Apa Maksud Joe Biden Libatkan Tiongkok dalam Kunjungannya ke Timur Tengah?

2022-07-12 14:58:57  

Presiden AS Joe Biden akan mengunjungi Israel, Tepi Barat Sungai Yordan Palestina dan Arab Saudi pada pekan ini, dan ini merupakan kunjungan perdananya ke Timur Tengah sebagai presiden. Belakangan ini, Joe Biden dalam artikelnya mengatakan bahwa kunjungan kali ini sangat penting bagi keamanan AS, sementara itu ia juga menekankan bahwa AS akan meraih kemenangan dalam persaingannya dengan Tiongkok. CNN berterus terang bahwa jika tiada bentrokan Rusia dan Ukraina yang mengakibatkan terguncangnya pasar minyak dunia, maka Presiden AS mungkin tak akan berkunjung ke Timur Tengah.

Kini, harga minyak yang melonjak, inflasi yang serius serta kekhawatiran warga AS terhadap resesi ekonomi membuat pemerintah Joe Biden yang akan menghadapi pemilu paruh waktu memiliki tekanan yang besar. Arab Saudi, satu-satunya negara produsen minyak yang bisa menstabilkan pasar minyak bumi dengan kapasitasnya yang berlebihan menjadi kunci untuk mengubah keadaan ini.

Namun pada saat yang sama, Joe Biden kembali melibatkan Tiongkok karena saat ini politik di dalam negeri AS mengalami distorsi,  dan anti Tiongkok menjadi “politik tepat” yang terbesar. Membicarakan ‘persaingan dengan Tiongkok’ menjadi salahsatu cara politikus AS untuk mengalihkan perhatian dan membela kunjungan mereka ke Arab Saudi. Hal ini sekaligus mencerminkan niat AS untuk menjadikan Timur Tengah sebagai arena pertarungan strategis dengan Tiongkok dan Rusia.

Gejala-gejala setelah Joe Biden menjabat sebagai presiden selama satu tahun lebih menunjukkan, status Timur Tengah dalam strategi global AS telah menurun. Sementara itu, sebagai hub pembangunan Sabuk dan Jalan, kerja sama antara Timur Tengah dan Tiongkok terus mencapai hasil baru. Hal ini membuat politikus AS yang memiliki pemikiran Game Zero-Sum iri hati, dan lebih cemas pengaruhnya di Timur Tengah terdampak. Di latar belakang AS terus mendorong globalisasi NATO, Timur Tengah juga dimasukkan ke dalam radar politik kelompoknya. Dunia luar secara umum menganggap bahwa sangat jelas gejala-gejala AS mencoba membangun aliansi regional yang baru, bahkan membentuk NATO versi Timur Tengah untuk melawan Tiongkok.

Akan tetapi, tiada satu pun negara yang bersedia melepaskan kepentingannya sendiri demi hegemoni ala AS serta menjadi hiasan dan bidak yang ‘ditarik saat diperlukan namun dibuang saat tidak diperlukan’.