Kemenlu Tiongkok Rilis Artikel Panjang Lebar Ungkapkan Wajah Asli AS sebagai Negara Pembohong

2022-06-21 12:39:53  

Belum lama yang lalu Menteri Luar Negeri Amerika Serikat (AS) Tony Blinken menyampaikan pidato tentang kebijakan AS terhadap Tiongkok. Dengan kemasan retorika yang disusunnya dengan cermat, sosok politikus ini berulang kali meramaikan ancaman Tiongkok, mencampuri urusan intern Tiongkok dan mencoreng kebijakan dalam dan luar negeri Tiongkok. Akan tetapi, biar bagaimana pun dia bersilat lidah, terungkap pula tipu muslihat AS yang terus membendung dan menindas Tiongkok. Kementerian Luar Negeri Tiongkok pada Minggu malam (19/6) di lamannya memuat sebuah artikel panjang lebar untuk mengungkapkan kemunafikan dan bahaya kebijakan AS terhadap Tiongkok. 

Sebagai salah satu negara pemrakarsa PBB, Tiongkok terlebih dulu membubuhkan tanda tangannya di Piagam PBB. Kini Tiongkok adalah negara anggota tetap Dewan Keamanan yang mengirim terbanyak personel pemelihara perdamaian serta kontributor terbanyak kedua dalam hal mewajibkan iuran PBB untuk operasi pemeliharaan perdamaian. Sejak mengajukan Inisiatif Sabuk dan Jalan hingga Inisiatif Pembangunan Global dan Inisiatif Keamanan Global, Tiongkok selalu berupaya mencari solusinya untuk menyelesaikan masalah-masalah yang dihadapi dunia, serta dengan teguh memelihara ketertiban internasional.

Sebaliknya AS sejak lama menyandang gelar sebagai “negara yang paling haus perang sepanjang sejarah dunia” karena negara yang bersejarah 240 tahun ini hanya tidak berperang selama 16 tahun. Tanggal 20 Juni adalah hari pengungsi sedunia yang ke-22. Program Pengungsi PBB (UNHCR) dalam laporan tahunnya mengungkapkan, jumlah pengungsi yang melarikan negerinya karena konflik atau persekusi telah untuk pertama kalinya menembus 100 juta orang. Tragedi itu terjadi semata-mata karena invasi dan campur tangan jangka panjang yang dilakukan oleh AS beserta sejumlah pengikutnya.


Dalam hal perusakan pembangunan global, AS juga telah berbuat banyak hal-hal yang tidak boleh diampuni. Negeri inilah yang menempatkan hukum domestiknya di atas hukum internasional untuk melakukan yurisdiksi lengan panjang, dan masih negeri itulah yang menyalahgunakan sanksi terhadap negara lain tanpa mengindahkan resolusi-resolusi PBB. Dengan mengandalkan keunggulannya di bidang moneter dan teknologi tinggi, AS tak segan-segan menindas perkembangan industri negara lain. Segala sesuatu yang dilakukan AS telah melanggar peraturan internasional.

Pemerintah Joe Biden sejak pelantikannya telah bergabung kembali dalam sejumlah organisasi internasional dengan kedok menjunjung  multilateralisme, akan tetapi, faktanya ialah mereka tengah melakukan America First edisi 2.0. 

Belum lama yang lalu, menjelang pertemuan tingkat menteri ke-12 WTO, AS untuk ke-54 kali memveto rancangan terkait pemulihan prosedur seleksi hakim-hakim agung lembaga banding WTO, sehingga organisasi perdagangan sedunia itu terjerumus dalam krisis terparah sejak berdirinya.

Dengan mengutip seorang sarjana AS, Amerika Serikat kini seolah-olah telah berubah dari United States menjadi Sanction States.