Kegagalan Besar Kunjungan Biden ke Timur Tengah

2022-07-19 15:19:40  

Presiden Amerika Serikat (AS) Joe Biden kembali ke Washington pada hari Minggu lalu waktu setempat (17/7) seusai kunjungannya ke Timur Tengah, dan disambut dengan sinisme dari berbagai media utama. Sebelum keberangkatannya, Biden pernah menggembar-gemborkan bahwa kunjungannya kali ini akan membuka ‘lembaran baru’ hubungan AS dengan Timur Tengah, tapi ternyata kunjungannya kali ini sia-sia. Majalah New Yorker berkomentar bahwa kunjungan Biden selama 4 hari tersebut menunjukkan kegagalan mutlak Biden seputar kebijakan Timur Tengah.

Topik energi menjadi agenda penting kunjungan Biden kali ini. Seperti ditunjukkan oleh New York Times bagaimana mendorong Arab Saudi meningkatkan volume produksi minyak dan gasnya merupakan fokus utama kunjungan Biden ke Timur Tengah.

Akan tetapi, jika menyimak pernyataan bersama Biden dengan pemimpin Arab Saudi seusai pembicaraan, pihak Arab Saudi tidak memberikan komitmen yang jelas mengenai peningkatan volume produksi minyak buminya. Seusai pembicaraan, sikap Arab Saudi malah lebih berhati-hati. Menteri Luar Negeri Arab Saudi Adel al-Jubeir menyatakan, peningkatan kapasitas produksi minyak bumi tergantung pada permintaan pasar. Para analis berpendapat bahwa kapasitas peningkatan produksi Arab Saudi sangat terbatas, meskipun dapat ditingkatkan juga hanya dalam skala yang sangat kecil, sementara itu, Arab Saudi pun harus mempertimbangkan persetujuan produksi minyak bumi dengan Rusia dalam kerangka OPEC+, tidak mungkin melanggar kebijakan energi dan diplomatiknya demi kepentingan AS.

Sementara itu, target AS untuk memperkukuh sistem sekutu Timur Tengahnya pun sempat gagal. Sebelum keberangkatan Biden, media AS pernah mengungkapkan bahwa Biden akan membentuk persekutuan militer yang terdiri dari negara-negara Teluk dan Israel dalam KTT Keamanan dan Pembangunan yang digelar di Jeddah, bahkan berniat untuk mendirikan ‘NATO versi Timur Tengah’. Namun, sejumlah negara langsung menolak anjuran terkait. Perdana Menteri Irak Mustafa al-Kadhimi mengatakan, Irak tak pernah dan tidak akan bergabung ke dalam persekutuan militer regional mana pun. Menteri Luar Negeri Arab Saudi Faisal bin Farhan Al Saud menyatakan, tidak tahu menahu mengenai pembahasan seputar pembentukan persekutuan pertahanan Teluk-Israel, Arab Saudi pun tak pernah berpartisipasi dalam perundingan terkait. Ternyata negara-negara Timur Tengah sudah sangat jelas bahwa apa yang disebut sebagai ‘NATO versi Timur Tengah’ itu merupakan kelompok kecil yang menghasut konfrontasi, merusak perdamaian regional dan semestinya langsung digagalkan.

Saat AS terburu-buru melarikan diri dari Afghanistan tanpa mempedulikan kepentingan negara sekutunya, terlebih ketika AS menunjukkan sikapnya yang memihak Israel, negara-negara Timur Tengah sudah kehilangan kepercayaan terhadap AS. Dewasa ini negara-negara Barat sudah terjebak ke dalam inflasi yang tinggi, maka negara-negara Timur Tengah yang kaya akan sumber daya minyak dan gas sudah lebih mandiri dan yakin pada kebijakan diplomatiknya, dan tidak lagi menaati segala perintah AS.