Dunia Butuhkan Eropa Yang Mandiri

2022-04-26 13:07:20  

Pada hari Minggu lalu (24/4) waktu setempat, Presiden Perancis Emmanuel Macron terpilih kembali dalam pilpres Perancis. Sebagai salah satu negara utama Uni Eropa, Perancis selalu menjadi pilar dalam proses pengintegrasian dan kamandirian strategis Eropa. Terpilihnya Emmanuel Macron untuk periode kedua telah menyita banyak sorotan masyarakat terutama di tengah berkecamuknya perang di Eropa.



Dalam kampanye pilpres kali ini, Macron berkomitmen akan melanjutkan kebijakan periode pertama masa jabatannya untuk membangun “Perancis yang lebih merdeka dan mandiri”. Hal ini telah membantu dia mendapat dukungan masyarakat, namun juga menjadi tantangan berat bagi dirinya setelah terpilih kembali karena dia harus secara hati-hati menangani perselisihan dengan AS dalam masalah Ukraina.

Bentrokan antara Rusia dan Ukraina saat ini adalah krisis terparah bagi Eropa pasca Perang Dunia II. Dengan dihasut oleh AS, Eropa terus menjatuhkan sanksi tambahan terhadap Rusia, namun sanksi itu juga balik mempengaruhi Eropa. Menurut statistik UE, tingkat inflasi bulan Meret kawasan euro melambung hingga 7,4 persen untuk memecahkan rekor sepanjang sejarah, bahkan inflasi di sejumlah negara setinggi 15,6 persen. Ditambah kenaikan harga bahan bakar minyak dan bahan makanan, masyarakat Eropa kini benar-benar menderita.


Hal ini menunjukkan bahwa Eropa yang ‘disandera oleh AS’ telah menjadi korban terbesar dari bentrokan Rusia-Ukraina. Sedangkan AS sebagai biang kerok krisis Ukraina malah meraup keuntungan dalam jumlah sangat besar daripadanya. Sementara itu, AS masih menggunakan ‘jebak Ukraina’ memperkuat ketergantungan Eropa terhadap AS sehingga mau tak mau harus tunduk kepalanya kepada AS.

Dari penindasan perusahaan Eropa dengan ‘yurisdiksi lengan panjang’ hingga pengenaan tarif bea masuk tambahan terhadap produk Eropa atas nama ‘keamanan nasional’ dan penarikan pasukan dari Afghanistan tanpa memberi tahu sekutunya, Eropa telah semakin menyadari bahwa AS pasti akan dengan tak segan-segan meninggalkan sekutunya jika terjadi benturan kepentingan antara kedua belah pihak. Oleh karena itulah, Eropa kini semakin gencar himbaunnya untuk melepaskan diri dari ketergantungan strategisnya terhadap AS. Uni Eropa dalam Program Panduan Strategi bulan lalu mengajukan gagasan untuk membangun kekuatan aksi militer Eropa yang bebas dari NATO, agar Eropa memiliki kerangka keamanan mandiri.

Dalam hal ini, Eropa masih sangat potensial. Misalnya, dalam hubungannya dengan Tiongkok, Eropa hendaknya berkepala dingin dan bijaksana. Baru-baru ini, Wakil Menlu AS Wendy Sherman berkunjung ke Eropa, dan menggunakan kesempatan dialog AS-Eropa soal Tiongkok memfitnah Tiongkok, tujuannya ialah mencelakakan Eropa, Rusia dan Tiongkok sekaligus untuk memelihara hegemoninya yang mutlak. Itulah ‘jebakan AS’ yang harus diwaspadai Eropa.

Nasib Eropa harus dikuasai di tangan diri sendiri orang Eropa. Proklmasi Emmanuel Macron tentang ‘strategi mandiri’ Eropa harus dilaksanakan sedini mungkin. Dunia membutuhkan Eropa yang menjalankan strategi mandiri, sedangkan Eropa juga seharusnya memberikan lebih banyak unsur stabilitas dan kepastian bagi dunia yang gejolak.