Dunia Masih Menunggu Respons dari Si “Pembela HAM”

2022-04-28 10:38:33  

“Kami mendesak AS mengambil segala tindakan selayaknya untuk mematuhi kewajiban HAM internasional, mengubah aksi sepihaknya, dan memberikan upaya yang searah dengan upaya internasional untuk menanggapi krisis kemanusiaan di Afghanistan.” Baru-baru ini, 14 pakar independen HAM dari PBB dalam sebuah pernyataannya meminta pemerintah AS mencairkan aset Bank Sentral Afghanistan sebesar miliaran dolar AS. Kecaman dan imbauan dari sistem PBB tersebut adalah dakwaan terhadap AS yang dengan sewenang-wenang melanggar peraturan internasional dan menginjak-injak HAM negara lain. Pernyataan itu juga mewakili suara hati masyarakat internasional yang sudah lama dirugikan oleh AS. 

Aset sebanyak miliaran dolar AS itu bukan apa-apa bagi Washington, namun betul-betul uang penyelamat bagi Afghanistan yang sudah kenyang menderita api peperangan dan kewalahan dalam proses rehabilitasi negara. Menurut perkiraan lembaga internasional, kini di Afghanistan terdapat 23 juta orang yang membutuhkan bantuan pangan darurat, kurang lebih 95 persen populasinya dalam kondisi kelaparan. Selain itu, lebih dari 4 juta orang masih mengungsi.


Siapakah biang kerok tragedi tersebut? Jawabannya adalah AS. pada tahun 2001, AS dengan kedok anti-terorismenya melancarkan perang Afghanistan. Selama 20 tahun, perang itu telah mengakibatkan 100 ribu lebih penduduk sipil tewas dan sebanyak 11 juta orang menjadi pengungsi. Kejahatan dan kekejaman AS yang terungkap secara publik itu sangat mengejutkan dunia dan telah menimbulkan kemarahan seluruh dunia.

Pada bulan Agustus tahun lalu, AS secara terburu-buru menarik pasukannya dari Afghanistan atas pertimbangan penyesuaian kembali strategi globalnya. Akan tetapi, tangan AS yang berlumuran darah rakyat Afghanistan belum juga terlepas. Pada bulan Februari lalu, pemimpin AS menandatangani sebuah perintah eksekutif untuk membekukan aset senilai 7 miliar dolar AS milik Bank Sentral Afghanistan dan membaginya menjadi dua bagian, separuh di antaranya akan digunakan sebagai dana kompensasi kepada para korban peristiwa “11 September”. Kakinya sudah terangkat, namun tangannya masih mencoba menguasai nasib rakyat Afghanistan. Betapa arogan dan betapa tamaknya mereka! Benar-benar tidak tahu malu!


Apa yang dilakukan AS di Afghanistan hanyalah sebagian kecil dari pelanggarannya terhadap kedaulatan dan HAM negara lain. Dari Irak sampai Suriah, dari Kuba hingga Iran, AS yang mengejar hegemoni ekstremnya terus mengekspor perang atau sanksi atas nama ‘demokrasi’, ‘HAM’ dan ‘kebebasan’. Tingkah lakunya telah menimbulkan satu per satu tragedi di berbagai sudut dunia, dan telah mengundang kritik pedas dari masyarakat internasional.

Hutang lama belum dilunasi, hutang baru sudah terlilit. Sebagai biang kerok dan penghasut terbesar krisis Ukraina, AS sudah meratifikasi penjualan senjata kepada Ukraina sebanyak 8 kelompok hanya dalam dua bulan sejak krisis meletus, dengan nilai bantuan militer sebesar 3,7 miliar dolar AS. Hal itu dilakukan AS hanya untuk terus memanaskan situasi ibarat menyiram minyak pada api. Bagi para politikus AS, semakin lama bentrokan Rusia-Ukraina diperpanjang, semakin banyak keuntungan yang akan diraupnya. Memeras Ukraina, melemahkan Rusia dan mengacaukan Eropa, agar kompleks industri militer AS terus meraup keuntungan... itulah tipu muslihat AS.


Fakta telah berulang kali membuktikan bahwa para politikus AS yang menyabot ketertiban internasional dan melanggar peraturan internasional sama sekali tidak berkualifikasi untuk membicarakan ‘demokrasi’ atau ‘HAM’. Terhadap seruan dan kecaman dari para pakar PBB, mereka masih pura-pura tidak mendengarnya. Dunia tengah menunggu respons dari si ‘pembela HAM’.