda-tanda “elemen teroris” tersembunyi. Mohammad mengatakan, media tersebut harus minta maaf atas tingkah laku mereka sendiri.

Kata Mohammad, “Pandangan saya terhadap media-media itu ialah, akhirnya mereka tahu kesalahan mereka sendiri. Mereka seharusnya mengatakan di siaran TV, bahwa kabar yang diumumkan sebelumnya adalah salah, mereka harus minta maaf atas kesalahan sendiri.”

Mohammad berkali-kali mengulangi kata “perang” dan kata “penjahat”, dia ingin seluruh dunia tahu pengalaman keluarga mereka bahkan seluruh warga Afghanistan. Mohamaad mengatakan, menurut dia, semua tentara AS adalah penjahat perang, mereka tidak melakukan apa-apa kecuali melancarkan perang di seluruh dunia. Sekarang mereka malah ingin menyelesaikan semua itu dengan satu kata maaf.

Mohamaad Naseem: “Orang AS mengira hanya mohon maaf di TV atau melalui media, ini sudah cukup? Mereka harus datang ke sini, dan minta maaf kepada semua anggota keluarga kami.” Mereka harus mengakui kesalahan dan memberikan ganti rugi kepada keluarga ini. Hal paling urgen yang dilakukan AS ialah mencari perancang dan pelaksana serangan udara, supaya mereka dihukum.

Usia Mosawer Rahmani, sama dengan anak sulung Zamali, Samir. Dia mengatakan kepada reporter CMG, Samir adalah seorang prajurit tentara pemerintah Afghanistan, tahun ini usianya baru 20 tahun. Sebelum terjadinya serangan udara pada 29 Agustus, mereka masih berobrol tentang upacara pernikahan Samir pada beberapa hari kemudian. Setelah Zamali kembali ke rumah, Samir segera kembali ke rumah. Lalu Mosawer mendengarkan suara ledakan bom sangat keras. Kemudian dia baru tahu, Samir dan adiknya berusia 2 tahun semua jadi korban dalam ledakan bom kali ini.

Mosawer berpendapat, tentara AS harus memberikan ganti rugi kepada keluarga tetangganya, sekurang-kurangnya uang untuk membangun kembali rumah. Namun setelah diam sebentar, dia mengatakan, apa gunanya ganti rugi kalau orangnya sudah meninggal?

Kata Mosawer: Saya berharap masyarakat internasional menghukum penjahat, dan mendesak pemerintah AS memberikan ganti rugi selayaknya. Tapi ganti rugi apapun yang diberikan Gedung Putih tidak dapat dibandingkan dengan nyawa anak.

 

 

 

王伟光