NATO Lama Tidak Usah Kembali

2022-03-26 14:47:23  

Pada tanggal 24 Maret waktu setempat, NATO merilis selembar foto pemimpin AS dan Eropa yang mengikuti KTT NATO di situs webnya. Posisi berdiri yang dirancang dengan baik dan segi pemotretan, setiap detail seolahnya mengeluarkan informasi kepada dunia luar bahwa NATO lama kembali lagi. Seusai KTT, Presiden AS Joe Biden pun cepat-cepat mengumumkan bahwa NATO yang perkasa dan bersatu seperti sebelumnya.

Apakah benar-benar begitu kenyataannya? Perhiasan halus pun tidak bisa menyembunyikan krisis legalitas aliansi militer terbesar dunia ini serta perselisihan besar internnya. Sebagai produk Perang Dingin, NATO lama tidak usah kembali lagi.

Bagi AS, NATO adalah metode penting untuk mengupayakan politik kelompok dan alat militer untuk memelihara hegemoninya. Akan tetapi, perselisihan antara AS dan Eropa memastikan NATO sulit kompak langkahnya seperti apa yang dikatakan AS.

Umpamanya masalah Ukraina. Meskipun sama keras pendirian terhadap Rusia, namun perbedaan kepentingan antara AS dan Eropa amat besar. Bagi Eropa, hanya dengan selekasnya mendorong penyelesaian krisis Ukraina secara damai, baru dapat secara sungguh-sungguh menjamin keamanan energi. Mengenai hal ini, AS sewajarnya tahu, namun AS tidak memperhatikan kecemasan Eropa. Sedangkan bagi AS yang menyirami minyak ke api, tetap berperan sebagai pemimpin Barat, terus memberikan tekanan kepada sekutunya untuk melakukan pencegatan menyeluruh terhadap Rusia agar Eropa lebih erat diikat di atas kereta tempurnya untuk membantu AS memelihara hegemoninya.

Justru seperti apa yang dikatakan oleh Ken, penanggung jawab Aliansi Gencatan Api Hamilton, organisasi anti perang Kanada terbesar, NATO adalah organisasi militer agresif yang dipimpin AS, dan menurut piagam NATO, NATO jauh dulu sudah kehilangan arti untuk berada.

AS tidak boleh mendominasi dunia, dan Eropa adalah Eeropa yang dimiliki warga Eropa. Kini, bentrokan antara Rusia dan Ukraina berlangsung satu bulan lebih, dan semakin banyak orang merenungkan diri, dari mana gerangan krisis Ukraina? Kini, dalang keladinya tidak  tulus hati dan juga tidak mempunyai keinginan untuk mendorong penyelesaian krisis Ukraina secara damai, tetap mempertimbangkan agar orang lain menumpahkan darah tapi dirinya beruntung. Apakah AS yang demikian patut dipercayai sekutu Baratnya?