Eropa Harus Waspada terhadap ‘Tikaman Belakang’ AS

2022-03-29 10:42:59  

Presiden AS Joe Biden telah mengakhiri kunjungannya selama tiga hari di Eropa dan kembali ke Washington pada hari Minggu lalu (27/3) waktu setempat. Menurut laporan situs Politico, dalam kunjungan kali ini tidak dicapai kesepakatan konkret apa pun tentang penyelesaian krisis Ukraina. Sebaliknya, serangkaian saran yang diajukan AS terkait ketahanan energi dan keamanan militer dianggap sama sekali tidak bisa mengatasi masalah yang sangat mendesak bagi Eropa, malah ibarat menuang minyak pada api, terus memperparah persoalan.

Selain itu, pemimpin AS dalam pidatonya di Warsawa Polandia menyebut bahwa Putin “tidak boleh berkuasa lagi”, sehingga sangat menghebohkan dunia. Walaupun Gedung Putih kemudian telah ‘meluruskan’ perkataan tersebut, namun ‘selip lidah” Biden tersebut telah mengungkapkan niat sejati Washington, yakni mengekang perkembangan Rusia dengan krisis Ukraina, mengikat dan melemahkan Uni Eropa, serta mempertahankan hegemoni AS di dunia.

Menanggapi perkataan Biden tersebut, Presiden Prancis Emannuel Macron menekankan bahwa Prancis menargetkan gencatan senjata dan penarikan tentara Rusia melalui pendekatan diplomatik. “Kita tidak boleh membiarkan situasi terus meningkat, baik secara perkataan maupun aksi nyata.” Pernyataan Macron tersebut telah memperlihatkan perselisihan serius antara AS dan Eropa mengenai bentrokan Rusia-Ukraina. Mengingat kedua kekuatan tersebut memiliki target yang sangat berbeda, meskipun mereka terlihat bersatu, namun keretakan dan perselisihan mereka tetap sulit diatasi. 

Ketika Eropa menanggung tekanan yang melambung karena kenaikan harga bahan bakar minyak dan gas alam, AS tengah asyik menjual LPG-nya kepada Uni Eropa, dengan maksud meraup keuntungan semaksimal mungkin untuk lebih lanjut membajak Eropa. Di dunia ini, hanya satu negara, yaitu AS yang tega tanpa belas kasihan mencelakakan sekutunya dengan modus memaksa Eropa ‘menusuk’ dirinya sendiri, lalu meraih keuntungan besar dari situ.

Menurut logika hegemoni, selamanya hanya prinsip ‘Amerika yang diprioritaskan’ yang berlaku, tak ada ‘mitra sekutu’. Bagi Eropa, keamanan sejati hanya akan berlandaskan pada kerangka keamanan regional yang seimbang, efektif dan berkelanjutan, bukannya dari membentuk ulang dua kubu Timur dan Barat yang saling berkonfrontasi. Kali ini, Eropa harus berkaca dari pengalamannya yang berkali-kali ‘ditikam’ dari belakang oleh AS dan tidak mengulangi jejaknya yang salah.