Catatan ‘Jalan Maut’ Afghanistan yang ‘Dinaungi’ Demokrasi ala AS

2021-12-10 14:39:32  

Catatan ‘Jalan Maut’ Afghanistan yang ‘Dinaungi’ Demokrasi ala AS

Jalan raya jurusan Kandahar-Khabul yang kerap kali dijuluki sebagai ‘jalur api’ ini pada kenyataan benar-benar adalah ‘jalan maut’ yang bertumpahan darah. Dalam perang Afghanistan selama 20 tahun yang lalu, para pengguna jalan raya tersebut menghadapi banyak bahaya, dari ledakan mendadak di pinggir jalan hingga serangan maupun bentrokan bersenjata yang dapat terjadi sewaktu-waktu. Nyawa ribuan orang sudah melayang di jalan raya tersebut.

Catatan ‘Jalan Maut’ Afghanistan yang ‘Dinaungi’ Demokrasi ala AS

Pada bulan Agustus 2021, militan Taliban Afghanistan memasuki Khabul melalui jalan raya Kandahar-Khabul dari arah selatan.

Catatan ‘Jalan Maut’ Afghanistan yang ‘Dinaungi’ Demokrasi ala AS

Sejak berdiri, pemerintah sementara Taliban mengharapkan masyarakat internasional dapat membantunya melakukan rekonstruksi Afghanistan. Menjelang akhir tahun 2021, bagaimana keadaan rekonstruksi di negeri ini? Baru-baru ini, wartawan CMG melakukan peliputan terhadap penduduk sepanjang jalan raya tersebut.

Catatan ‘Jalan Maut’ Afghanistan yang ‘Dinaungi’ Demokrasi ala AS

Mobil yang dikendarai wartawan melaju ke arah Kandahar setelah meninggalkan Khabul dan sempat melewati sebuah pos pemeriksaan berukuran besar yang disebut sebagai ‘pintu gerbang Khabul’. Walaupun masih terdapat sisa bahan peledak, anak-anak dari desa di sekitar masih nekat memetik dan mengumpulkan ranting pohon sebagai bahan bakar menjelang tibanya musim dingin.

Catatan ‘Jalan Maut’ Afghanistan yang ‘Dinaungi’ Demokrasi ala AS

Seorang bocah pria setempat bernama Bihula mengatakan, jika tidak ada perang, maka tanah airnya seharusnya sangat kuat, dan semestinya memiliki mesin yang canggih dan zamrud yang indah.

Catatan ‘Jalan Maut’ Afghanistan yang ‘Dinaungi’ Demokrasi ala AS

Peperangan telah meninggalkan luka fisik maupun trauma psikis kepada anak-anak setempat. Seorang anak yang pertama kali bertemu wartawan CMG menjadi sangat tegang karena mengira kamera adalah semacam senjata yang aneh.

Catatan ‘Jalan Maut’ Afghanistan yang ‘Dinaungi’ Demokrasi ala AS

Ayah dari anak itu mengatakan kepada wartawan bahwa ibu anak itu meninggal dalam sebuah serangan ledakan pada Agustus tahun lalu. Empat dari lima anaknya pernah mengalami luka-luka. Seorang anak perempuannya jari tangannya terluka karena terkena peluru menyasar sehingga cacat seumur hidup. Salah satu anaknya yang luka kepala hingga saat ini masih sering dalam kondisi ketakutan.

Catatan ‘Jalan Maut’ Afghanistan yang ‘Dinaungi’ Demokrasi ala AS

Di sebuah apotek di pasar tradisional, nyaris di setiap sudut terlihat bekas tembakan peluru. Pemilik toko obat itu sudah berbisnis selama 30 tahun di sini. Ketika baku tembak terjadi, dia langsung bersembunyi di pojok, dengan mata kepalanya sendiri menyaksikan botol obat pecah terkena tembakan peluru.

Catatan ‘Jalan Maut’ Afghanistan yang ‘Dinaungi’ Demokrasi ala AS

“Mengapa sebuah negara mau menginvasi negara lain?” Di benaknya masih terlalu banyak ingatan yang pahit dan pilu karena berkali-kali melihat korban yang berjatuhan dalam peperangan.

Sekolah desa terpaksa ditutup karena perang. Anak-anak harus berjalan kaki menempuh jalan yang jauh ke sekolah di lembah gunung. Jika lelah, mereka langsung duduk di tanah, dengan tangannya merah karena kedinginan.

Catatan ‘Jalan Maut’ Afghanistan yang ‘Dinaungi’ Demokrasi ala AS

Selama 20 tahun terakhir, dana bantuan pendidikan dari masyarakat internasional kepada Afghanistan tercatat jutaan dolar AS. Akan tetapi, di sekolah yang dekat Khabul ini, masih belum dilengkapi meja dan kursi maupun buku pelajaran. Gurunya hanya beberapa orang saja.

Tetua suku etnis setempat melayangkan surat bersama kepada UNICEF agar mereka dapat membantu membangun sebuah sekolah dasar untuk anak-anak perempuan.

Jalan raya yang memanjang ke tempat jauh memang dapat mendorong penyebaran peradaban antar manusia, namun pengalaman yang terkumpul dari penjelajahan ‘jalan raya maut’ kali ini dengan jelas memberitahu kita bahwa masyarakat Afghanistan masih terus mengalami kesengsaraan dan kepahitan dari akibat dan tragedi peperangan.

Pada saat rakyat Afghanistan berupaya keras dalam rekonstruksi tanah airnya, AS malah sibuk memanggil sekutunya menyelenggarakan apa yang disebut sebagai ‘KTT Demokrasi’. Rakyat tak berdosa Afghanistan yang berkali-kali tertimpa serangan jitu pasukan AS masih saja menghadapi beragam kesulitan pasca perang. Itukah ‘demokrasi’ yang dipromosikan AS kepada dunia?

王伟光