Jepang Yang Bersikeras Membuang Limbah Nuklir ke Laut Harus Diusut Tanggung Jawab dan Ganti Rugi

2022-07-23 14:29:56  

Komisi Pengaturan Energi Atom Jepang mengadakan sidang sementara Jumat kemarin (22/07), secara resmi menyetujui rencana pembuangan air limbah nuklir PLTN Fukushima Daiichi ke laut. Ini merupakan langkah berbahaya Jepang yang mencoba membuat fakta.

Manusia yang berkembang sampai sekarang belum pernah membuang limbah nuklir ke laut, lebih-lebih tidak jelas resiko apa yang akan dibawa perbuatan yang melanggar ilmu pengetahuan dan tidak bertanggung jawab itu. Kini di PLTN Fukushima Daiichi ini tersimpan limbah nuklir seberat 1,25 juta ton lebih. Meskipun Jepang mengatakan limbah nuklir ini dibuang setelah diproses, namun para periset menunjukkan, radioisotope dalam limbah nuklir sulit dibersihkan, apalagi di pesisir  Fukushima terdapat arus laut yang paling kencang di dunia, radioisotope dapat disebarkan ke setengah lebih areal Samudera Pasifik dalam waktu 57 hari setelah dibuang, dan 10 tahun kemudian itu akan membahayakan air laut global.

Justru karena itulah, setelah pemerintah Jepang mengambil keputusan salah untuk membuang limbah nuklir Fukushima ke laut pada April tahun lalu, tak putusnya kesangsian dan suara menentang komunitas internasional dan rakyat Jepang. Negara-negara sepanjang pesisir Samudera Pasifik juga khawatir bahwa kalau Jepang membuang limbah nuklir ke laut, siapa bertanggung jawab terhadap lingkungan laut dan kesehatan publik?

Pemprosesan limbah nuklir Fukushima mutlak bukanlah urusan sendiri Jepang, Untuk menghemat waktu dan ongkos, Jepang menginginkan seluruh dunia menanggung resikonya, itu sangat tidak bertanggung jawab dan tidak bermoral. Jepang harus tahu, menurut Konvensi Hukum Maritim PBB, berbagai negara mempunyai wajib untuk melindungi dan menjaga lingkungan laut, berbagai negara hendaknya memikul tanggung jawab berdasarkan hukum internasional. Kalau Jepang bersikeras melaksanakannya, komunitas internasional sepenuhnya berhak mengusut tanggung jawabnya dan meminta ganti rugi terhadap Jepang dengan memanfaatkan senjata hukum.