NSA AS Terbukti sebagai ‘Peretas’ Terbesar yang Mengancam Sekuritas Siber

2022-09-06 15:36:01  

Siapakah ‘peretas’ terbesar yang mengancam keamanan siber dunia? Sebelum menjawab pertanyaan ini, mari kita simak laporan investigasi yang dirilis Universitas Polytechnical Barat Laut (Northwestern Polytechnical University /NPU) tentang serangan siber yang dialaminya baru-baru ini.

Laporan investigasi tersebut mengungkapkan, Biro Keamanan Nasional atau NSA AS telah memerintahkan badan di bawah naungannya yakni TAO untuk melancarkan seribu lebih serangan siber terhadap NPU Tiongkok. Dengan menggunakan senjata serangan siber sebanyak 41 macam, TAO telah mencuri sejumlah data teknologi krusial milik universitas tersebut. Hasil investigasi menunjukkan, selama bertahun-tahun ini, TAO telah berulang kali melancarkan serangan siber rahasia terhadap perusahaan papan atas, badan pemerintah, universitas, lembaga kedokteran dan akademi ilmu pengetahuan Tiongkok untuk mengontrol fasilitas siber relevan dan diduga telah mencuri sejumlah data bernilai tinggi. Sementara itu, TAO juga telah secara merata melakukan penyadapan atau surveilans komunikasi terhadap para pengguna ponsel Tiongkok, dan selain penyadapan, mereka juga melakukan pemosisian nirkabel terhadap sasaran surveilansnya.

Hasil investigasi yang terungkap dalam laporan tersebut memiliki rantai bukti yang lengkap dan jelas, dan telah mengidentifikasi 13 personel yang melakukan serangan siber di wilayah AS terhadap Tiongkok. Selain itu terungkap pula lebih dari 60 kontrak dan 170 dokumen digital yang ditandatanganinya dengan operator telekomunikasi AS untuk mempersiapkan serangan siber terhadap Tiongkok. Bukti-bukti tersebut telah mengungkapkan sepak terjang jahat dan tidak terpuji NSA AS di ruang siber global, tangan kotor pemerintah AS selaku cyber-theft terbesar telah tertangkap basah. Terungkaplah wajah asli AS yang sejak lama telah berpura-pura menjadi ‘korban peretasan’.

Sejak tahun 2013, pemerintah AS secara sistematis memfitnah dan mencoreng nama baik Tiongkok dengan menggunakan isu sekuritas siber, seperti memfitnah pemerintah Tiongkok melancarkan serangan siber secara langsung atau tidak langsung terhadap AS, merilis laporan palsu untuk mengaburkan opini internasional dan menodai Tiongkok sebagai ‘oknum pelaku’ serangan siber, dan memalsukan kabar menjadikan AS sebagai ‘korban’ dari serangan siber Tiongkok. Hal ini dilakukan untuk mencari alasan dan berdalih untuk mengekang perkembangan Tiongkok di bidang jaringan internet dan industri informatisasi.

Akan tetapi kenyataan tak mungkin tertutup untuk selamanya. Dari kasus PRISM yang diungkapkan oleh seorang petugas CIA, Edward Snowden, sampai bocornya kasus penyadapan masif pemerintah AS terhadap komunikasi ponsel warga negaranya, hingga invasinya terhadap server markas besar perusahaan Huawei Tiongkok, termasuk penyadapan terhadap komunikasi eksekutif senior Huawei, terbuktilah bahwa Tiongkok adalah korban yang sebenarnya dari aksi mata-mata AS di jaringan siber. Pada tahun 2020, lembaga terkait Tiongkok telah menguasai lebih dari 42 juta sampel malware, yang 53 persennya berasal dari AS.

Sasaran serangan sibernya selain Tiongkok ada juga negara lain, termasuk para sekutunya. Denmarks Radio dalam sebuah laporan khususnya mengungkapkan bahwa NSA AS pernah dibantu oleh badan intelijen Denmark mengakses jaringan internet Denmark untuk memperoleh data asli serta melakukan pemantauan terhadap sejumlah negarawan senior Eropa, termasuk Angela Merkel. Jurnal The Mirror melaporkan, lebih dari 500 juta panggilan telepon dan data internet dicuri oleh NSA AS.

Selain giat melakukan penyadapan, AS juga menuntut sejumlah perusahaan hi-tech untuk membuka ‘backdoor’ program enkripsinya agar mereka dapat mengakses dan mudah melakukan apa yang disebut sebagai ‘aksi penegakan hukum siber’. Jurnal The Mirror Jerman melaporkan, baik pemerintah Inggris maupun Kantor Federal Jerman untuk Keamanan Informasi dan Komisi Uni Eropa tidak pernah menemukan ‘backdoor’ dalam program perusahaan Huawei Tiongkok. Namun celah-celah keamanan sering kali ditemukan dalam peralatan yang disediakan oleh Cisco AS, yang identik dengan deskripsi terkait ‘backdoor’.

Banyak bukti menyatakan bahwa AS adalah negara terbesar peretas siber, penyadap komunikasi dan pencuri informasi. Kali ini Tiongkok telah mengumumkan laporan investigasi terkait serangan siber AS terhadap Universitas Barat Laut Tiongkok. Hal ini menunjukkan bahwa Tiongkok tidak akan pernah berpangku tangan terhadap aksi mata-mata siber dan akan melakukan pertahanan yang aktif untuk menjaga keamanan siber Tiongkok.